Khotbah Minggu Keduapuluh Satu setelah Pentakosta - 22 Oktober 2023 (Opsi 1)
Khotbah Minggu ke-XXI setelah Pentakosta - 22 Oktober 2023 (Opsi 1)
INJIL DENGAN KEKUATAN ROH DAN KEPASTIAN YANG KOKOH (1Tes. 1:1-10)
Bacaan lainnya: Kel. 33:12-23 atau Yes. 45:1-7; Mzm. 99 atau Mzm. 96:1-9, 10-13; Mat. 22:15-22
Pendahuluan
Tesalonika merupakan ibukota Provinsi Makadonia dan sekaligus kota terbesar dengan penduduk 200.000 di bawah pemerintahan Romawi. Kota ini salah satu pintu awal Injil masuk ke wilayah Eropa, setelah Rasul Paulus mendengar tentang pilihan ke Makadonia dibandingkan dengan pilihan ke arah Arabia di selatan (Kis. 16:9). Pada saat surat ini ditulis - perkiraannya sekitar tahun 50 M, jemaat Tesalonika merupakan jemaat baru yang belum terlalu dewasa. Rasul Paulus beserta pelayan Tuhan lainnya tidak dapat tinggal lama di sana karena adanya penolakan yang hebat, sehingga pengajaran tentang Tuhan Yesus belum banyak yang disampaikannya. Oleh karena hatinya terus terpaut di kota itu, ia kemudian mengutus Timotius untuk kembali melihat perkembangan jemaat. Dalam perjalanannya ke Korintus, Rasul Paulus menuliskan surat ini sebagai bagian dari pengajaran Kristiani kepada jemaat dan juga bagi kita semua.
Pertama: Pentingnya keakraban para hamba Tuhan (ayat 1-3)
Setelah minggu lalu kita membaca firman Tuhan tentang perselisihan yang terjadi di antara dua pelayan Tuhan di jemaat Filipi, sebaliknya yang terjadi di jemaat Tesalonika. Hubungan para pelayan Tuhan sangat dekat dan akrab dan ini bisa dilihat dari cara mereka menyapa dalam surat ini. Rasul Paulus juga tidak perlu menonjolkan kerasulannya sendiri. Ia menyadari bahwa hubungan di antara para pelayan Tuhan sangat penting, sangat menentukan dalam membangun iman jemaat. Prinsip kasih yang sering diajarkan dan dikhotbahkan para pelayan seyogianya itu juga tampak dalam kehidupan sehari-hari, sebab kalau tidak, jemaat akan mengatakan OMDO atau NATO (omong doang dan No Action Talk Only). Sebaliknya apabila jemaat melihat itu nyata, maka itu akan menjadi kesaksian hidup dan rasa syukur bagi sesama orang percaya dan dapat menarik perhatian bagi yang belum mengenal Tuhan Yesus untuk menjadi pengikut-Nya. Hal kedua yang diperlihatkan oleh Rasul Paulus (dan rekan-rekan sekerjanya – lihat Kis. 15:22, 39-40, 16:1-3; 17:1-10) adalah perhatian yang penuh bagi jemaat yang dipimpinnya. Mereka menyapa dengan dengan berkat dari Allah yaitu kasih karunia dan damai sejahtera (band. Rm. 1:7-10; Ef. 5:20). Keselamatan yang dianugerahkan membuat sesama jemaat dan hamba Tuhan masuk ke dalam persekutuan bersama, dan ini membangun keakraban. Buah keakraban adalah penyertaan dan anugerah kasih Tuhan dialami dengan damai sejahtera.
Sikap yang menempatkan jemaat sebagai yang utama dan menyebutnya mahkota sangat kental dalam ungkapan ini (band. 1Tes. 2:19; 3:9). Setelah memberi berkat, Rasul Paulus kemudian mengungkapkan rasa syukur atas keberadaan mereka yang menjadi bagian orang percaya di dalam Allah Bapa dan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Rasa syukur atas kebersamaan mereka juga ditambahkan dengan selalu membawa jemaatnya ke dalam doa-doa mereka. Doa syafaat bagi mereka yang kita kasihi, tentu akan memberikan dampak perhatian Allah pada mereka yang disebut, terlebih lagi dinaikkan oleh hamba-Nya yang kerap dianggap lebih memiliki kuasa sebab para pelayan adalah mereka-mereka yang seharusnya orang benar (Yak. 5:16b). Adalah tanggungjawab hamba Tuhan untuk terus membawa jemaat dan orang-orang yang di sekitarnya untuk didoakan (Yak. 5:16a). Dalam hal ini Rasul Paulus memperlihatkan teladan seorang hamba Tuhan yang mengasihi jemaat Tuhan. Apabila ini lalai dilakukan para hamba Tuhan, maka ia perlu merenungkan panggilannya untuk melayani Tuhan dengan melayani sesama. Di lain pihak, jemaat juga perlu mendoakan para pelayannya, agar segala yang menjadi tanggungjawab pelayan dapat dijalankan dengan baik oleh pertolongan Allah (2Kor. 1:11; 2Tes. 3:1).
Hal lain yang dilihat oleh Paulus pada jemaat adalah tentang iman, kasih dan pengharapan mereka. Sebagaimana dikatakan dalam 1Kor. 13:13, di atas segala berkat dan karunia yang diberikan kepada jemaat untuk bertumbuh, yang tinggal adalah ketiga hal, yaitu: iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih. Oleh karena itu Rasul Paulus mengamati ketiga hal itu yang terjadi pada jemaat, melalui Timotius. Rasul Paulus menemukan bahwa jemaat tersebut melakukan pekerjaan imannya dengan baik sesuai dengan keadaan sulit yang mereka hadapi (band. 2Tes. 1:11; Yak. 2:14), demikian juga dengan usaha kasih mereka, dan terakhir adalah ketekunan pengharapan mereka kepada Tuhan Yesus Kristus (band. . 5:2-5). Sungguh jemaat yang layak diteladani. Pujian Rasul Paulus sangat penting untuk meningkatkan rasa hormat dan kebanggaan mereka yang sekaligus merupakan kemuliaan bagi Allah Bapa yang mengasuh mereka. Hamba Tuhan yang lebih menonjolkan kelemahan atau kekurangan jemaat pasti tidak membangun. Bahkan, mengutarakan kelemahan dan kekurangan dengan cara yang salah, malah akan menurunkan semangat jemaat. Pujian juga secara otomatis akan mendorong jemaat mengerahkan potensi yang lebih besar untuk memberikan yang terbaik, sementara kritik malah membunuh potensi yang ada. Bagaimanapun, pasti tidak ada jemaat yang sempurna dan ada kekurangan, sebab kesempurnaan hanya terjadi setelah semua digenapi pada kedatangan-Nya, ketika semua umat-Nya dikuduskan secara total.
Kedua: Injil dengan kekuatan Roh dan kepastian yang kokoh (ayat 4-5)
Rasul Paulus juga mengingatkan status jemaat Tesalonika sebagai umat pilihan Allah. Dipilih berarti dikasihi Allah (Ef. 1:4). Hal-hal lain yang membuat kebimbangan dan bahkan perdebatan (nanti dalam pasal berikutnya diuraikan tentang kematian dan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kalinya), semua menjadi tidak penting dan berada jauh dari keutamaan sebagai pilihan Allah. Memang sedikit sulit memahami hubungan kedaulatan Allah dalam memilih diri kita, dan tanggungjawab kemanusiaan kita untuk mengikuti Dia. Tetapi meskipun kita tidak memahami sepenuhnya kedua kebenaran itu berjalan bersamaan, kita dapat mengatakannya sebagai hubungan kausal, yakni: Menjadi umat terpilih datang dari hati Allah (bukan dari pikiran kita) yang merupakan anugerah untuk menjalankan misi-Nya dan menyenangkan hati-Nya (bukan mengabaikan-Nya). Itu melahirkan rasa syukur (bukan keluhan). Sementara tanggungjawab kemanusiaan kita secara aktif terus mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Pelindung, fokus dalam kehidupan untuk menyenangkan hati-Nya, dan berbagi kasih dan Injil kepada orang lain. Pilihan Allah kepada kita juga sekaligus memberi tantangan untuk menjalani kehidupan ini untuk dibuat berharga bagi kita sendiri dan bagi-Nya.
Ketika Allah memilih kita, Ia memberi kekuatan untuk mengikuti dan mendukung-Nya. Kuasa itu datang dari Roh Kudus dan Injil; kita tidak perlu tahu proses yang mana yang terjadi lebih dahulu. Yang jelas, Injil datang dengan kuasa dan membawa kekuatan pengaruh bagi setiap pribadi, keluarga, termasuk jemaat Tesalonika. Roh Kudus juga membuat seseorang mengerti Injil. Pengurapan Roh Kudus membuat Injil diterima dengan kepastian yang kokoh sebagai firman Allah. Ketika firman disampaikan dan direnungkan, hidup pasti menjadi berubah (Luk. 4:32-37; Kis. 1:8; Rm. 1:16; Gal. 3:22). Pengalaman selama 2000 tahun lebih, Injil dan kekristenan bukan sekedar kumpulan kejadian atau cerita yang menarik; tetapi merupakan kuasa Roh Allah bagi siapa saja yang mempercayainya (band. Yoh. 14:23-26; 15:26-27; 1Kor. 2:4). Kita tidak perlu mengkaji teoritis perbedaan logos dan rhema, yang tertulis dengan tidak tertulis, kata-kata atau makna, sebab bagaimanapun, Allah bekerja dengan cara yang tidak bisa dipahami manusia yang kemampuannya terbatas. Kita juga tidak dapat memahami keajaiban cara, jalan dan maksud pikiran Allah. Iman datang dari pendengaran, itu betul, tetapi jelas bukan “kebenaran” esklusif dalam arti menutup kebenaran lain bahwa iman dapat datang dari membaca firman dan melihat, atau orang tuli juga bisa beriman. Sebuah ayat jelas tidak bisa mengungkapkan seluruh kebenaran Allah, oleh karena itu selalu diminta melihat keseluruhan Injil.
Rasul Paulus menekankan hal yang dia alami dan lakukan di Tesalonika dengan menuliskan, "Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu". Jemaat telah melihat hal yang dikhotbahkan Rasul Paulus, Silas dan Timotius selama mereka di Tesalonika, dan menjadi bukti bagi mereka dengan melihat ketiga hamba-hamba Tuhan ini hidup di dalam kuasa-Nya dan dapat menjadi teladan. Ketiga hamba Tuhan ini melakukannya karena memiliki keyakinan yang kokoh tentang iman yang dipilih Allah dan Injil yang diberikan. Jadi, ketika kita mengaku bahwa iman adalah anugerah dan bukan merupakan buah dari pikiran, maka secara otomatis kita sebenarnya mengaku kalau kita adalah orang yang dipilih. Ketika kemudian firman atau Injil itu semakin kita dengarkan, renungkan dan lakukan, maka iman kita semakin bertumbuh dan kemudian berbuah dalam pelayanan. Inilah yang diperlihatkan para Rasul dalam keseharian mereka. Keyakinan bertiga ini yang membuat mereka berbuah dalam mengabarkan Injil. Kini, bagaimana dengan kita? Apakah perbuatan kita meneguhkan yang kita imani atau malah kontradiksi? Setelah kita mengakui Allah telah memilih kita, bagaimana respon kita tentang hal tersebut? Mari kita renungkan, semua yang sudah Allah lakukan dengan kuasanya setelah kita pertama beriman kepada Tuhan Yesus? Apakah kita cukup berbuah? Apakah kita berbuah lebat? (Yoh. 15:5).
Ketiga: Menjadi teladan dalam menghadapi penindasan (ayat 6-8)
Meski pesan keselamatan dibawa dalam sukacita kepada setiap orang percaya di Tesalonika (dan orang percaya umumnya), tetapi juga membawa jemaat itu pada penderitaan yang hebat karena penolakan dan penganiayaan dari orang Yahudi dan juga orang Romawi (Kis. 17:5; 1Tes. 3:1-4). Mereka membenci pengikut Yesus. Memang, hal yang dilaporkan oleh Timotius sangat menyenangkan hati Tuhan melalui Rasul Paulus. Sebagai jemaat yang baru bertumbuh, Rasul Paulus mendengar jemaat menerima dengan keteguhan meski penindasan datang. Paulus memujinya dan meminta agar yang mereka lakukan itu semua didasari oleh iman terhadap Allah yang benar di dalam Tuhan Yesus. Mereka juga tetap diminta bekerja dan berkarya oleh dasar kasih, ketabahan dan keteguhan yang didasarkan pada pengharapan akan datangnya Tuhan Yesus kembali. Semua ini merupakan tanda-tanda karakter efektif orang Kristen di segala abad. Untuk itu, Rasul Paulus meminta jemaat agar teguh pada perintah Tuhan dan mengikuti teladan para hamba-Nya menjadi pelaku yang setia (1Kor. 4:16). Semuanya dikerjakan dengan sukacita sejati dari Roh Kudus sebagai respon terhadap firman kebenaran dan keselamatan yang telah mereka terima (Yoh. 16:33; 2Kor. 6:10; Gal. 5:22; Ibr. 12:2; 1Ptr. 2:19-21).
Banyak orang percaya saat ini berpikir bahwa penderitaan bukanlah bagian dari kehidupan orang Kristen. Mereka berpikir kehidupan kekristenan hanya penuh dengan berkat-berkat dalam arti yang sempit, yakni kesenangan dan sukacita. Ketika datang penderitaan, mereka bertanya: Mengapa aku? Mereka merasa seolah-olah Allah telah meninggalkan mereka; bahkan menuduh-Nya tidak lagi menjadi pelindung bagi anak-anak-Nya. Tetapi semua orang percaya harus menyadari kenyataan bahwa dunia ini penuh dengan dosa, karena itu orang percaya menderita. Allah mengetahui sebagian orang percaya perlu sebagai martir iman dan mengalami penderitaan. Maka daripada kita bertanya "Mengapa aku?", lebih baik bertanya "Mengapa bukan aku?" Iman kita dan nilai-nilai dalam dunia ini memang cenderung bertabrakan. Oleh karena itu perlu ada pengorbanan, teladan, perlu ada martir yang dapat memperlihatkan iman, kasih dan pengharapan dan tentunya dari kita orang percaya. Kisah martir dan keteguhan seseorang pasti menyebar meluas, dan keteladanan itu memberikan motivasi bagi orang lain untuk ikut berkorban bagi kemuliaan Kristus Yesus. Kekristenan tidak dapat menjadi seluas sekarang ini tanpa adanya penderitaan panjang yang dialami umat percaya selama ratusan tahun. Demikian halnya kabar jemaat Tesalonika sebagai teladan, bergema keluar Makedonia dan Akhaya hingga ke seluruh wilayah Mediterania.
Salah satu cara menjadi lebih siap dalam menghadapi segala kemungkinan dalam melayani Tuhan adalah menyadari bahwa penderitaan itu akan datang. Seorang PNS yang setia pada Tuhan dan berperilaku jujur pasti akan dicemoh orang sekelilingnya. Olok-olok sok suci pasti diterimanya. Seseorang yang menginjil bisa saja kemudian menjadi target kekerasan atau bulan-bulanan oleh mereka dari kelompok keras. Jika kita sudah mengetahui adanya kemungkinan penderitaan datang, maka kita tidak menjadi terkejut atau shock ketika hal itu terjadi. Yang kedua, kita lebih siap sebab kita tahu Yesus juga menderita dan menderita bagi kita. Apa yang dialami oleh Tuhan Yesus dan juga para rasul menjadi inspirasi dan sumber kekuatan bagi kita dalam melayani. Yesus memahami ketakutan kita, kelemahan dan bahkan jika timbul kekecewaan kita (Ibr. 2:17-18; 4:14-16). Yang ketiga, kita seharusnya tetap merasa aman sebab Ia berjanji tidak akan pernah meninggalkan kita (Mat. 28:18-20), dan Dia berdoa bagi kita sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara (Ibr. 7:24-25). Di dalam rasa sakit, penganiayaan, atau penderitaan, tetaplah teguh percaya kepada-Nya. Mari kita terus bersaksi dan memberikan teladan, meski kita harus berkorban untuk itu, agar kerajaan Allah semakin diperluas di sekeliling kita.
Keempat: Berbalik dan melayani Allah (ayat 9-10)
Seharusnya semua orang percaya memberi respon yang sama terhadap Injil dan keselamatan yang disampaikan, sebagaimana jemaat Tesalonika perlihatkan: berpaling pada Allah dan melayani Allah. Kehidupan masa lalu jemaat Tesalonika penuh dengan berhala-berhala dengan segala kuasanya, dan terbelenggu pada dosa-dosa kehidupan terbuka di wilayah yang sudah maju saat itu. Kini, itu semua harus ditinggalkan. Mereka telah bertobat dan hal inilah yang dipuji Rasul Paulus. Injil dan kuasa Roh telah membuat mereka menjadi manusia baru. Demikian juga dengan kita saat ini, kehidupan yang bertentangan dengan kehendak Allah sebaiknya kita tinggalkan. Kehidupan berupa dosa-dosa mengandalkan hidup pada berhala-berhala modern, seperti uang dan kekayaan, jabatan, prestise dan kehormatan, perlu dijauhkan apalagi sampai kita melanggar firman Tuhan untuk mendapatkan atau mempertahankannya. Perubahan hidup baru dengan berbalik kepada Allah harus diisi dengan melayani-Nya yang didasari iman, kasih dan pengharapan, sebagai buah nyata dari pilihan Allah terhadap kita yang dikasihi-Nya. Kita dikasihi Allah maka kita wajib mengasihi Allah (1Yoh. 4:10).
Yesus berjanji akan datang kembali untuk menjemput orang-orang percaya yang dikasihi-Nya. Apapun yang kita alami saat ini sebagai konsekuensi penerimaan kita terhadap Tuhan Yesus, termasuk apabila kita menderita, pertahankanlah itu. Ia adalah Allah yang hidup dan yang benar. Semua yang terjadi dalam hidup kita berada dalam pengendalian-Nya dan kuasa-Nya. Tetaplah setia menunggu kedatangan-Nya turun kembali dari sorga. Dalam penantian itu kita lebih sungguh-sungguh dalam mengenal Dia dan berusaha lebih melayani-Nya, sebab kita hanya memiliki waktu yang sedikit sebelum Yesus kembali. Kita harus siaga dan siap-siap sebab kita tidak tahu kapan Yesus akan kembali. Yesus telah dibangkitkan dan kuasa itu ada pada-Nya untuk membangkitkan semua orang percaya kelak untuk bersama-sama menerima kemuliaan dari Bapa. Melayani Allah hanya dapat dilakukan dengan sepenuhnya berserah dan tunduk kepada-Nya. Penantian yang tekun dengan hidup melayani bagi Allah merupakan awal yang diperlukan sebelum kemuliaan dari sorga itu dinyatakan.
Siap sedia untuk waktu juga berarti kesungguhan dalam pertobatan, berbalik arah dan orientasi (1Kor. 12:2; Gal. 4:8-9). Berbalik arah juga bukan berarti mereka diam menanti kedatangan tanpa bekerja melakukan sesuatu. Adanya perselisihan-perselisihan (selanjutnya hal ini diulas dalam pasal 4:9 dan 5:13) agar dapat dibereskan sebelum Tuhan Yesus kembali. Yesus datang bukan saja untuk menjemput dan mengangkat orang percaya yang dikasihi-Nya, tetapi juga menghakimi semua umat manusia. Bagi mereka yang hidupnya bertentangan dengan firman Tuhan dan mengutamakan dirinya sendiri, murka Tuhan akan datang padanya. Rasul Paulus menekankan murka Allah dalam masa kesengsaraan besar yang kelak akan datang (band. Kis. 17:31; 1Tes. 2:16; Rm. 3:5), namun murka Allah hanya bagi orang-orang yang tidak taat dan bangsa-bangsa yang tidak percaya (Yoh. 3:18; Mat. 25:30). Namun bagi orang percaya, kita tidak perlu takut sebab iman telah menyelamatkan kita yang menjadi milik-Nya dan bebas dari segala bentuk murka yang ada, termasuk melalui masa kesengsaraan besar yang mungkin terjadi (Rm. 5:9; Why. 3:10). Tuhan Yesus telah membebaskan kita dari semua beban dosa dan ketika Ia datang, kita telah sempurna dikuduskan-Nya dan siap untuk dimuliakan-Nya.
Penutup
Kita diajar tentang banyak hal dari nas yang kita baca dan renungkan minggu ini. Hal pertama adalah pentingnya kesatuan hati di antara pelayan Tuhan dan hubungan yang akrab dengan jemaatnya. Ketiga hamba Tuhan dalam nas ini memberikan contoh keteladanan. Mereka melihat jemaat sebagai mahkota yang harus dikasihi dan dipedulikan. Meski ada penolakan dan penganiayaan yang dialami jemaat, hati mereka tetap terpaut pada keyakinan akan Injil dengan kekuatan Roh dan kepastian yang kokoh akan keselamatan yang diberikan melalui Tuhan Yesus. Mereka diingatkan sebagai pilihan Allah dan memuji yang telah dilakukan jemaat Tesalonika tentang perbuatan iman, kasih dan pengharapan, meski di tengah-tengah penderitaan. Ini menjadi teladan dan kesaksian yang hidup bukan saja di wilayah dekat, tetapi sampai ke luar hingga ke Mediterania. Untuk itu mereka tetap melakukan sesuai dengan kehendak-Nya, berbalik dari hal-hal berhala dan perselisihan dan fokus melayani. Allah telah mengasihi mereka sehingga mereka seyogianya terus mengasihi Allah dengan terus berharap pada kedatangan Yesus kedua kalinya. Dengan demikian mereka dan kita juga akan jauh dari penghukuman dan murka Allah.
Selamat beribadah dan melayani bagi para hamba-Nya.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII Setelah...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 17 November 2024Kabar dari Bukit HUKUM DI DALAM HATI (Ibr. 10:11-25) ”Aku...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 781 guests and no members online