Saturday, November 23, 2024

Khotbah 1 Minggu V Paskah 7 Mei 2023

KHOTBAH 1 MINGGU V PASKAH 7 MEI 2023

 

 BANGSA TERPILIH IMAMAT RAJANI (1Pet. 2:2-10)

 

 

Bacaan lainnya: Kis. 7:55-60; Mzm. 31:1-5, 15-16; Yoh. 14:1-14

 

 

 

Pendahuluan

 

Gereja bukanlah sekedar bangunan atau susunan batu-batu. Kata church dalam bahasa Inggris (yang berarti gereja atau jemaat dalam bahasa Indonesia) berasal dari kata kuriakon dari bahasa Yunani yang berarti: milik Allah. Alkitab menggunakan banyak metafora untuk kata gereja atau jemaat, yakni:

 

·         - “Tubuh Kristus” (Ef. 1:22-23; Rm. 12:5; 1Kor. 12:12; 1Pet. 4:10).

 

·        -  “Kawanan” (Mzm. 23; Luk. 15:3-7; Yoh. 10:1-18; 1Pet. 5:1-2).

 

·         - “Ranting Pohon Anggur” (Mat. 13:1-43; Yoh. 15:1-17; Rm. 11:16-24),

 

·        -  “Keluarga Allah” (Luk. 1:29-33; Gal. 3:28; 2Kor. 6:16-18; Ibr. 2:10-18; 3:1-6); dan

 

·        -  “Mempelai Kristus” (Hos 3:1-3; Mat 9:14-15; 25:1-13; 2Kor 11:2-4; Ef 5:21-33; Why 19:7-9; 22:12-21).

 

 

 

Seluruh metafora itu dalam nas minggu ini menggambarkan gereja sebagai persekutuan hidup orang percaya yang akan menjadi bangsa terpilih dan imamat rajani. Untuk dapat mewujudkan hal itu, melalui nas minggu kita diberi petunjuk dan pelajaran sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: Jadilah seperti bayi yang rindu susu murni (ayat 2-3)

 

Dalam pasal sebelumnya telah dijelaskan bahwa kita telah dilahirkan kembali di dalam kehidupan yang baru bersama Tuhan Yesus dan Roh Kudus yang diberikan oleh Bapa dalam menyelamatkan dan memelihara umat-Nya (1Pet. 1:23; band. 1Kor. 6:19; Gal. 4:6). Semua hal itu adalah bukti kasih dan kebaikan Allah pada kita manusia sehingga kita tidak menjadi orang sesat dan budak dosa dan masuk ke dalam penghukuman Allah. Semua kebaikan pemberian Allah itu telah kita kecap dan rasakan dalam menjalani kehidupan sehari-hari (band. Mzm. 34:9; Ibr. 6:5). Sebagai manusia yang diberi akal pikiran dan hikmat, maka kita tentu bertanya: bagaimana agar kelahiran atau hidup baru itu tetap dalam kehidupan pribadi kita dan kita tetap selamat? Keberadaan Roh Kudus memang merupakan meterai dan jaminan yang diberikan bagi kita, tetapi hal itu memerlukan respon positif sebagai bukti komitmen kita akan hidup baru tersebut. Pada ayat 1 sebelum nas ini dikatakan respon positif dimulai dengan membuang segala bentuk kejahatan, segala tipu muslihat dan segala macam kemunafikan, kedengkian dan fitnah yang tidak berkenan kepada Tuhan.

 

 

 

Setelah itu nas minggu ini menekankan sikap kita lainnya yakni harus seperti bayi yang baru lahir yang selalu dahaga akan susu murni semisal air susu ibu (ASI). Kita tahu bahwa bayi sangat memerlukan ASI dan setiap bayi umumnya memperlihatkan ekspresi “ingin” yang besar dengan minum yang lahap dan tidak sabar. Kelaparan atau kekurangan susu sebentar saja langsung diungkapkan dengan menangis. Kebutuhan minum susu merupakan insting alamiah bayi, dan itu merupakan tanda yang membawa kepada pertumbuhan yang sehat. Sikap kehausan demikianlah yang diminta dari kita berupa kehausan makanan rohani, dalam bentuk kehausan hubungan yang erat dengan Tuhan Yesus, seperti hubungan antara anak bayi dan ibu, anak dengan bapak. Semua itu diwujudkan melalui doa dan ibadah, ketergantungan yang tinggi yang diwujudkan melalui sikap berserah dan bersyukur, hikmat yang semakin besar yang diwujudkan dalam sikap sabar dan bijaksana. Keinginan yang besar akan makanan rohani berupa “susu” juga memperlihatkan sikap kerendahan hati bahwa kita bukan memerlukan makanan yang keras apalagi seolah-olah ingin menguji Tuhan (band. “Doa Bapa Kami” Mat 6:9-13; Luk 11:2-4;1Kor 3:2).

 

 

 

Kehidupan rohani perlu makanan rohani agar bisa bertumbuh. Pertumbuhan sangat penting sebab tantangan hidup semakin besar dan bervariasi. Pertumbuhan ekonomi dan informasi membuat setiap orang semakin rentan jatuh ke dalam dosa, sebab godaan kedagingan juga semakin besar, yang kemudian dimanfaatkan oleh iblis yang jahat. Makanan rohani yang utama dalam nas ini dikatakan adalah firman Allah sebagaimana dinyatakan pada ayat sebelumnya (1Pet. 1:23-25), yang dapat memberi kekuatan seperti halnya susu murni. Ketika lahir baru maka kita menjadi bayi yang baru lahir secara rohani. Jika kita cukup sehat maka kita merindukan pertumbuhan. Asupan firman Allah akan menghasilkan tanda pertumbuhan rohani yang sehat, seperti tampak dalam buah-buah rohani lainnya. Kehausan dan kerinduan makanan rohani diminta dan oleh kuasa firman kita dapat bertumbuh dan beroleh keselamatan (band. Ef. 4:14-17). Sungguh alangkah menyedihkan apabila sesorang tidak bisa bertumbuh, baik badani maupun rohani. Kita harus berjaga-jaga agar kehausan firman Allah itu tidak hilang karena kesibukan dan pergumulan hidup keseharian yang terjadi. Sejatinya, tatkala kita merasakan kebutuhan firman Tuhan dan hubungan dengan Kristus semakin besar, maka nafsu makanan rohani kita juga semakin bertambah dan itu bukti kita menjadi dewasa secara rohani. Kini, seberapa kuat keinginan kita terhadap firman Tuhan sebagai makanan rohani setiap hari?

 

 

 

Kedua: Dipergunakan sebagai batu hidup (ayat 4-5)

 

Penggunaan kata batu dalam nas ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal yang mungkin berbeda tapi berkaitan. Pertama, kata “batu” dari ingatan Rasul Petrus terhadap perkataan Tuhan Yesus kepadanya bahwa ia adalah batu karang. Tidak ada keraguan bahwa Petrus sering memikirkan kata-kata Yesus kepadanya, ketika dia mengaku bahwa, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" Untuk itu Yesus berkata kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya (Mat 16:16-18). Hal kedua, kata “batu” dilatarbelakangi oleh gunung batu tempat Allah bersemayam di dalam Perjanjian Lama, yakni gunung Sinai tempat umat Israel berdiri berkeliling sebagai batas bagi bangsa itu untuk tidak boleh mendaki atau mengenai pada kaki, sebab di atas gunung itu Dia bersemayam, dan apabila kena kaki orang pada gunung itu pastilah ia dihukum mati (Kel. 19:1-12).

 

 

 

Hal ketiga, kata “batu” dalam kalimat itu merupakan kutipan dari Mzm. 118:22 yang berkata, “Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru.” Dalam Yes. 28:16 juga dikatakan, “sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: "Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh: Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!" Memang dari kitab Mazmur dan Yesaya, yang dimaksudkan dengan batu adalah Israel (Kel. 19:6; Ul. 7:6), akan tetapi oleh Rasul Petrus kini gambaran “batu” itu sebagai Yesus Kristus. Rasul Petrus mengulangi yang dikatakan Yesus sendiri pada Mat. 21:42, yakni menarik istilah “batu” di Perjanjian Lama menjadi “gereja” sebagai bangunan rohani Allah, memotret gereja sebagai batu yang hidup dengan Kristus sebagai dasar dan batu penjuru (1 Kor. 3:11). Dalam hal ini ada kesejajaran dalam penggunaan kata batu bagi Yesus Kristus dan juga batu bagi setiap orang percaya, dan jemaat adalah kumpulan batu-batu yang hidup. Hal yang sama juga digambarkan oleh Rasul Paulus yakni gereja sebagai tubuh dengan Kristus sebagai kepala dan setiap orang percaya adalah anggota-anggota tubuh (Ef. 4:15-16; band. Yoh. 2:21). Hal yang penting adalah kedua gambaran itu menekankan umat percaya sebagai komunitas dalam kebersamaan membangun gereja. Kristus dalam hal ini menjadi batu penjuru dasar persekutuan, menjadi pengikat orang percaya menjadi satu. Sebuah batu bukanlah sebuah dinding apalagi sebuah gereja; bagian anggota tubuh jelas tidak berguna tanpa adanya keutuhan bagian tubuh yang lain. Allah Mahatahu susunan batu orang percaya dan semua diletakkan dalam rencana-Nya sesuai dengan tugas dan talenta masing-masing.

 

 

 

Kini pertanyaannya: sebagai batu-batu yang hidup membangun gereja, apa yang kita tawarkan sebagai "persembahan rohani" kepada Allah? Ketika umat Yahudi mempersembahkan korban hewan sesuai dengan hukum Musa, maka imam akan membunuh dan memotong hewan itu, dan menempatkannya di altar. Persembahan memang perlu, tetapi di dalam Perjanjian Lama dinyatakan sangat jelas: ketaatan hati jauh lebih penting (band. 1Sam. 15:22; Mzm. 40:6; Am. 5:21-24). Allah menginginkan kita, menyerahkan diri kita sebagai persembahan batu yang hidup untuk pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus - menjauhkan keinginan nafsu dan kejahatan, setia mengikut Dia, menggunakan seluruh energi dan kemampuan bagi Dia, dan percaya Dia yang membimbing kita setiap hari. Di dalam kehidupan sosial modern yang individualistik saat ini, tidak dapat dipungkiri sangat mudah melupakan ketergantungan kita pada sesama umat Kristen lainnya, seolah semua bisa kita lakukan sendiri. Tetapi jangan lupa, ketika Allah memanggil kita untuk sebuah tugas dan dipergunakan sebagai batu hidup, Dia juga memanggil yang lain dalam mendukung tugas kita itu sebagai anggota keluarga Allah (Ef. 2:19-22). Bersama pribadi-pribadi yang lain itulah usaha kita menjadi sinergi yang berlipat ganda. Oleh karena itu, lihat dan carilah orang-orang seperti ini, dan bergabunglah dengan jemaat untuk memberi persembahan rohani yang indah bagi Allah.

 

 

 

Ketiga: Menjadi batu penjuru yang mahal (ayat 6-8)

 

Apa kira-kira batu yang diperhitungkan dalam "bangunan" gereja? Tidak lain tidak bukan adalah batu penjuru, yang dipakai sebagai dasar, ukuran, benchmark, paramater dalam menempatkan batu-batu yang lain. Batu penjuru adalah Kristus sendiri yang menjadi bagian utama dari bangunan Allah, yakni gereja-Nya. Yesus Kristus yang telah dibuang oleh umat Yahudi, tukang-tukang bangunan yang adalah kaum Sanhedrin (Kis. 4:11), telah menjadi batu penjuru yang mahal. Kini pertanyaannya, apa yang menjadi karakteristik sehingga Kristus sebagai batu penjuru yang mahal, dan bukan lagi Israel sebagaimana digambarkan oleh kitab Mazmur dan Yesaya?  Katakteristik Kristus sebagai batu penjuru dapat dilihat dari riwayatnya, yakni: (1) Yesus sebagai Batu Penjuru yang hidup sesungguhnya dapat dipercaya; (2) Yesus sangat berharga bagi orang percaya karena penebusan-Nya. Batu penjuru itu kini telah diletakkan di Sion, tempat bersemayam Allah. Dengan demikian, tidak salah perintah nas minggu ini agar kita datang kepada batu yang hidup itu, yaitu Yesus Kristus.

 

 

 

Kematian Tuhan Yesus merupakan pengganti korban penebusan dosa dan penghapus kesalahan dalam imamat Yahudi. Oleh karena itu bagi kita yang percaya, Ia sangat berharga dan mahal sebab melalui kematian-Nya kita bebas dari segala dosa dan konsekuensi dosa. Kita orang percaya pun tidak akan dipermalukannya. Meski kita diejek dan dihina sebagai orang-orang atau batu-batu yang terbuang, atau diejek sebagai orang yang tidak masuk akal karena percaya kalau Allah menjadi manusia, itu tidak perlu kita khawatirkan atau pikirkan. Yesus Kristus adalah Allah Pembela yang setia (Rm. 9:32-33; 10:11). Ia yang tidak dihargai dan dibuang oleh manusia (duniawi), namun kita dipilih dan dihormati dalam kerajaan sorga. Sekali kita percaya bahwa Allah adalah Allah Maha Pengampun, dosa-dosa kita telah kita akui dan ditebus oleh kematian Yesus, dan Dia kita jadikan sebagai Juruselamat hidup kita, dan menerima Roh Kudus sebagai Allah yang memimpin hidup kita sehari-hari, maka kita tidak akan dipermalukan.

 

 

 

Akan tetapi diingatkan dalam nas ini bahwa batu penjuru itu dapat menjadi batu sandungan, dalam arti menjadi batu yang mengganjal hidup seseorang sehingga terjatuh dan terjerembab. Hal ini juga diingatkan dalam Yes. 8:14 yang mengatakan, “Ia akan menjadi tempat kudus, tetapi juga menjadi batu sentuhan dan batu sandungan bagi kedua kaum Israel itu, serta menjadi jerat dan perangkap bagi penduduk Yerusalem." Bagi mereka yang tidak percaya Yesus, ini menjadi batu sandungan sebab mereka menolak Dia dan tidak mau percaya dengan apa yang dikatakan-Nya.  Mereka melakukan kesalahan besar dalam hidupnya, tersandung oleh Pribadi Agung yang dapat menyelamatkan dan memberi arti dalam hidup mereka, tapi karena pikiran buta dan penolakan akhirnya jatuh tersandung masuk ke dalam tangan penghukuman Allah. Penolakan kasih karunia Allah kini dapat membawa kepada penghukuman yang telah disediakan (band. Mat. 21:42-44; Rm. 9:22). Akan tetapi diingatkan nas minggu ini bahwa batu sandungan juga akan muncul bukan karena penolakan saja, tetapi juga ketika mereka yang percaya tidak taat pada Firman (Yoh. 12:48). Percaya saja tidak cukup tetapi juga taat dan setia; kita tidak hanya menjadi pendengar tetapi hendaklah juga pelaku firman (Yak. 1:22).

 

 

 

Keempat: Bangsa yang terpilih, imamat yang rajani (ayat 9-10)

 

Orang Kristen perlu memahami keimanan orang percaya. Pada masa Perjanjian Lama, umat Yahudi memiliki para imam yang berasal dari suku Lewi, salah satu dari dua belas suku keturunan Yakub. Mereka inilah yang ditunjuk sebagai imam yang mengurus Bait Allah, dan tidak bekerja mencari makan melainkan memperoleh persembahan persepuluhan dari umat. Sebagai pihak yang mengurus Bait Allah adalah tugas imam untuk mewakili umat dalam memberi persembahan kepada Allah, dan umat sendiri dilarang langsung menghampiri Allah, sebab mereka adalah umat yang berdosa (Kel. 28:1; 2Taw. 29:11). Ketika Kristus menang di kayu salib, Ia terbukti menang sebagai Raja dan pola hubungan berubah. Keimaman suku Lewi dibatalkan dengan kemenangan Kristus (Ibr. 7:11-17) dan orang percaya menjadi imam yang sebenarnya di hadapan Allah (Yoh. 14:6; 16:23-27; Ef. 2:18; 1Pet 3:18). Kini kita dapat langsung ke hadirat-Nya tanpa rasa takut (Ibr. 4:16), dalam arti posisi setiap orang percaya adalah imam bagi dirinya sendiri dan juga bagi sesama orang percaya (Why. 1:6; 5:10; 20:6). Inilah yang dimaksud dalam nas ini bahwa kita melalui Kristus telah menjadi imamat yang rajani, sebab Dia adalah Raja kita.

 

 

 

Kedudukan keimaman orang percaya tersebut juga membawa konsekuensi berkewajiban untuk hidup kudus (Tit. 2:14; 1Pet. 2:5, 9; 1:14-17). Sebagai umat yang kudus dalam pengertian dipilih dan dipisahkan dari orang lain yang belum/tidak percaya, berarti kita menjadi kepunyaan Allah sendiri sepenuhnya (Tit. 2:14; band. Kis. 20:28), jauh dari segala kehidupan kejahatan, dan kita dipanggil untuk memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar sebagai persembahan rohani kepada-Nya. Kita telah dipanggil keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib dan terang itu kita sebarkan melalui pemberitaan firman-Nya (Kis. 4:31; 1Kor. 14:26; 2Tes. 3:1; 1Pet. 2:9; 3:15). Kita ditugaskan untuk membawa orang lain kepada-Nya (2Kor. 5:18-21), mendoakan agar semua orang saling mendukung dan dapat diselamatkan (Kol. 4:12; 1Tim. 2:1; Why. 8:3). Maka ketika kita menjadi satu dengan Kristus sebagai bagian dari tubuh-Nya, maka kita telah bergabung dengan pekerjaan keimaman-Nya sebagai wujud rekonsiliasi Allah dengan manusia.

 

 

 

Manusia sering sekali mendasarkan konsep dirinya sesuai dengan pencapaiannya. Akan tetapi hubungan pribadi kita dengan Kristus jauh lebih penting dari semua keberhasilan kita, pekerjaan, kekayaan, dan bahkan pengetahuan dan kedudukan kita. Kristus telah membuka jalan ke tempat Yang Maha Kudus bagi kita semua orang percaya, dan kita telah dipilih oleh Allah menurut kehendak-Nya, dan kita juga dipanggil untuk menjadi utusan-Nya bagi orang lain. Ingatlah bahwa nilai diri kita datang dari posisi kita sebagai anak-anak Allah, dan itu bukan hal yang kita capai. Kita berharga oleh karena Allah membuat demikian, bukan karena atas hal yang kita lakukan. Dengan demikian, kita yang dahulu bukan umat Allah, tetapi sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihani tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan (band Hos. 1:6, 9; 2:23). Inilah semua yang membawa kita kepada bangsa yang terpilih, imamat yang rajani.

 

 

 

Penutup

 

Melalui bacaan minggu ini kita diminta membuang segala kejahatan dan bersikap seperti bayi yang rindu akan susu yang murni dan tidak tercemar. Sikap hasrat itu harus diungkapkan dalam kerinduan untuk membaca dan merenungkan firman Tuhan sebagai makanan/susu rohani keseharian kita. Semua itu bertujuan agar hidup kita terus dikuduskan dan dipergunakan sebagai batu yang hidup oleh Allah, baik sebagai pribadi maupun sebagai persekutuan jemaat, agar semua dapat memberikan persembahan rohani yang berkenan kepada-Nya. Allah Bapa telah membuat Yesus sebagai batu penjuru yang mahal dengan menyelamatkan kita dari dosa-dosa dan kematian, tetapi sekaligus Yesus juga dapat menjadi batu sandungan bagi mereka yang menolak dan tidak taat pada firman-Nya. Ketaatan itu penting dalam membangun bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, yakni kita jemaat-Nya. Pembangunan suatu rumah rohani bagi Allah hanya dapat dibangun oleh jemaat kudus, secara pribadi maupun sebagai komunitas. Untuk itu kita perlu saling mengingatkan gereja-Nya untuk selalu setia pada tugas panggilan pelayanan yang telah diberikan, sebab gereja adalah pelayanan sekaligus sebagai alat pelayanan.

 

Selamat beribadah. Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 455 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7546399
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
65451
65706
299165
7204198
581261
1386923
7546399

IP Anda: 172.69.165.57
2024-11-23 23:42

Login Form