Saturday, November 23, 2024

Khotbah Minggu 12 Februari 2023

Khotbah Minggu VI Setelah Epifani - 12 Februari 2023

 ALLAH YANG MEMBERI PERTUMBUHAN (1Kor. 3:1-9)

Bacaan lainnya: Ul. 30:15-20; Mzm. 119:1-8; Mat. 5:21-37

 

Pendahuluan

Paulus menggunakan kata-kata pada nas ini dengan nada ironi, agar jemaat Korintus sadar akan adanya kerancuan dalam diri mereka: mereka rohani dan "matang" (ayat 2, 6; Yun. teleios, juga: "dewasa") karena telah menerima Roh dan hikmat Allah (ayat 2, 10-12), tetapi seperti bayi dan menjadi manusia duniawi karena hidup seperti manusia biasa yang belum menerima Roh (ayat 4). Sadar, bertobat, dan setia kepada jati diri, ini sebenarnya maksud Paulus bagi mereka. Dari perpecahan, iri hati, dan perselisihan yang terjadi di antara mereka (ayat 3), mereka justru tampak "belum dewasa" (ayat 1; Yun. nepios, juga: "bayi"). Paulus menyebut mereka seperti "manusia duniawi" (ayat 1; Yun. sarkinos); bahkan mereka adalah "manusia duniawi" (ayat 3; Yun. sarkikos). Dari perbedaan istilah yang digunakan, jelas bahwa jemaat Korintus tidak masuk kategori "manusia duniawi" yang tidak mengenal Allah.

 

Pertama: Jemaat pemula yang masih bertumbuh (ayat 1-2)

Seorang pribadi memiliki tubuh. Di lain pihak, sebuah jemaat sebagai kumpulan pribadi-pribadi juga adalah sebuah tubuh. Pertumbuhan jemaat seperti pertumbuhan tubuh fisik yang melalui tahapan bayi, anak-anak, remaja, pemuda dan dewasa. Pertumbuhan tubuh hanya dimungkinkan apabila menerima asupan makanan yang cukup dan bergizi. Latihan fisik akan membuat tubuh semakin sehat (1Pet. 2:2; 1Tim 4:8) sebab berhubungan dengan daya tahan. Bagi mereka yang masih bayi dan anak-anak, makanan yang baik bagi pertumbuhan tubuhnya adalah susu dan yamg lunak, tidak mungkin diberi makanan yang keras yang dapat merusak pencernaan tubuh mereka. Namun perlu juga kita lihat pada ayat lain pemakaian kata susu bahwa sikap seorang bayi yang rindu akan susu yang murni juga mencerminkan kehausan akan kebenaran (1Pet 2:2).

 

Demikian juga perkembangan jiwa dan rohani memerlukan tahapan yang sesuai dengan perkembangan tubuhnya agar setiap tahapan perkembangan jiwanya tidak terjadi ketimpangan (mismatch). Ujian dan pencobaan dalam perjalanan hidup adalah tempaan yang membuat jiwa dan rohani semakin dewasa sepanjang didukung oleh kesadaran dan penerimaan hikmat Allah. Ketertutupan dan penolakan bahwa ujian penderitaan dan pencobaan merupakan jalan untuk membuat kedewasaan rohani merupakan sikap arogansi dan keras kepala. Demikian juga sebuah jemaat yang belum dewasa secara rohani umumnya masih berpikir duniawi yang dikendalikan oleh keinginan-keinginan sendiri, yang masih hidup di dalam daging, hawa nafsu dosa (Rm, 7:5) sementara jemaat yang matang rohani adalah mereka yang seirama dengan kehendak Allah.

 

Paulus sebagai orang yang mengawali penginjilan di Korintus awalnya menyadari bahwa jemaat Korintus adalah jemaat muda dan masih bersikap manusia duniawi. Namun setelah beberapa waktu berlalu, mendengar laporan perkembangan jemaat, Paulus melontarkan kekecewaannya dan menyebutnya sebagai jemaat yang belum dewasa rohani dan belum sehat, dan mengatakan mereka belum siap untuk menerima makanan keras. Ini adalah ungkapan yang cukup keras darinya. Paulus memberi contoh, seperti mereka suka bertengkar bagaikan anak-anak serta mereka lebih senang terkelompok dan terpecah. Anak-anak yang berpikiran sederhana dan lemah dalam iman. Alkitab berkata, “Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil (Ibr. 5:13).” Kini pertanyaannya, seberapa besar keinginan hati kita mengendalikan hidup kita? Hidup yang dikendalikan oleh keinginan hati membuat pertumbuhan rohani kerdil (stunt).

 

Kedua: Iri hati dan perselisihan (ayat 3-5)

Berdasarkan Alkitab dalam hubungan dengan persektuan dengan Yesus dan Roh Kudus, ada berbagai tipe manusia. Tipe pertama adalah mereka yang belum bertobat, tidak mengakui Yesus adalah Anak Allah dan menolak Ia sebagai Juruselamat hidupnya (1Kor. 2:14). Mereka bahkan ada yang menolak keberadaan Allah dengan segala kuasa-Nya mencampuri kehidupan manusia, yang bagi mereka setiap pencapaian dirinya adalah hasil usaha sendiri semata. Allah berada di luar sistem proses itu.  Ada juga di antara mereka yang berusaha mencari hikmat Allah dengan caranya sendiri. Tipe manusia kedua adalah mereka yang percaya Yesus tetapi belum sepenuhnya menyerahkan hidupnya bagi Dia. Mereka masih sering dikuasai oleh nafsu dunia dan kedagingan. Mereka ini yang bisa dianggap anak-anak dalam Kristus, mereka percaya tetapi tabiat kedagingannya masih dominan (Rm. 7:19,24-25). Jemaat Korintus bisa dikategorikan dalam tipe kedua ini. Tipe ketiga adalah mereka yang rohaninya sudah dewasa dan hidupnya berjalan bersama Roh Allah. Allah menginginkan kita hidup seperti ini.

 

Bagi mereka yang tipe pertama, adalah tugas kita untuk membawa mereka pada Kristus, terlebih mereka yang terus hidup di dalam kegelapan dan kejahatan. Bagi mereka yang tipe kedua, ini tugas yang lebih sulit, sebab mereka percaya Yesus akan tetapi hidupnya masih jauh dari kebenaran. Sikap hidup inilah yang masih terlihat menonjol pada jemaat Korintus, seperti menyenangi keunggulan akal pikiran (1Kor. 1:18-25), kesombongan (1Kor. 3:21; 4:7), percabulan (1Kor. 5:1), dan lainnya yang dalam nas minggu ini ditekankan soal iri hati dan pertengkaran (ayat 3). Bagi tipe pertama dan kedua kadang dibedakan lagi dalam sikap penerimaan untuk berubah yang sumbernya kecongkakan dan mendewakan diri sendiri. Mereka belum sanggup mencerna pengajaran yang diberikan oleh Paulus. Hal itu terjadi bukan karena mereka kurang pintar dalam pikiran, melainkan karena sifat kedagingan yang masih berkuasa membuat mereka bodoh (Yak. 1:25; 1Pet. 2:1-2; 2 Pet. 3:18)

 

Iri hati muncul dari sikap tidak menerima diri sendiri dan berserah, tidak merasa puas dan bersyukur, dan melihat berkat dan karunia pada orang lain lebih hebat sehingga merasa ada persaingan dan perselisihan. Ada perasaan kuat ingin atau lebih dari orang lain dengan alasan yang tidak jelas. Perasaan iri dan cemburu yang tidak terkendali memacu niat dan perbuatan untuk merusak, khususnya pihak yang dicemburui.  Kalau upaya ini bisa berhasil maka yang muncul adalah sikap kesombongan, kepuasan diri yang palsu; dan kalau tidak berhasil maka yang muncul sebaliknya adalah kemunafikan, seolah-olah meninggikan diri, meski tidak sesuai keadaan. Ujung-ujungnya yang terjadi adalah perasaan kebencian, dendam, sehingga nas minggu ini mengingatkan kita bahwa iri hati itu yang membawa kepada perselisihan dan perpecahan. Apakah kita suka hal itu? Apa gunanya? Kita lihat hal yang terjadi akibat sikap iri hati Kain terhadap Habel atau Esau terhadap Yakub. Semua itu menjadi pemicu perpecahan dan kanker dalam tubuh jemaat dan jelas tidak berkenan bagi Tuhan.

 

Ketiga: Allah yang memberi pertumbuhan (ayat 6-8)

Pertumbuhan jemaat mengandung tiga dimensi, yakni: pertumbuhan kualitas, pertumbuhan kuantitas dan pertumbuhan kelembagaan. Pertumbuhan kualitas jemaat menyangkut kerohanian masing-masing anggota jemaat dan juga jemaat sebagai persekutuan orang percaya yang dapat diukur dengan pengetahuan Alkitab yang baik – bertambah dan diterapkan dalam kehidupan pribadi, rajin berdoa dan ibadah pribadi, aktif dalam kebaktian dan persekutuan, kesaksian, persembahan dan memberi, semangat misi, dan pelayanan lainnya. Pertumbuhan kuantitas jemaat menyangkut pertumbuhan internal yakni penambahan anggota gereja, pertumbuhan ekspansi dalam pengertian ke luar wilayah yang ada, pertumbuhan ekstensi (cabang) dan pertumbuhan penjembatanan (lintas budaya). Sebagaimana dikatakan tokoh pemikir pertumbuhan gereja George W. Peters, ada empat pilar dalam pertumbuhan kelembagaan. Pilar 1, gereja itu sehat sebagai komunitas yang berkualitas (Kis. 1:1 – 5: 42). Pilar 2, gereja itu memiliki bentuk/struktur yang melayani (Kis. 6: 1- 7). Pilar 3, gereja itu memiliki fungsi evangelisasi di komunitas lokal, inward maupun outward (Kis. 8: 1 – 12: 25); dan terakhir Pilar 4, gereja itu memiliki fokus dalam pelayanan dan evangelisasi global yang agresif (Kis. 13: 1- 28: 31). Dasar kita yang penting adalah memiliki prinsip jangan membiarkan gereja tidak bertumbuh yang dapat berarti mengatakan kepada banyak orang: biarkan mereka pergi ke neraka.

 

Alkitab menyatakan semua pertumbuhan itu perlu, baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitas, dan kelembagaan tadi. Untuk terjadinya pertumbuhan, setiap rasul termasuk Paulus ibarat menanam benih Injil dalam hati setiap pembaca atau pendengar. Mereka memberitakan sekaligus mengabarkan jalan keselamatan. Dalam nas minggu ini, Apollos, misalnya, disebut berperan menyirami benih itu agar setiap jemaat bertumbuh dengan baik dalam imannya. Dalam perumpamaan lain, Paulus ibarat membangun pondasi (bangunan) jemaat Korintus dan Apollos membangun di atas pondasi itu. Akan tetapi baik Paulus, Apolos, maupun para rasul dan nabi, penginjil dan termasuk hamba Tuhan saat ini seperti pendeta, majelis, pastur, gembala dan pengerja gereja lainnya, hanyalah hamba-hamba Tuhan yag melayani Allah, bukan melayani ambisi dan keinginan hati masing-masing.

 

Akan tetapi ironisnya, banyak anggota jemaat Korintus dan jemaat masa kini yang masih senang membuat kelompok-kelompok di antara mereka, membuat denominasi yang baru, lebih mengikuti pengajar-pengajar mereka (band. 1Kor. 1:11-13). Kita memang harus menghormati para pengajar/gembala, tetapi kita juga jangan mau terjebak terikut membuat atau membangun tembok-tembok pemisah di antara kita sendiri, yang mengakibatkan pelemahan dalam daya pekabaran Injil dan kesaksian. Dengan mengikut para pengajar/gembala dan membentuk denominasi baru, kita seolah-olah menempatkan mereka seperti Tuhan yang baru bagi kita. Kita harus menyadari, bagaimanapun, Allah-lah yang membentuk pengajar dan membuat pertumbuhan bagi iman kita. Yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah pemberi pertumbuhan. Semua akan memperoleh upah sesuai dengan apa yang dikerjakannya, dan buahnya, dapat berupa damai sejahtera atau malah pertentangan dan perpecahan.

 

Keempat: Kita adalah kawan sekerja Allah (ayat 9)

Tanaman yang baik umumnya dikembangkan dari bibit, media, dan pupuk yang baik. Bibit yang baik harus ditanam di media yang baik. Bila medianya tidak baik, bibit yang baik itu akan mati. Tidak hanya bibit dan media yang baik, para petani juga harus memberikan pupuk yang baik untuk memaksimalkan pembuahan dan hasil panennya. Yesus mengungkapkan bahwa ke dalam hati setiap pendengar-Nya telah ditaburkan bibit yang baik, yaitu Firman Allah. Layaknya seorang petani yang mengharapkan panen yang melimpah, Yesus pun berharap demikian. Namun, persoalannya adalah bahwa Yesus hanya menyediakan bibit yang baik, sementara penyediaan media dan pupuk dipercayakan sepenuhnya kepada para pendengar-Nya. Media tempat Firman Allah ditaburkan adalah hati setiap pendengar-Nya. Hati yang baik akan menjadi media yang subur. Sebaliknya hati yang buruk, resistan, dan abai terhadap Firman Allah menjadi media yang mematikan

 

Pekerjaan dalam perluasan kerajaan Allah melibatkan banyak orang dengan berbagai talenta dan karunia. Tidak ada superstar dalam tugas pelayanan ini, semua adalah anggota yang mempergunakan seluruh kemampuannya. Kita dapat menjadi anggota tim yang berguna hanya dengan menyampingkan keinginan hati dan keinginan duniawi dan menerima tugas itu dengan bertanggungjawab. Jangan mencari kebanggaan atau kehormatan yang dicari oleh mamusia dunia, semuanya itu tidak berharga; tetapi carilah hal yang menyenangkan hati Tuhan.

 

Gereja bertumbuh oleh kuasa Allah melalui usaha manusia yang terampil. Kita adalah kawan sekerja Allah (1Kor. 3: 6, 9); Menanam dan mengelola kebun Tuhan (1Kor. 3: 5-9); Membangun bangunan Tuhan (1Kor. 3: 10-13); Memanen ladang Tuhan (Mat. 9: 37-38): Mengembangkan tubuh Kristus (Rm. 12: 4-8; Ef. 4: 16). Rick Warren menekankan 5 dimensi pertumbuhan gereja yang berhubungan dengan kualitas, yakni: semakin akrab melalui persekutuan; semakin sungguh-sungguh melalui pemuridan; semakin kuat melalui ibadah; semakin besar melalui pelayanan; dan semakin luas melalui penginjilan.

 

Penutup

Seharusnya tujuan hidup kita membiarkan Allah bekerja sesuai dengan keinginan-Nya di dalam diri kita. Jangan kita berkata takut kepada Allah, tetapi dalam pemahaman kehidupan pribadi kita terlepas dari pimpinan dan campur tangan Allah. Kawan sekerja Allah berarti kita semua adalah sesama pekerja yang dimiliki oleh Allah. Kita dapat melihat pertumbuhan berhasil dan kita bermegah bersama hanya di dalam Tuhan, bukan bermegah dalam kekuatan para hamba. Sebab, yang terpenting dalam pertumbuhan jemaat hanyalah Allah sendiri. Jadilah diri Anda yang sebenarnya: yang rendah hati, taat, dan asih; yang dalam Roh-Nya sejati rohani tanpa keangkuhan. Tuhan Yesus memberkati.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 6 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7549878
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
2988
65942
2988
7247234
584740
1386923
7549878

IP Anda: 162.158.163.109
2024-11-24 02:29

Login Form