Sunday, November 24, 2024

Khotbah 2 Minggu Ketujuh setelah Pentakosta - 16 Juli 2023

KHOTBAH 2 MINGGU VII SETELAH PENTAKOSTA – 16 Juli 2023

 

 DITABUR DAN BERBUAH (Mat. 13:1-9, 18-23)

 

 ”Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!” (Mat. 13:9)

 

 

Firman Tuhan di hari Minggu ini Mat. 13:1-9, 18-23, berkisah perumpamaan dari Tuhan Yesus tentang seorang penabur. Pada waktu seseorang menabur, sebagian benih jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun segera tumbuh, karena tanahnya tipis. Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati. Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat (ayat 4-8).

 

 

 

Orang Yahudi yang berkerumun di pantai mendengar Yesus yang berbicara di perahu, mungkin tidak semua tahu artinya, apalagi maksud perumpamaan itu. Maklum, sebagian mereka adalah nelayan, bukan petani. Lalu Tuhan Yesus pun menjelaskan maksud-Nya, bahwa penabur adalah Dia sendiri atau hamba Tuhan pemberita firman, dan yang ditabur adalah firman Tuhan. Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan.

 

 

 

Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu, ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira sesaat. Tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itupun segera murtad. Benih yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman, lalu kekhawatiran dunia dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat" (ayat 19-23). Jadi kita lihat empat respons terhadap benih firman di tempat empat tanah yang berbeda.

 

 

 

Situasi ini mungkin cocok dengan kita setiap hari. Saya (dan teman-teman) memposting renungan firman setiap pagi, berharap agar setiap kita yang di grup WA/FB, memulai harinya dengan membaca firman Tuhan. Sebagai orang percaya, mestinya tiada hari yang lebih indah dari hal itu, memulai hari baru setiap pagi dengan berinteraksi dan mengerti maksud dan petunjuk Tuhan. Kalau memungkinkan, bernyanyi atau mendengar satu lagu pujian yang disiapkan dan berdoa, maka lengkaplah ritual untuk menyenangkan hati Tuhan. Bagi yang percaya dengan Tuhan dan campur tangan-Nya dalam kehidupan sehari-hari, itu sangat layak dilakukan. Tokh, aktifitas itu totalnya paling 10 menit, tergantung panjangnya doa pribadi.

 

 

 

Tetapi bisa banyak alasan seseorang mencari untuk mengabaikan sesi saat teduh pagi tersebut: kesibukan tugas, tumpukan kerjaan pagi, merasa tidak penting dan lebih baik nonton TV dan bermalasan, atau ada beban pikiran dan berpikir itu tidak perlu, atau alasan mengabaikan lainnya. Ada juga kesalahan universal, yakni ketika seseorang menyampaikan renungan firman Tuhan, termasuk di mimbar gereja, yang dilihat adalah pengkotbah atau yang memposting. Kesalahan itu sama seperti seseorang menunjuk memperlihatkan bulan yang indah, tetapi yang dilihat jari telunjuknya, bukan bulannya. Namun, bila kita memiliki pilihan renungan pagi atau firman dari sumber lain, ya tidak masalah. Bagus. Yang penting, ada persekutuan dengan Tuhan setiap pagi. Janganlah bebal dengan mengeraskan hati dan pikiran tertutup.

 

 

 

Memberi respon setelah membaca renungan pagi, itu baik, paling tidak tanda bersyukur dan sukacita kepada Tuhan. Tetapi itu tidak mutlak, yang utama adalah firman renungan pagi dilihat bagaikan benih yang ditabur. Kitalah yang membuat dan menempatkan hati dan pikiran kita, apakah sebagai (emperan) pinggir jalan, atau tanah (gersang) yang berbatu-batu, atau malah bagaikan ladang semak duri. Semua kembali ke kita. Mengandalkan firman Tuhan di kebaktian Minggu saja, jelas tidak cukup memadai di tengah dunia keseharian saat ini yang semakin penuh tantangan, kekhawatiran dunia, dan tipu daya iblis yang mendera.

 

 

 

Melalui nas minggu ini, Tuhan Yesus meminta hati dan pikiran kita di setiap pagi hari menjadi tanah yang baik, tanah yang gembur dan subur, dengan membaca dan mendengar firman pagi dan berusaha mengerti, dan firman itu berbuah berlipat ganda (ayat 8, 23). Berbuah artinya, terjadi perubahan oleh pembaruan budi. Tentu semua tergantung suasana hati dan pikiran kita saat itu: bisa timbul rasa penyesalan karena perbuatan dosa yang kita lakukan terhadap Tuhan dan sesama, atau mendapat pelajaran hidup baru dan hikmat sorgawi yang disampaikan, atau kita lebih bersyukur karena melihat kebaikan dan kebesaran Tuhan, atau refleksi lainnya. Semua itu akan menyenangkan hati Tuhan.

 

 

 

Inti pembaruan budi melalui benih firman yang disampaikan setiap pagi, kita bertemu dan menyapa Tuhan dan dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna (Rm. 12:1). Dan jelas, Roh Kudus Allah kita yang hidup, akan ikut campur tangan dalam hidup kita. ”Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengar!”

 

 

Selamat hari Minggu dan selamat beribadah

 

 

Tuhan Yesus memberkati kita, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 6 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7551452
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
143
4419
4562
7247234
586314
1386923
7551452

IP Anda: 162.158.162.223
2024-11-25 04:13

Login Form