Friday, November 22, 2024

Khotbah Minggu 18 Agustus 2019 - Minggu X Setelah Pentakosta

Khotbah Minggu 18 Agustus 2019 - Minggu X Setelah Pentakosta

 

MEMBACA TANDA-TANDA ZAMAN

(Khotbah Luk 12:49-56)

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes 5:1-7 atau Yer 23:23-29; Mzm 80:1-2, 8-19 atau Mzm 82; Ibr 11:29-12:2

(http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)

 

 

Pendahuluan

Minggu ini bacaan kita masih merupakan rangkaian kewaspadaan. Kalau dalam minggu sebelumnya diingatkan agar kita terus bekerja dan berkarya sambil membawa pelita dalam menanti kedatangan-Nya, maka dalam minggu ini kita diberikan pengajaran tentang perlunya membaca tanda-tanda zaman, sebagaimana layaknya kita bisa membaca tanda-tanda musim ketika mau bercocok tanam. Pemisahan dan pertentangan antar keluarga mungkin akan terjadi. Dari bacaan tersebut, kita memperoleh pelajaran hidup sebagai berikut.

 

Pertama: melemparkan api ke bumi (ayat 49)

alam Alkitab pengertian api memiliki makna yang beragam. Kadang dipakai untuk tujuan negative, misalnya untuk menghanguskan yang terkait dengan penghakiman; kadang dipakai tujuan positif yakni untuk istilah Roh Kudus atau semangat yang baru; kadang dipakai untuk tujuan membersihkan seperti menyucikan dan memurnikan emas dan bahan logam lainnya. Dalam hal terakhir ini tujuan pemakaian api adalah untuk memisahkan kotoran (unsur-unsur yang jelek) dalam suatu paduan hingga didapatkan kesatuan yang lebih murni dan lebih berharga.

 

Tuhan Yesus menyatakan melemparkan api ke bumi dalam pengertian terakhir, yakni agar semua orang yang menerima api itu dapat memakainya bagi proses penyucian dirinya dari kotoran dosa, membakar dan membersihkan kerak yang sudah melekat demikian lama dari buah pekerjaan iblis dalam hati dan pikiran jahat yang ada. Mereka yang menerima api itu dan menggunakannya dengan benar akan menerima manfaat dari proses itu dan menjadi bersih dan kudus seturut dengan pengakuan bahwa itu semua adalah dari anugerah dan kasih Tuhan Yesus.

 

Tuhan Yesus juga mengatakan bahwa Ia berharap bahwa api itu menyala dalam pengertian proses yang kontinu dalam pekerjaan Roh Kudus. Proses pengudusan adalah proses yang terus menerus meski pada pertobatan awal dilakukan satu kali (Ibr 10:10), namun selama kedagingan kita masih ada kita tidak bisa terlepas dari godaan dosa, dan setelah kita menyadari dan menyesali serta memohon pengampunan, maka Allah yang Maha Baik itu akan memberikan pengampunan dan proses pengudusan itu kembali berlangsung terus sampai nanti disempurnakan dan digenapkan pada akhir zaman.

 

Kedua: hati-Nya susah (ayat 50)

Tuhan Yesus menyadari bahwa pemberian api untuk menyucikan itu akan membawa dampak pertentangan, sebagaimana dijelaskan nanti pada bagian ketiga (ayat 51-53). Ia menjelaskan bahwa betapa hati-Nya susah melihat semua perbuatan umat manusia yang telah murtad, jauh dari rencana Allah, bahkan kuasa iblis lebih sering menang atas (roh) manusia dan menjadi budak serta terbelenggu olehnya. Jalan yang baru harus diberikan dan penebusan atas dosa-dosa itu harus dilakukan demi memperoleh keselamatan yang kekal bagi mereka yang mau menerimanya.

 

Ia menyadari bahwa untuk melakukan itu diri-Nya harus dibaptis “tenggelam” atau diselamkan dalam penderitaan untuk menebus semua dosa-dosa tersebut. Manusia jatuh karena satu orang Adam maka manusia juga diselamatkan oleh satu orang yakni Tuhan Yesus. Untuk penyelamatan dan penebusan itu Yesus harus melalui baptisan, penenggelaman, sebagai pengudusan diri-Nya untuk dapat menguduskan mereka yang percaya kepada-Nya (band. Yoh 17:19). Yesus sadar bahwa proses penyucian itu harus berlangsung melalui penderitaan yang akan dialami-Nya hingga mati di kayu salib. Inilah yang menyusahkan hati-Nya. Tetapi pernyataan ini bukan dalam pengertian Ia menyesal akan tugas misi dari Allah Bapa, melainkan hatinya sedih sebab manusia telah mudah dikalahkan oleh iblis.

 

Yesus ingin agar semua orang melihat bahwa proses penderitaan-Nya yang berujung di kayu salib itu akan berakhir dengan kemenangan. Penderitaan dan kematian akan menang oleh salib. Ia tidak memerlukan tentara untuk bisa mengalahkan serdadu-serdadu Romawi dan hujatan para imam dan suku Lewi. Akan tetapi, melalui kepatuhan, kebesaran jiwa, dan penyerahan kepada Allah Bapa, maka semua penderitaan itu bisa dilewati dengan kemenangan. Kematian yang harus dilewati-Nya pasti akan dikalahkan dengan kebangkitan-Nya. Inilah maksud-Nya dengan mengatakan bahwa betapa susahnya hati-Nya sebelum hal itu berlangsung!

 

Ketiga: Ia datang membawa pertentangan (ayat 51-53)

Dengan membawa pesan pertobatan dan sekaligus damai sejahtera, kedatangan Tuhan Yesus dapat membuahkan konflik. Ayat ini masih senada dan kelanjutan dari ayat 49 di atas. Banyak pihak saat itu menikmati kondisi yang tengah berlangsung, seperti penguasa Romawi yang menindas bangsa Israel, para imam dan suku Lewi yang ditempatkan dengan “kebesaran” mereka, para pemungut cukai, dan lainnya. Mereka ini tidak menginginkan perubahan atau gerakan yang revolusioner karena tidak mau berubah dari situasi yang menguntungkan mereka saat itu. Memang tidak semua atau selamanya manusia menginginkan perubahan, ketika kenyamanannya (comfort zone) terusik.

 

Kedatangan Yesus dengan pesan keras-Nya menghendaki perubahan. Ia berseru agar semua orang bertobat dan mencari kerajaan sorga. Situasi saat itu jelas tidak berkenan kepada Bapa di sorga sehingga diperlukan pembaharuan jiwa dan roh semua orang dengan kembali ke jalan yang lurus. Mereka yang miskin, tertindas, tersisihkan dan rindu akan damai sejahtera sorgawi akan diselamatkan dengan cara mengikuti Dia.  Jelas sebagian yang mendengar seruan-Nya dalam comfort zone tidak mau dan bahkan bersikap anti terhadap yang bersedia mengikuti-Nya. Memang Tuhan Yesus tidak membuka peluang ada posisi ditengah-tengah dengan keraguan. Keputusan pribadi sangat diperlukan untuk berubah. Mereka yang setia diminta untuk menyatakan dan memperlihatkan komitmen yang jelas.

 

Sikap ini akan menimbulkan pertentangan di antara kelompok masyarakat, bahkan termasuk keluarga. Dalam keluarga bisa saja ada yang rindu untuk bertobat namun anggota atau kepala keluarga tidak mendukungnya. Ini jelas akan menimbulkan perpecahan. Akan tetapi, apakah perlu dukungan dan persetujuan keluarga untuk mengikuti Tuhan Yesus? Keselamatan adalah pilihan pribadi dan tidak memerlukan dukungan keluarga yang tidak mencintai Tuhan (band. Mat 24:15-18). Ada yang bersedia bertobat dan ada yang bebal. Inilah yang dikatakan Tuhan Yesus, “mereka akan saling bertentangan, ayah melawan anaknya laki-laki dan anak laki-laki melawan ayahnya, ibu melawan anaknya perempuan, dan anak perempuan melawan ibunya, ibu mertua melawan menantunya perempuan dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya."

 

Keempat: membaca tanda-tanda zaman (ayat 54-56)

Masyarakat pada masa itu hidup dari pertanian, khususnya tanaman pangan. Bahkan saat ini tanaman pangan masih merupakan andalan penduduk bumi untuk bisa bertahan hidup. Tanaman pangan sendiri sangat tergantung kepada iklim dan cuaca. Benih yang ditanam memerlukan air (hujan) sekaligus sinar matahari. Keduanya harus ada dan berimbang, tidak boleh terlalu banyak sinar mataharinya demikian pula dengan curahan/siraman air (hujan). Kesalahan dalam membaca tanda-tanda musim dalam awal menanam hingga masa panen akan merusak tanaman yang ada. Tanda-tanda itu seperti terbentuknya awan menandakan datangnya hujan dan apabila angin selatan bertiup maka itu adalah tanda akan datangnya panas terik.

Tuhan Yesus mengingatkan betapa pembacaan geliat alam itu sangat penting, bahkan lebih penting dari hanya berpikir akan datangnya masa panen. Kewaspadaan akan tanda-tanda alam itu lebih utama agar hasil panen menjadi baik. Ini yang diumpakan oleh Tuhan Yesus, bahwa kewaspadaan dan kesiap-siagaan akan datangnya kerajaan sorga yakni kedatangan Tuhan kembali harus diperhatikan, yakni dengan cara bertobat dan beralih dari kejahatan dan perbuatan yang tidak menyenangkan hati Tuhan. Dalam hal inilah Yesus menekankan jangan mengabaikan tanda-tanda itu.

 

Inilah yang diinginkan oleh Tuhan agar kita jangan munafik. Kita bisa membaca tanda-tanda alam untuk kepentingan duniawi akan tetapi menjadi buta dalam membaca tanda-tanda akan datangnya kerajaan sorga itu. Sebagaimana dijelaskan pada minggu sebelumnya, kedatangan Tuhan Yesus kembali itu tidak disangka-sangka bagaikan datangnya pencuri diwaktu malam hari Mat 24:43). Itulah hari penghakiman ketika kita sudah tidak mampu lagi berbuat untuk menolong diri sendiri. Kitalah yang harus waspada dari saat ini dan memberi perlindungan dari pekerjaan si iblis yang menyeret kita dalam perbuatan kejahatan, sehingga pada saat penghakiman itu, Yesus sebagai Penolong dan Pembela menyelamatkan kita dari api murka penghukuman akhir zaman.

 

Kesimpulan

Minggu ini kita membaca tentang penjelasan Tuhan Yesus bahwa kedatangan-Nya ke dunia adalah membawa pemisahan. Ia datang untuk memberikan damai sejahtera bagi yang berkenan kepada-Nya. Akan tetapi, dalam situasi tertentu yang terjadi malah bukan damai sejahtera melainkan pertentangan. Ia juga melemparkan api ke bumi yang berdampak pada pemisahan kelompok-kelompok yang setia dan tidak setia, pemisahan di antara anggota keluarga yang mau mendengar dan bertobat dengan yang masih bebal. Orang harus memilih, apakah tetap dalam comfort zone dosa dan sesaat, atau berubah mengikuti Dia untuk memperoleh hidup yang kekal.

 

Tuhan Yesus memberkati.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 732 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7435356
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
20114
58357
188122
7204198
470218
1386923
7435356

IP Anda: 162.158.163.138
2024-11-22 09:07

Login Form