Saturday, November 23, 2024

Khotbah Natal 25 Desember Tahun 2022

 Khotbah Hari Raya Natal Tahun 2022

 KASIH KARUNIA ALLAH SUDAH NYATA (Tit. 2:11-14)

Bacaan lainnya: Yes. 9:2-7; Mzm. 96; Luk. 2:1-14, 15-20

 

Pendahuluan

Nas di hari natal ini mengambil tema kasih karunia yang nyata sebagai wujud telah lahirnya Tuhan Yesus menjadi manusia. Kita mengetahui bahwa Allah menjadi manusia oleh karena kasih-Nya yang demikian besar akan dunia ini, bagi orang yang percaya untuk diselamatkan sehingga mereka memperoleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16). Sukacita itu mungkin belum semua dapat merasakannya, karena pergumulan dan persoalan yang dihadapi, sama seperti pada masa itu masih banyak terjadi penjajahan, perbudakan dan dampaknya berupa ketidakadilan, kemiskinan dan penderitaan. Nas ini merupakan pengharapan agar semakin dikuatkan. Meski pembebasan fisik itu belum seluruhnya digenapi mengingat hari Tuhan belum tiba, namun pengharapan terhadap keselamatan harus dijaga. Berita kelahiran Mesias itu adalah momen yang membawa sukacita, menjadi kasih karunia bagi semua orang. Melalui nas di hari natal ini, kita mendapatkan sukacita sebagai berikut.

 

Pertama: Kasih karunia itu menyelamatkan (ayat 11)

Kecenderungan manusia berbuat dosa atau “dosa asal” merupakan hal yang tidak terbantahkan. Adanya godaan dan keinginan tubuh serta naluri kesombongan yang dieksploitir oleh setan membuat manusia terus berbuat dosa dan tidak mudah lepas dari jeratnya. Dari sudut pandang duniawi, memang bisa dikatakan, perbuatan dosa dapat memberikan rasa “enak” sesaat, akan tetapi kita tahu bahwa perbuatan itu melanggar perintah Tuhan dan tidak disukai oleh-Nya. Oleh karena itu, Alkitab berkata semua manusia telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Dari sudut pandang “keadilan dunia”, perbuatan dosa yang “kecil” mungkin dapat ditebus dengan denda, perbuatan baik yang banyak atau kerja sosial. Akan tetapi ketika dosa yang dilakukan sedemikian besar, misalnya membunuh atau tindakan pemerkosaan, maka tebusan atau denda tidak akan bisa dibayar dengan perbuatan baik. Hukum PL atau agama tertentu mengatakan: mata ganti mata, nyawa ganti nyawa. Kalau itu tidak menyangkut nyawa maka kitab PL mengajarkan tebusan dengan hewan korban bakaran dapat menghapus dosa.

 

Dalam kerangka itu kemudian Allah menetapkan Yesus anak-Nya menjadi manusia dan menjadi tebusan bagi semua orang yang percaya. Menjadi tebusan tidak lagi memperhitungkan jumlah dan berat kesalahan serta dosa yang dimiliki, melainkan mengacu kepada pertobatan yang dilakukan dan ketaatan menjadi murid-Nya. Inilah kasih karunia itu yang datang dari Allah dan menjadi nyata ketika Allah menetapkan Yesus menjadi manusia dan menyatakan kasih-Nya bagi semua orang. Inilah penggenapan janji dan rencana Allah untuk keselamatan manusia. Semua itu adalah belas kasihan dan kebaikan Allah untuk maksud menyelamatkan mereka yang mengasihi-Nya (1Tim. 2:4). Oleh karena itu Alkitab berkata bahwa kasih karunia itu menjadi nyata di dalam Tuhan Yesus Kristus dan menyelamatkan (band. 2Tim. 1:10).

 

Maksud kasih karunia dan kemurahan Allah tentu untuk menuntun kita kepada pertobatan (Rm. 2:4) sebagai syarat utama keselamatan. Tanpa ada pertobatan maka tidak ada kasih karunia. Sebab itu Yohanes Pembaptis dan Yesus sendiri sejak awal mengobarkan agar manusia bertobat (dahulu dan segera) karena kerajaan Allah sudah dekat, dan kasih karunia itu telah di depan mata. Namun manusia dengan kesombongannya bisa menolak kasih karunia itu (Gal. 2:21), atau menerima dengan sia-sia dalam arti tidak memanfaatkannya (2Kor. 6:1), atau menjauhkan diri (Ibr. 12:15) dan hidup di luar kasih karunia itu (Gal. 5:14). Namun, alangkah sayangnya, kalau kita melakukan itu. Bukankah Allah telah demikian baiknya menggenapi janji-Nya dan kini menjadi nyata, serta siap menebus dan berkarya dalam diri kita? Maka carilah terus kasih karunia itu dengan penuh ketekunan dan keberanian (Ibr. 4:16).

 

Kedua: Kasih karunia itu mendidik dan memberi hikmat (ayat 12)

Dalam ayat 12 ini dikatakan bahwa kasih karunia itu mendidik. Kasih karunia dengan Roh (Kudus) mendidik dan memimpin hidup kita agar meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi. Meninggalkan kefasikan berarti berhenti membuat orang lain (sesama) menanggung susah; selalu ramah dan bersikap lemah lembut terhadap semua orang dan jauh dari pertengkaran, hidup dalam kejahatan dan kedengkian, keji, dan saling membenci (Tit. 3:2-3). Meninggalkan keinginan duniawi berarti tidak hidup dalam kejahilan, taat, tidak sesat, tidak menjadi hamba berbagai-bagai nafsu dan keinginan, dan tidak angkuh atau sombong (band. 2Tim. 2:19-26; 1Yoh. 2:16). Kita harus menyadari bahwa kepuasan dan kenikmatan duniawi adalah sesuatu yang tidak dapat kita bawa ke sorga dan tidak dapat kita perlihatkan kepada Allah. Maka mengapa kita harus menghabiskan pikiran dan tenaga untuk sesuatu yang tidak kita bawa ke sorga?

 

Kita yang sudah memperoleh kasih karunia itu juga harus penuh hikmat dengan hidup bijaksana, dalam arti melihat semua persoalan hidup dari sudut kacamata rohani, bukan duniawi, serta berusaha mendapatkan pengajaran melalui firman Tuhan. Melalui pengajaran maka kita hidup dengan sikap yang adil dan itu adalah ibadah yang baik kepada Tuhan. Sikap adil merupakan kewajiban terhadap sesama dan itu bukti kesetiaan terhadap Allah. Memang orientasi hidup kita adalah saat Tuhan datang nanti kedua kalinya, tetapi sangat ditekankan bahwa sikap hidup seperti itu harus dimulai dari dunia sekarang ini. Roh Kudus memberi kuasa supaya kita bisa hidup dengan cara yang demikian dan mampu membendung godaan dan manipulasi si jahat untuk berbuah lebih baik.

 

Perubahan yang demikian lebih terfokus pada orientasi tujuan hidup yang bukan lagi untuk kesenangan diri, melainkan menempatkan Tuhan sebagai hal yang utama dan istimewa. Segala hal yang dapat mengubah tempat Tuhan dalam pilihan sehari-hari, kini menjadi tersingkirkan: apakah itu demi keluarga, kebanggaan berupa penghargaan dan kedudukan, atau kenikmatan tubuh dan harta duniawi. Kasih karunia dan keselamatan itu bukan untuk dinikmati sendiri, tetapi ada tanggung jawab untuk membagikannya kepada orang lain. Itu adalah respon syukur dari manusia yang menerimanya, yakni membagikannya kepada orang lain. Pelanggaran prinsip ini membuktikan bahwa kasih karunia yang diberikan itu sebenarnya sudah menjadi sia-sia dan tidak memanfaatkannya sebagai kekuatan untuk menyenangkan hati Allah pemberi kasih karunia itu.

 

Ketiga: Kasih karunia itu penuh pengharapan untuk kemuliaan (ayat 13)

Hidup di dalam kasih karunia dan Roh yang menghasilkan didikan dan hikmat, membuat kita kadang harus mengadapi kesulitan dan penderitaan. Kadang hal itu datangnya tanpa alasan sebab musabab dan penjelasan yang bisa dicerna oleh akal sehat, meski kadang itu datangnya bisa dari sikap atau perbuatan orang lain. Memang seperti dikatakan orang bijak melalui pengalaman, “tidak mudah untuk hidup benar di tengah-tengah orang yang tidak benar.“ Maka pengharapan adalah satu-satunya menjadi sauh yang kuat dan membuat kita menjadi lebih tegar dan kokoh menghadapi segala persoalan. Pengharapan dalam sisi duniawi sering kali terbatas, tetapi pengharapan pada sisi sorgawi luar biasa besar dan menguatkan, dan itu akan dipulihkan di dunia melalui datangnya Tuhan Yesus.

 

Pengharapan terhadap datangnya Tuhan Yesus memberi tiga manfaat yang bisa kita antisipasi. Pertama, kita secara pribadi akan hidup bersama-sama dengan Yesus baik dalam pengertian melalui kematian badani maupun melalui pengangkatan. Kedua, kedatangan Tuhan Yesus menjamin pembebasan kita dari segala dosa-dosa dan penghukuman; dan terakhir, kedatangan Tuhan Yesus akan memberikan dunia baru dan langit baru sebagai pemulihan alam semesta dan kehidupan ini, yang pasti akan berwujud lebih indah dengan tidak ada lagi tangisan dan kesedihan. Dalam kehidupan yang baru itu kita tentu akan mengambil bagian dengan segala kemegahan dan kemuliaan yang layak kita terima nantinya.

 

Kasih karunia yang memberi pengharapan kemuliaan melalui datangnya Tuhan Yesus itu merupakan kekuatan hidup yang baru. Hidup kita akan dipenuhi dengan Roh dan antusiasme (enthuastic=en theos= di dalam Tuhan) menjadikan kita ibarat menantikan kedatangan seorang Raja yang besar dan agung,  yang membuat semua sisi kehidupan kita harus dipersiapkan bersih, teratur, apik dan cantik, agar Raja yang akan datang itu menjadi gembira sebab menyukakan hati-Nya. Dua kata ini yakni “berharap” dan “hidup” memang berkaitan dan saling mempengaruhi, sebab dikatakan bahwa mereka yang tidak berpengharapan justru ibarat mayat hidup kehilangan gairah dan optimisme, dan mereka itu adalah pecundang, orang yang kalah. Akan tetapi mereka yang penuh harap, menjadi lebih hidup dan bersemangat, sehingga mereka layak untuk mendapatkan kemuliaan. Pengharapan itu harus dimiliki oleh semua orang percaya, tanpa mempermasalahkan waktu tepatnya tiba, melainkan dengan pikiran setiap saat bunyi terompet sangkakala bisa menghentak dan Raja Kemuliaan itu menyatukan kita dengan Dia dan semua orang dikasihi-Nya.

 

Keempat: Kasih karunia itu membebaskan dan menguduskan (ayat 14)

Apabila seseorang menerima kasih karunia yang sudah nyata di dalam Yesus Kristus, maka dirinya harus berubah. Harus ada tampak perubahan dari sikap dan tindakannya sebagai buah dari pertobatan dan respon otomatis dari penerimaan kasih karunia itu. Apabila seseorang sudah menerima kasih karunia itu namun masih terus berbuat dosa, maka sebenarnya ia belum memahami makna pertobatan, penerimaan kasih karunia, dan keselamatan. Kasih karunia itu mendorong seseorang untuk menyenangkan hati Tuhan yang telah berbaik hati memberi keselamatan meski dengan dosa dan kesalahan yang sedemikian besar. Kasih karunia itu bekerja melalui Roh yang menguasai hati dan pikiran penerimanya, dan begitulah cara Roh bekerja melalui kasih karunia. Semua itu adalah buah kuasa inkarnasi Yesus menjadi manusia dalam kehidupan sehari-hari.

 

Kelahiran Yesus sebagai kasih karunia merupakan kuasa inkarnasi yang dapat mengubah manusia lama menjadi manusia baru. Kuasa kasih karunia itu menjadi keajaiban yang mampu mengubahkan pribadi dan sikap hidup yang diberikan Tuhan Yesus melalui Roh Kudus. Pembebasan dalam nas ini yang berlatar belakang jerat penjajahan dan perbudakan, lebih menekankan pembebasan dari jerat iblis dan godaannya, yang membuat manusia hidup bergelimang dengan dosa dan penderitaan yang menyertainya. Seorang manusia yang dijerat tanpa bisa melakukan sesuai kehendaknya, adalah sasaran kasih karunia itu. Kebebasan dari yang jahat dimaksudkan agar manusia dapat memilih jalan yang lebih baik untuk dapat menyenangkan Tuhannya dan sekaligus bersukacita dalam melakukan hal itu. Tidak mungkin orang bersukacita dalam jerat, dalam perhambaan, tetapi sukacita hanya lahir karena kebebasan dan kebebasan itu dipakai untuk perbuatan baik. 

 

Pembebasan dari yang jahat dan tidak benar untuk melakukan perbuatan baik dan inilah yang menjadi ciri yang menerima kasih karunia. Dengan pembebasan itu dan terbitnya semangat untuk berubah dan berbuah membuat penerima kasih karunia perlu dikuduskan sebab Allah adalah kudus. Menjadi kudus berarti kita menjadi istimewa, spesial, diakui sebagai anak-anak-Nya dan menjadi milik Tuhan (1Pet. 2:9). Namun setiap orang yang menerima kasih karunia itu juga harus menyadari bahwa penerimaan kasih karunia itu dan proses pengudusannya, hanyalah dengan syarat ia hidup di dalam terang dan kekudusan, sebab jikalau masih hidup dalam gelimang dosa maka kasih karunia itu menjadi tidak berarti dan pengudusan pun tidak terjadi (1Yoh. 1:7). Ini seperti kata nabi Yesaya, “berhentilah berbuat jahat; belajarlah berbuat baik (Yes. 1:16b-17a). Seseorang yang berbuat jahat, bukanlah milik Tuhan, melainkan masih menjadi milik iblis atau hidup untuk dirinya sendiri. Semua proses pemberian kasih karunia, pengudusan dan menjadi milik Tuhan hanya dimaksudkan agar kita dapat hidup di dalam terang dan sekaligus melakukan perbuatan baik (Mat. 5:16; Ef. 2:10).

 

Penutup

Nas di hari yang istimewa ini mengingatkan kita kembali tentang kasih karunia Allah yang baik itu melalui Yesus telah menjadi nyata. Allah menjadi manusia dengan lahir di kandang domba adalah Jalan dan Kebenaran yang baru dalam menjalani kehidupan ini. Semua itu tujuannya adalah keselamatan hingga nanti di dalam kekekalan. Jalan itu diberi petunjuk melalui didikan agar kita semakin taat dan bijaksana dan itu adalah ibadah yang baik kepada Tuhan. Memang kadang kala kita harus menderita karena kasih karunia itu, tetapi nas ini mengingatkan agar kita terus berpengharapan, berpengharapan akan kedatangan Tuhan Yesus kedua kalinya. Kita akan terus dibekali, dikuduskan dan menjadi milik kepunyaan-Nya. Dalam penantian dan pengharapan itu juga, setiap orang percaya dan penerima kasih karunia itu diminta terus untuk berkarya melalui perbuatan baik.

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 15 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7550065
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
3175
65942
3175
7247234
584927
1386923
7550065

IP Anda: 162.158.163.243
2024-11-24 05:40

Login Form