Tuesday, December 03, 2024

Khotbah Minggu Adven II - 4 Desember 2022

Minggu Adven Kedua Tahun 2022

TARUK DARI PANGKAL ISAI AKAN TERBIT (Rm. 15:4-13)

Bacaan lainnya: Yes. 11:1-10; Mzm. 72:1-7, 18-19; Mat. 3:1-12

 

Pendahuluan

Bacaan minggu ini diambil dari Rm. 15 berbicara tentang pentingnya kita belajar Perjanjian Lama, sebab banyak hikmat yang diberikan dan khususnya janji di dalamnya. Janji datangnya Mesias melalui tahta Isa dan Daud telah menjadi kenyataan 2000 tahun lalu. Melalui nas yang kita baca, kita diberi pelajaran kehidupan sebagai berikut.

 

Pertama: Pengharapan oleh ketekunan dari PL (ayat 4)

Hal yang dimaksudkan pada kalimat "segala sesuatu yang ditulis dahulu" merupakan kitab Perjanjian Lama (PL) dan bukan mengacu kepada surat-surat dalam Perjanjian Baru (PB) yang sudah beredar pada saat itu. Memang ini menjadi hal yang prinsip bagi umat Kristiani, mengapa kita tetap menganggap PL itu sebagai kitab suci, meski kisah perihal Tuhan Yesus secara spesifik ditulis dalam PB. Hukum Taurat yang merupakan salah satu inti dalam PL juga telah “dibaharui” dengan semangat kasih yang lebih besar, tidak hanya dibaca secara harafiah sebagaimana layaknya umat Yahudi saat itu.

 

Namun kita tetap perlu berpegang pada kitab PL sebab itulah yang mendasari PB. Tanpa PL maka PB seolah kisah dan janji yang terputus dan melayang. Kitab suci memang tidak hanya berisi aturan dan norma etis saja, melainkan juga suatu risalah gambaran masa lampau alam semesta ini dengan segala isinya dan nubuatan eskatalogis akan masa depannya. Memang yang dimaksudkan bukan harus dalam pengertian sejarah atau antropologis lengkap, sebab kitab suci bukanlah kitab sejarah. Maka berdasarkan hal itu, kita bisa mengatakan bahwa kitab PL (bersama PB) adalah yang terbaik dari seluruh kitab suci yang ada. Di samping tentang pengenalan kita akan Allah sebagai Pencipta alam semesta dan isinya, dan terjadinya kejatuhan dosa pada manusia, hal utama lainnya pada kitab PL adalah: Pertama, kitab PL merupakan dasar dari segala janji keselamatan - yang sudah digenapkan sebagian dalam PB dan kegenapan sepenuhnya akan terjadi pada kedatangan Yesus kedua kalinya. Kedua, kitab PL berisi banyak sejarah jatuh bangunnya pribadi, pemimpin, kelompok dan bangsa-bangsa yang menjadi pelajaran penting bagi setiap umat dan pembacanya. Ketiga, kitab PL banyak berisi hukum moral dan hikmat yang menuntun orang percaya dalam bertindak sebelum amanat hidup baru dalam PB.

 

Oleh karena itu, nas minggu ini mengatakan bahwa kita dapat belajar tentang pengharapan, ketekunan dan penghiburan dengan membaca kitab PL, sebab begitu banyak kisah dan pengalaman manusia sebagai pribadi, kelompok, suku dan bangsa (Israel) yang dapat kita petik dan jadikan sumber inpirasi dan referensi. Ini sangat penting dan berharga bagi kehidupan praktis. Demikian juga kita dapat melihat bahwa mereka yang setia dan bertahan dalam pencobaan di jalan yang sulit, maka Tuhan akan memberi kekuatan dan menjadi pemenang. Ketabahan dalam jalan Allah menjadi ujian bagi orang percaya untuk tetap setia dan berserah. Sementara bagi mereka yang tidak setia dan jahat maka Tuhan akan memberikan hukuman. Semua kisah itu menjadi janji-janji dan pedoman Allah. Dapat dikatakan, mengetahui PL dan memahaminya akan mempengaruhi perilaku dan sikap kita secara langsung. PL memberikan firman dan kisah sebagai sumber inspirasi kekuatan dan pengharapan, maka kitab PB memberikan Tuhan Yesus sebagai sumber kekuatan itu sendiri.

 

Kedua: Rukun dan terimalah satu yang lain serta layani (ayat 5-7)

Salah satu masalah yang paling besar di bumi ini adalah tidak adanya kebersamaan. Kebersamaan merupakan energi yang dahsyat dalam memecahkan masalah. Sebaliknya egoisme dan berpikir sempit hanya untuk kepentingan diri sendiri atau apatisme jelas membuat masalah semakin membesar dan melebar. Hal itu dapat kita lihat ketika manusia lebih banyak membelanjakan hal-hal yang tidak perlu seperti persenjataan dan perang sementara masih begitu banyak masalah kelaparan dan kemiskinan yang melanda. Demikian juga dengan pertikaian antar suku, ras, golongan dan agama (SARA) jelas bukan sesuatu yang produktif. Tapi itulah kelemahan manusia yang dimanfaatkan oleh iblis.

 

Allah menciptakan keragaman dengan kesetaraan. Nas ini diberikan Tuhan melalui Rasul Paulus sebab gereja Roma saat itu berisi keragaman jemaat: Yahudi dan bukan Yahudi, kaya dan miskin, majikan dan hamba dan lainnya. Mereka tidak bisa menikmati keragaman itu dan bahkan terus mempertahankan gengsi. Padahal, Allah menciptakan kesetaraan: warna hitam setara dengan warna putih, kuning atau biru; warna hitam dapat memberi aksentuasi, tidak selamanya berkonotasi gelap. Kita diberikan realitas perbedaan adalah untuk mencari keseimbangan. Kaya-miskin dimaksudkan untuk terjadinya kesejahteraan. Pintar-bodoh dimanfaatkan untuk terciptanya pengajaran dan hikmat. Kuat-lemah diharapkan menjadi ikatan yang lentur dan sigap. Majikan dan pekerja ada untuk produktifitas. Oleh karena itu melalui ayat dalam nas ini disebutkan agar mereka yang imannya kuat membantu mereka yang imannya lemah. Dasar imannya kuat mungkin karena lebih pintar dan menjadi sombong (band. 1Kor. 8:1). Tujuannya agar saling memperhatikan dan menolong. Harmoni dalam kerukunan adalah tujuan dari semua perbedaan.

 

Maka dalam perbedaan itu kita diminta untuk terbuka, yang kuat menerima yang lemah, dan yang berkecukupan berbagi dengan yang berkekurangan. Kita kuat dalam satu bidang tetapi mungkin lemah dalam bidang lain. Saling mengisi. Tentu sangat bagus mengetahui kedua hal ini, agar kita bisa menghindari banyak terlibat dalam bidang yang lemah ini dan membuat kehidupan rohani kita terganggu. Kita menyenangkan hati Allah hanya dengan menyenangkan hati sesama. Pertengkaran apalagi permusuhan karena perbedaan dengan sesama membuat Allah berduka. Semua itu hanya dapat terwujud apabila kita satu hati dalam melihat tujuan Allah, yakni kebaikan bagi semua dan tidak ada yang lepas dari keselamatan. Cukup sudah kedukaan Allah melalui pemusnahan di masa Nuh dan disalibkannya Tuhan Yesus, kita tidak perlu menambahinya. Maka berusahalah rukun dan terimalah satu dengan yang lain, sebagaimana Kristus telah menerima kita orang yang hina dan berdosa (band. 1Kor.1: 10; Ef. 4:3; Flp. 2:2). Kristus adalah kuncinya yang dibuat sebagai teladan dan batu penjuru dalam kehidupan.

 

Ketiga: Bersukacitalah, hai bangsa-bangsa, dengan umat-Nya (ayat 8-11)

Kristus hadir di bumi untuk melayani. Ia datang bukan untuk dilayani dan dengan keteladanan itulah Yesus memperlihatkan kasih sebagai dasar kerukunan dan persatuan (band. Yoh. 17:21; Mzm. 69:9). Itulah tujuan Dia datang dan menjadi manusia. Kesamaan dalam melihat tujuan membuat kebersamaan dan damai sejahteranya kelompok, baik dalam wujud gereja, bangsa dan perkumpulan. Jadi di dalam setiap wujud kelompok itu tidak ada lagi perbedaan yang memicu konflik, semua dalam kesetaraan dan kebersamaan. Tidak tampak adanya kuat-lemah, kaya-miskin, majikan-pekerja, bos-anak-buah, perbedaan suku kedaerahan, bangsa dan bahasa, semua menjadi satu untuk menghasilkan sukacita bersama. Jadi mereka yang kuat (iman dan hal lainnya) yang pada umumnya orang bukan Yahudi pada masa itu, bisa menjadi berkat bagi orang lemah (pada umumnya orang Yahudi), sebagaimana Kristus Yesus telah melayani mereka.

 

Sukacita hanya bisa timbul ketika adanya persatuan itu. Pertengkaran tidak mungkin menimbulkan sukacita. Kita juga dapat menikmati sukacita itu ketika bersekutu dengan Allah. Ada yang kita agungkan bersama, ada yang kita sembah, ada yang kita tinggikan. Dialah Yesus. Sikap kita adalah sikap memuji dan siap mengumandangkan kidung-kidung bagi kemuliaan Allah Bapa dan Tuhan kita Yesus Kristus. Simponi yang indah muncul ketika paduan variasi nada bahkan yang setengah nada (minor) sekalipun. Kuncinya adalah mencari aransemen harmoni yang bagus. Dalam kehidupan nyata itu semestinya bisa dipadu bersinergi sehingga semua orang bersukacita.

 

Salah satu bukti kedewasaan rohani adalah tatkala kita tidak lagi mengutamakan diri sendiri, melainkan menyebarkan kebaikan bagi banyak orang. Alangkah sukacitanya hati kita ketika melihat seseorang bangkit, pulih, tegak dari situasi yang pedih terpuruk. Gereja juga harus bersikap demikian. Kesiapan melayani semua manusia dan bukan hanya warga gereja, merupakan bukti penerapan keteladanan Yesus yang datang untuk semua. Itu tanda dan bukti gereja yang sehat. Janji itu menjadi milik semua ketika orang yang belum mengenal Kristus juga merasakan kasih dari kita sesama. Kebersamaan dan kesatuan orang-orang yang mengikut Dia mendatangkan kemuliaan bagi Allah. Dengan demikian maka seruan firman ini “bersukacitalah, hai bangsa-bangsa, dengan umat-Nya, pujilah Dia....” bukanlah hanya untuk kita saja.

 

Keempat: Taruk dari pangkal Isai terbit (ayat 12-13)

Pengharapan, keteguhan dan penghiburan yang menjadi pokok bahasan di awal tadi, menjadi kunci bagi terwujudnya semua kerinduan itu. Pengharapan harus menjadi pilihan pada setiap kesulitan dan pergumulan yang terjadi. Kita tidak boleh pesimis bahkan putus asa melihat keadaan saat ini: melihat pertentangan-pertentangan, perang, kesenjangan yang berbuah menjadi kejahatan dan kriminalitas. Kita harus bisa melihat setiap persoalan pasti ada titik lemahnya untuk masuk sebagai kunci penyelesaian. Kuasa Allah merupakan kekuatan yang tidak habis-habisnya untuk membereskan hal yang tidak dikehendaki, dan itulah dasar utama pengharapan kita. Itu kita dapatkan dalam kuasa firman dan untuk itu kita perlu taat.

 

Situasi yang dihadapi bangsa Israel sedemikian lama dalam penantian, hampir 400 tahun setelah nabi Maleakh yang membuat banyak orang berputus asa. Mereka tidak lagi memiliki keyakinan dan keteguhan. Mereka jauh dari pengharapan dan penghiburan atas kesusahan yang dihadapi. Sukacita menjadi hilang. Janji Allah dari keturunan Daud belum memberikan tanda-tanda. Kekhawatiransemakin dalam seolah-olah Allah telah meninggalkan mereka. Maka suara Tuhan melalui Rasul Paulus memberikan peneguhan pengharapan baru sebagai kekuatan dalam menghadapi kehidupan. Pengharapan itu ada dalam iman kepada Tuhan Yesus Kristus, Sang sumber kehidupan.

 

Oleh karena itu, dalam menyongsong perayaan lahirnya Tuhan Yesus di akhir bulan Desember ini, kita diminta untuk semakin rajin dan tekun membaca dan mendengarkan firman Tuhan. Marilah kita saling memperhatikan dan mendukung sesama, hidup dalam kerukunan dan saling melayani agar damai sejahtera terwujud dalam kehidupan berkelompok kita, baik di keluarga, gereja, kesukuan atau berbangsa. Ketika kita menerima orang lain, maka itu berarti kita juga mengakui karya Kristus ada pada orang itu.  Janji Tuhan keturunan tanduk Isa (Isa adalah ayah dari Raja Daud - 1 Sam. 16:1) telah terwujud 2000 tahun yang lalu dengan lahirnya bayi Yesus dan menjadi pemenang ketika Ia dibangkitkan dan naik ke sorga (band. Why. 5:5). Maka janji Tuhan kepada kita melalui firman-Nya juga diwujudkan sehingga kita menikmati hidup yang berkelimpahan bersama-sama dan khususnya bersama Dia Sang Raja.

 

Penutup

Firman Tuhan minggu ini mengajarkan kita agar kita belajar firman Tuhan yang ada pada kitab PL dan PB. Hikmat Tuhan begitu kaya di dalamnya yang memberi kekuatan, keteguhan, penghiburan dan pengharapan. Kita perlu meneladani Yesus Kristus, yang telah menerima kita semua tanpa perbedaan demi kemuliaan Allah. Setiap orang percaya harus menerima orang lain dengan keberadaannya dan rukun dengan melayaninya; bukan menjadi batu sandungan, tetapi menjadi berkat. Kita tidak diminta menonjolkan dan membedakan kuat-lemah, kaya-miskin, kulit hitam-putih, majikan pekerja, hamba Tuhan-anggota, sebab persekutuan umat Tuhan yang indah dapat menjadi kesaksian bagi mereka yang belum mengenal-Nya. Ini merupakan tantangan besar bagi kita.

Tuhan Yesus memberkati, amin 

Pdt. (Em.) Ramles M. Silalahi

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 743 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8027191
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
80115
77849
178476
7546890
178476
883577
8027191

IP Anda: 108.162.226.136
2024-12-03 23:44

Login Form