Thursday, November 21, 2024

Khotbah Minggu 25 Agustus 2019 - Minggu XI Setelah Pentakosta

Khotbah Minggu 25 Agustus 2019 - Minggu XI Setelah Pentakosta

 

BERSUKACITA KARENA PERKARA MULIA

(Khotbah Luk 13:10-17)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yer1:4-10 atau Yes 58:9b-14; Mzm 71:1-6 atau Mzm 103:1-8; Ibr 12:18-29

(http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

 

Pendahuluan

Tuhan Yesus kembali mengajar di sinagoge. Rumah ibadat Yahudi ini biasanya dipimpin oleh seorang kepala.. Pada saat mengajar itu, ada seorang perempuan yang sakit punggung selama 18 tahun sehingga tidak dapat berdiri tegak. Sungguh penderitaan yang menyiksa. Atas dasar belas kasihan, Tuhan Yesus menyembuhkan sakitnya. Namun, kepala rumah ibadat mencelanya karena melakukan penyembuhan di hari Sabat. Mereka ini terus berusaha untuk menguji dan menjebak Yesus agar dapat menyingkirkan-Nya Itulah yang menjadi pokok kisah firman bagi kita minggu ini. Dari bacaan tersebut, kita memperoleh pengajaran hidup sebagai berikut.

 

Pertama: Yesus yang penuh kuasa (ayat 10-13)

Perjalanan Tuhan Yesus dalam mengabarkan jalan baru keselamatan kepada umat Yahudi bukanlah pekerjaan mudah. Mereka telah hidup selama ribuan tahun dengan iman kepercayaan kepada Allahnya Abraham, Ishak dan Yakub yang membebaskan mereka dari berbagai ancaman. Untuk itu mereka berusaha berpegang teguh kepada aturan-aturan tertulis dalam kitab perjanjian lama. Itu bukan sesuatu yang buruk. Namun oleh para imam dan ahli-ahli kitab Taurat, firman PL ini ditambah dengan aturan-aturan yang lebih rinci sehingga justru kehilangan maknanya. Penafsiran dalam praktek kehidupan oleh para imam dan ahli kitab itulah yang sering menjadi masalah. Para ahli kitab PL ini tidak lagi memperdulikan hakekat hubungan hakiki Allah dengan manusia yakni KASIH, melainkan lebih mementingkan penafsiran yang lebih menguntungkan bagi diri mereka sendiri.

 

Allah Bapa menyadari hal itu yakni kebenaran firman saja tidak cukup untuk melunakkan hati mereka. Para ahli kitab PL juga cukup ahli berdebat dan berusaha menjebak Yesus dengan berbagai pertanyaan agar orang-orang tidak percaya kepada-Nya. Kelahiran Tuhan Yesus yang sungguh ajaib tidak dapat meyakinkan mereka bahwa Ia adalah utusan Allah Bapa dengan penawaran perjanjian baru. Maka pilihan Allah adalah Yesus diberi kuasa istimewa yang tidak dimiliki oleh banyak nabi-nabi sebelumnya, untuk memperlihatkan bahwa Ia adalah Anak Allah yang memiliki kuasa sebagaimana Allah Bapa memiliki-Nya.

 

Inilah yang diperlihatkan oleh Tuhan Yesus ketika seorang perempuan yang menderita selama 18 tahun ikut hadir dalam pengajaran-Nya. Perempuan itu sebagaimana dalam tradisi Yahudi mungkin duduk di belakang, namun Tuhan Yesus dengan rasa kasih melihatnya menderita dan memanggilnya. Kemudian hanya dengan kata dan tumpang tangan di atas punggung yang bengkok itu, perempuan itu lantas berdiri tegak sehat. Sungguh kuasa yang dahsyat yang diberikan oleh Tuhan kita, untuk meneguhkan bahwa Ia adalah Anak Allah dan kuasa-Nya itu terus hadir bersama kita saat ini. Sebagaimana perempuan itu yang langsung memuliakan Allah, demikian jugalah kitanya kita dalam menerima berkat kasih-Nya.

 

Kedua: jangan munafik (ayat 14-15)

Tuhan Yesus sendiri tidak pertama kali melakukan penyembuhan dalam hari Sabat dalam kisah ini. Alkitab mencatat ada tujuh kali Ia melakukan mujizat di hari Sabat, yakni:

 

Yesus mengusir roh jahat yang merasuki seseorang (Mrk 1:21-28).

Yesus menyembuhkan mertua Petrus (Mrk 1:29-31)

Yesus menyembuhkan orang mati sebelah tangannya (Mrk 3:1-6)

Yesus menyembuhkan orang lumpuh di kolam Bethesda (Yoh 5:1-18)

Yesus menyembuhkan orang yang lahir buta (Yoh 9:1-12)

Yesus memulihkan wanita yang bungkuk (Luk 13:10-17) sesuai nats ini.

Yesus menyembuhkan orang yang sakit busung air (Luk 14:1-6)

 

Kepala rumah ibadat itu takut dan marah karena Yesus memperlihatkan kuasa-Nya sehingga semakin banyak orang percaya kepada-Nya. Ia juga menyalahkan Yesus atas perbuatan-Nya itu. Dalam sudut pandangannya, Yesus telah melakukan “pekerjaan” di hari suci itu dengan menyembuhkan. Ia mencela dengan berfikir bahwa itu sama dengan pekerjaan profesi tabib atau dokter, yang jelas dilarang dilakukan pada hari Sabat. Akan tetapi Tuhan Yesus memandang kepala rumah ibadat ini munafik. Yesus menjawab bahwa mereka juga melepaskan lembu dan hewan peliharaannya untuk minum di hari Sabat, dan itu adalah pekerjaan, serta melepaskan hewan tersebut dari kehausan dan penderitaan. Maka, jika kepada ternak saja mereka memberi perhatian pada hari Sabat, bukankah sesama mereka jauh lebih layak seperti wanita ini mendapatkan setelah 18 tahun menderita?

 

Sikap munafik kepala rumah ibadat ini yang dicela Yesus. Mereka mengutamakan penafsiran hukum yang kaku dengan mengabaikan kasih kepada sesama. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, munafik dijelaskan sebagai bermuka dua, suka mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; berpura-pura setia tetapi sebenarnya hatinya tidak demikian. Mereka seolah-olah mengutamakan kasih kepada Allah tetapi justru mengabaikan penderitaan orang lain. Padahal, kasih harus lebih besar dari aturan yang dibuat manusia. Penderitaan harus dikalahkan melalui kasih. Pertolongan harus diberikan tanpa harus melalui mekanisme persetujuan sistem dalam kelompok atau gereja. Kasih harus di atas segalanya. Jangan menunda esok sementara seseorang butuh pertolongan untuk lepas dari penderitaannya. Kita harus jujur dan jangan bersikap mendua atau munafik dalam melaksanakan kasih.

 

Ketiga: hari Sabat untuk siapa? (ayat 16)

Di zaman modern ini jenis penyakit semakin bertambah. Sebagian berasal dari pengetahuan manusia yang terus berkembang dan “menemukan” penyakit baru, akan tetapi sebagian besar akibat polusi alam dan pola hidup manusia yang tidak sehat: melalui makanan, kemalasan beraktifitas fisik, merokok dan lainnya. Hal ini merupakan pekerjaan setan yang semakin giat. Kita bisa katakan bahwa semua penyakit memang sumber awalnya adalah setan, yang dalam ayat 16 ini disebut dengan diikat oleh Iblis, termasuk keisengan setan untuk menguji anak-anak Tuhan (band. Kisah Ayub). Dari bacaan kita ini juga diperlihatkan bahwa penderitaan seseorang dapat terjadi dan berkepanjangan karena kesalahan sistem yang dibuat manusia, dan itu jelas bukan kehendak Allah.

 

Dunia modern juga memang membuat kita kurang peka terhadap penderitaan orang lain. Individualisme yang dibumbui dengan kebebasan media dalam mempertontonkan penindasan dan tindak kekerasan membuat kita semakin kebal atau immune atas penderitaan orang lain, seolah menganggap itu adalah sesuatu yang “biasa-biasa” saja. Tapi perlu diingatkan, kekristenan menempatkan individu di atas sistem yang tidak mengutamakan kasih. Individu harus memiliki tempat yang istimewa dalam sistim kemasyarakatan. Sistem yang kurang demokratis memang cenderung mematikan individu dengan segala dinamika perbedaannya, termasuk kadang kala muncul dalam kehidupan gereja. Sistem lebih menyukai aturan daripada kasih. Etika dan prosedur menjadi lebih utama dibandingkan urgensi pertolongan. Menjadi tragis dan berbahaya apabila masyarakat, negara, atau gereja kemudian terbelenggu oleh sistem yang demikian.

 

Di hadapan Allah, seorang manusia atau sebuah nama bukan hanya bagian dari angka statistik. Situasi ini bisa kita lihat ketika seseorang mau percaya tetapi tidak ada hamba Tuhan yang mau melayani untuk membaptis, padahal orang tersebut dalam keadaan sakit kritis. Atau seorang anak bayi yang belum dibaptis tapi sakit kritis? Akankah kita berdebat bahwa dalam kedua situasi itu harus pendeta yang membaptis? Oleh karena itu Yesus berkata: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat" (Mrk 2:27-28). Sabat, sistem, aturan dan etika, dibuat bertujuan untuk melepaskan penderitaan. Sabat justru merupakan hari yang tepat untuk melepaskan ikatan dari yang jahat sekaligus menyatakan kehadiran kuasa Allah yang membebaskan. Dalam hal ini, perempuan itu telah menerimanya dengan sukacita.

 

Keempat: semua bersukacita karena perkara mulia (ayat 17)

Setiap penampakan karya Allah berupa pembebasan dari penderitaan seharusnya disambut dengan sukacita. Hal itu menandakan bahwa Allah terus peduli pada anak-anak-Nya dan ingin memberikan kelepasan penderitaan duniawi dan akhir zaman bagi yang rindu mendapatkannya. Perempuan itu memperlihatkannya yakni dalam keadaan sakit 18 tahun masih tetap ikut dalam pengajaran di sinagoga dan ingin mendengar perkataan Tuhan Yesus. Akan tetapi sebaliknya yang terjadi pada kepala rumah ibadat itu. Ia justru tidak melihat karya Yesus sebagai mukjizat dan bersukacita atas penyembuhan yang terjadi, malah memakai hal itu sebagai alat untuk menjatuhkan-Nya.

 

Hal seperti ini perlu kita hindari. Janganlah tidak percaya akan karya mukjizat Tuhan Yesus yang terus bekerja sampai dengan saat ini, apalagi mencoba menghalanginya. Karya dan kasih Allah akan nyata dan senantiasa tampak bagi mereka yang terus rindu akan jamahan-Nya. Tidak ada seorang pun atau kuasa lain yang bisa menghalanginya. Kita tidak perlu berputus asa akan penyakit atau permasalahan yang kita hadapi saat ini, sebab Ia adalah Tabib Agung kita. Meski penderitaan masih membelenggu dalam kehidupan, janganlah berputus asa sebab campur tangan Allah masih terbuka dan nyata bila kita berserah kepada-Nya.

 

Justru kita diminta menjadi anak-anak-Nya yang terus bercahaya bagi kegelapan orang lain. Kerajaan-Nya harus diperluas dan ditinggikan, sehingga semakin banyak yang masuk dan merasakannya melalui Pribadi Yesus. Pertolongan atau pemberian kelepasan yang cepat bagi yang membutuhkan tanpa menunggu prosedur kelembagaan bukanlah suatu yang buruk. Ada peribahasa latin mengatakan bahwa mereka akan mendapatkan dua kali lipat bagi yang memberikan lebih cepat. Jangan kita menjadi serupa dengan kepala rumah ibadat itu, yang akhirnya menanggung malu, sementara banyak orang yang melihat karya Allah bersuka cita. Marilah kita terus melakukan perkara-perkara yang mulia sebagaimana dilakukan oleh Kristus bagi perempuan itu.

 

Kesimpulan

Minggu ini kita dikuatkan kembali dengan kenyataan bahwa Allah kita masih terus bekerja dan berkarya bagi anak-anak-Nya yang rindu dengan jamahan-Nya. Ia tetap memberikan kelepasan sepanjang kita ekspresikan kerinduan kita dengan datang kepada-Nya. Jangan kita menjadi munafik melainkan kita diminta agar tetap peduli terhadap kebutuhan orang lain, bukan memanfaatkan demi kepentingan kita. Sikap yang terlalu mengutamakan ritual dan prosedur dan menghalangi hakekat kasih dan perbuatan nyata tidak akan membantu menghadirkan kerajaan Allah di sekitar kita. Mari terus berkarya dengan meluruskan semua yang bengkok dan bungkuk. Kita terus berkarya sehingga semakin banyak yang bersuka cita karena perkara-perkara mulia telah dinyatakan melalui kehidupan kita.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

-------------------------------------------------------

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 18 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7424928
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
9686
58357
177694
7204198
459790
1386923
7424928

IP Anda: 162.158.163.196
2024-11-22 04:52

Login Form