Khotbah Minggu 20 Oktober 2019 - Minggu XIX Setelah Pentakosta
Khotbah Minggu 20 Oktober 2019 - Minggu XIX Setelah Pentakosta
BERDOA DENGAN TIDAK JEMU-JEMU
(Khotbah Luk 18:1-8)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yer 31:27-34 atau Kej 32:22-31; Mzm 119:97-104 atau Mzm 121; 2Tim 3:14-4:5
Pendahuluan
Bacaan kita minggu ini tentang ketekunan dalam berdoa. Gambaran yang diberikan tentang melalui kisah seorang janda yang meminta-minta pertolongan kepada seorang hakim yang lalim dan tidak takut kepada siapapun termasuk kepada Allah, namun karena hakim itu tidak mau diganggu maka ia mengabulkan permintaaan janda itu. Dalam kisah ini dikaitkan juga hubungan ketekunan berdoa dengan akhir zaman. Melalui nats ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut.
Pertama: janda dan hakim serta peran doa (ayat 2-3)
Ada dua gambaran yang diberikan nats ini sebagai lambang kondisi masyarakat waktu itu. Janda adalah lambang orang miskin yang tidak berdaya, membutuhkan banyak pertolongan, kaum kaum yang memerlukan perhatian sama seperti posisi anak-anak yatim-piatu di dalam Alkitab (Kel 22:22-24; Yes 1:17; 1Tim 5:3; Yak 1:27). Gambaran kedua adalah hakim sebagai lambang orang yang penuh kecukupan, berkuasa dengan segala wewenangnya, mandiri dan tidak membutuhkan pertolongan orang lain. Hakim yang digambarkan dalam di sini adalah hakim Romawi dan bukan hakim dalam sistim orang Yahudi, sebab dalam agama Yahudi yang dikenal adalah tua-tua.
Janda itu dalam keadaan terjepit. Ia tidak meminta orang lain agar dihukum berat, hanya ia merasa diperlakukan tidak adil sebab itu membutuhkan perlindungan, sehingga ia berkata kepada hakim itu, "belalah hakku terhadap lawanku". Memang dalam sistim hukum saat itu, hakim juga biasa mempraktekkan korupsi, koneksi dan nepotisme (KKN). Janda miskin itu tidak bisa membayar, sehingga beberapa waktu lamanya hakim itu menolak. Akan tetapi janda itu tidak putus asa, ia sadar memiliki senjata yang ampuh yakni ketekunan dan semangat juang. Sementara gambaran hakim ini adalah orang yang sibuk sehingga ia tidak suka gangguan. Maka ketika janda itu datang berulang-ulang untuk memohon kepadanya, ia tidak direpotkan dan akhirnya menyetujui permohonan janda itu. Ia membenarkan apa yang diminta janda itu.
Firman yang kita baca mengajarkan kepada kita bahwa hakim yang lalim itu saja dapat membenarkan permintaan seseorang karena keteguhan dan semangat untuk meminta. Maka apalagi Allah kita yang Mahabaik, tentu akan lebih mendengar apa permintaan anak-anak-Nya. Memang dalam hal ini kita tidak menyamakan hakim itu dengan Allah yang Mahaadil itu. Hanya yang perlu kita lihat adalah, semangat dan ketekunan dalam meminta akan menghasilkan sesuatu. Itu sebabnya Tuhan Yesus berkata, janganlah jemu-jemu untuk berdoa, teruslah meminta sampai sesuatu jawaban diberikan. Pray until something happen (PUSH), adalah pesan yang disampaikan kepada kita melalui kisah ini.
Kedua: meminta dan mengulur waktu (ayat 4-5b, 6-7b)
Allah kita itu baik dan Pengasih, mengetahui yang terbaik untuk kita. Ia akan memberikan sesuai dengan kebutuhan kita. Namun itu tidak berarti bahwa Allah akan selalu mengabulkan doa permohonan yang kita sampaikan. Allah dapat menolaknya apabila itu tidak baik untuk kita. Allah mengabulkan atau menolak doa kita hanya dengan pertimbangan bahwa Ia tidak menginginkan hal itu membuat kita semakin jauh dan meninggalkan Dia. Doa yang dikabulkan memang mau tidak mau akan menguatkan iman percaya kita akan kuasa dan kebaikan-Nya.
Allah juga kadang dapat mengulur pengabulan doa kita. Untuk itu Ia mempunyai pandangan dan pertimbangan yang sangat sempurna atas hal itu. Allah ingin melihat sejauh mana memang kita membutuhkan yang kita minta dan sejauh mana kesabaran kita menanti akan keputusan terbaik-Nya. Hal itu juga sekaligus melihat sejauh mana kita siap dengan apa yang kita mohonkan. Allah tidak menginginkan pengabulan doa menjadikan kita pribadi yang berubah dan berbeda. Melalui penguluran waktu, menunda pengabulan doa, Allah sebenarnya ingin mengembangkan katakter dan sifat-sifat positip dalam diri kita.
Bahkan ada kalanya Allah telah menetapkan sesuatu bagi kita. Kisah yang terjadi pada Raja Hizkia yang telah ditetapkan untuk mati sebagaimana pesan yang disampaikan oleh nabi Yesaya. Namun raja itu memohon sambil terus menangis ke dinding, sebagai gambaran betapa seriusnya ia memohon kepada Allah. Akhirnya Allah mendengar doanya, dan ia diberi perpanjangan usia 15 tahun. Doanya dikabulkan bahkan raja itu meminta tanda melalui nabi Yesaya (2Raj 20:11). Kisah itu memberikan makna bahwa pikiran Allah dapat berubah karena doa manusia. Maka demikian jugalah pesan-Nya melalui kisah ini, permohonan yang tekun dan tidak jemu-jemu, meski dengan penguluran waktu, akan menghasilkan sesuatu bagi kita.
Ketiga: membenarkan dan doa yang dikabulkan (ayat 5a, 7a)
Hal ketiga dalam nats ini yang menjadi pengajaran buat kita adalah pengertian "tidak jemu-jemu berdoa dan mudah menyerah" bukan berarti bahwa kita diminta doa berpanjang-panjang, bahkan doa yang bertele-tele, menyiksa diri bahkan memaksa. Doa tetap fokus pada pokok permasalahan dan meminta dengan kerendahan hati dan ketulusan. Dengan tetap kita berdoa maka sebenarnya itu juga menempatkan permohonan kita di hadapan Allah secara konsisten, sebagai pengakuan kekuasaan Allah atas diri kita dan kita hidup dengan Dia hari lepas hari, dan tetap percaya dan berpengharapan Ia akan memberikan jawaban.
Doa yang terus menerus dinaikkan juga bukanlah tanda kurangnya iman, tetapi itu justru memperlihatkan kegigihan orang beriman dan ciri orang percaya. Hal yang sebaliknya tidak dikehendaki oleh Allah adalah ketika jawaban doa kita terasa lama dan sementara permasalahan yang ada dalam hidup sehari-hari seolah-olah terasa semakin menekan, maka kita berhenti berdoa. Penghentian doa permohonan kepada Allah berarti meragukan penghentian limpahan kebaikan dan campur tangan pemeliharaan Allah dalam hidup kita sehari-hari yang penuh berkat.
Keempat: ketekunan dan iman sampai akhir (ayat 1, 8)
Hal terakhir yang ingin diajarkan Tuhan Yesus kepada kita adalah tentang ketekunan dan keteguhan iman hingga sampai akhir. Terkabulnya doa atau tidak jangan membuat itu sebagai ukuran kesetiaan kita kepada-Nya. Permohonan adalah aspek duniawi, kedagingan dan kebutuhan kita yang sifatnya sesaat, bahkan mungkin egoistis. Itu tidak dapat membuat kita menjadi jauh apalagi lari dari iman apabila doa kita tidak dikabulkan. Justru iman kita diuji ketika kita tidak jemu-jemu berdoa hingga kedatangan-Nya kelak.
Dalam setiap doa permohonan yang kita naikkan, kita harus berprinsip bahwa kehendak Tuhanlah yang terjadi dan bukan kehendak kita. Bisa saja kita meminta jabatan atau keinginan lainnya (tahta, harta dan wanita) untuk kesenangan dan kemegahan kita, sehingga kita merasa itu yang terbaik untuk memuliakan Tuhan, padahal sebenarnya itu salah dan bisa menghancurkan kita. Demikian juga tekanan hidup kadang kita anggap sudah demikian berat, padahal sebenarnya kita tidak mau untuk menurunkan standar ego, sebab firman-Nya berkata, "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya" (1Kor 10:13).
Tuhan Yesus menguji kesetiaan dan keteguhan iman serta terus mengandalkan dan berakar pada Dia hingga kedatangan-Nya kelak (Rm 12:12; Ef 6:18; Kol 4:2). Kesiapan diri dalam iman hingga akhir hidup kita dan wujud percaya bahwa Ia akan datang kembali untuk menjemput kita anak-anak-Nya tercermin dari doa yang terus kita panjatkan. Kegigihan kita seperti kegigihan janda itu bukan hanya kita maksudkan untuk memaksa Tuhan mengabulkan permintaan kita, tetapi lebih merupakan ekspresi ketidakmampuan kita melakukannya sendiri. Kita harus tetap sadar bahwa iblis yang jahat itu dapat menggunakan tipu muslihatnya untuk menggiring kita menuruti kehendaknya sehingga jauh dari Tuhan (1Tim 4:1). Doa adalah benteng kita menghadapi iblis dan si jahat (Mat 6:13), dan kalau kita bertekun dalam doa, maka kita akan dibenarkan
Kesimpulan
Melalui gambaran janda yang tekun meminta dan memohon kepada hakim dalam nats yang kita baca, kita diajarkan tentang pentingnya berdoa dan tidak jemu-jemu. Doa kita dikabulkan atau tidak itu semata-mata merupakan kehendak-Nya dan pasti yang terbaik sebagai jawab-Nya. Dikabulkan jangan membuat kita bermegah dan tidak dikabulkan jangan membuat kita berhenti berdoa atau malah lari dari iman kepada-Nya. Tidak jemu-jemu juga bukan berarti doa kita harus berpanjang-panjang atau menyiksa diri, tetapi tetap berpengharapan bahwa yang mengabulkan doa kita adalah Dia Allah kita yang Mahakasih. Bagi kita yang utama adalah memperlihatkan ketekunan itu sebagai pengakuan hidup kita adalah di tangan-Nya serta kesetiaan kita hingga Tuhan memanggil kita atau akhir zaman tiba.
Tuhan Yesus memberkati.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII Setelah...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 17 November 2024Kabar dari Bukit HUKUM DI DALAM HATI (Ibr. 10:11-25) ”Aku...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 659 guests and no members online