Khotbah Minggu 11 September 2022
Minggu Keempat Belas Setelah Pentakosta Tahun 2022
ADA SUKACITA KARENA SATU ORANG BERTOBAT (Luk. 15:1-10)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yer. 4:11-12, 22-28 atau Kel. 32:7-14; Mzm. 14 atau Mzm. 51:1-10; 1Tim. 1:12-17
Pendahuluan
Minggu ini bacaan kita tentang kisah orang-orang berdosa yang sangat senang berkumpul dengan Tuhan Yesus. Mereka rajin mendengar pengajaran-Nya, bahkan sering makan bersama-Nya. Perbuatan Tuhan ini tidak ditanggapi secara positip dan sukacita oleh kaum Farisi dan ahli Taurat. Mereka bahkan mencela dan bersungut-sungut atas kejadian itu. Namun bagi Tuhan Yesus, kasih Allah dinyatakan bagi mereka yang tersisihkan ini, untuk dipanggil dan masuk dalam pertobatan. Hal ini karena ada sukacita besar yang terjadi di sorga tatkala satu orang bertobat.
Dari nats yang kita baca minggu ini ada beberapa menjadi pokok pengajaran sebagai berikut.
Pertama: bersungut-sungut (ayat 1-2a)
Bersungut-sungut itu padanannya adalah mengomel (mencomel) atau menggerutu. Sikap itu timbul karena ketidak-puasan atau gusar terhadap sesuatu, yang bersumber dari dirinya sendiri maupun respon atas orang atau hal lain. Biasanya ekspresinya adalah dengan mengeluarkan kata-kata kekesalan dan cenderung tidak runtut dan jelas. Sikap ini bisanya muncul sebab merasa dirinya hebat dan berbeda, utama, dan fokus kepada dirinya sendiri. Fokus dalam pengertian lebih melihat kepentingan dan manfaat bagi diri sendiri dan bukan kepentingan orang lain, atau melihat kemungkinan adanya pandangan dan sikap yang berbeda dari pihak lain. Sikap bersungut-sungut atau menggerutu juga bisa terjadi karena terlalu membesar-besarkan masalah atau kesulitan yang ada. Orang-orang seperti ini tidak melihat sisi lain dari rencana Allah yang baik untuk mereka.
Sikap bersungut-sungut ini tampak dalam Alkitab ketika umat Israel keluar dari Mesir. Ketika mereka mulai menemukan kesulitan dalam perjalanan kembali ke tanah perjanjian, mereka mulai bersungut-sungut kepada Musa. Tiadanya air minum (Kel. 15:24; 17:3), kurangnya makanan (Kel. 16:2) dan adanya ancaman (Bil. 14:2) membuat mereka bersungut-sungut. Pikiran mereka menjadi picik dan buta untuk melihat apa yang telah Tuhan berikan yang terbaik. Mereka lupa dan tidak bersyukur sebab telah dibebaskan dari perbudakan yang demikian lama. Hambatan atau kesulitan sedikit saja, langsung mengomel dan memperlihatkan sikap yang tidak suka, bahkan ingin berpaling dari Allah.
Allah kadang bersabar terhadap orang yang bersungut-sungut sebagaimana Ia perlihatkan kepada bangsa Israel. Kadang Allah langsung memberi respon atas keluhan mereka. Tetapi Allah juga kadang langsung murka atas sikap yang demikian (Bil. 11:1; 14:27; 21:5), sebab Allah telah melihat bahwa mereka tidak memandang dan menghargai apa yang sudah Allah berikan. Oleh karena itu, perjanjian baru mengajarkan agar kita jangan bersungut-sungut dan menggerutu (Flp 2:14), melainkan mampu mengendalikan sikap kesal dan keluhan atau perasaan tidak puas, sebab dengan demikian kita berarti melihat berkat-berkat lainnya yang sudah diberikan dan layak dinikmati dan syukuri (band. Mzm. 106:25; 1Kor. 10:6-10).
Kedua: akibat bersungut-sungut (ayat 2b)
Dalam nats minggu ini disebutkan bahwa orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat itu bersungut-sungut karena Tuhan Yesus makan bersama dengan orang yang mereka pandang sebagai orang-orang berdosa. Mereka ini adalah para pemungut cukai, perempuan sundal, orang-orang di jalanan yang dianggap “rendah”, termasuk mereka yang dianggap tidak memahami hukum Taurat. Sikap orang Farisi yang menjauh karena tidak mau "tercemar" dengan bergaul bersama mereka. Mereka tidak mau repot karena adanya ritual-ritual "penyucian" yang harus dilakukan ketika kaum Farisi dan ahli Taurat ini bersentuhan dengan mereka. Penghargaan kepada sesama manusia memang cenderung bukan berdasarkan hakikat manusia yang memiliki harkat, melainkan lebih melihat status. Sebaliknya Yesus memperlihatkan sikap yang berbeda. Bagi Tuhan Yesus mereka adalah sasaran misi kedatangan-Nya ke dunia. Orang-orang Farisi menggerutu sebab mereka tidak mengerti tujuan sesungguhnya dari Yesus, yakni Ia ingin memperoleh kembali orang-orang yang disisihkan itu.
Tuhan Yesus mencari orang berdosa dan yang hilang dari kerajaan-Nya. Inilah kerinduan-Nya dan Ia ingin membawa mereka kembali untuk masuk dalam kerajaan damai sejahtera dan keselamatan abadi. Perasaan belas kasihan Allah selalu muncul tatkala bersua dengan mereka ini. Berkumpul dan bercakap-cakap dengan mereka yang direndahkan seperti ini, akan timbul perasaan bangga dan naiknya harga diri bahwa mereka bukanlah orang yang terlupakan. Mereka adalah sama penting dan berharganya di mata Tuhan. Yesus suka blusukan bergaul bersama yang direndahkan ini. Ia tidak jaim (jaga image), jaga reputasi, justru mengambil resiko atas sikapnya itu.
Inilah yang harus kita perlihatkan dalam kehidupan sehari-hari. Justru bagaimana kita bisa memberikan yang terbaik bagi mereka yang terpinggirkan oleh dunia ini. Apakah itu karena pendidikan, kemiskinan, penyakit atau kekuasaan, sehingga mereka merasa terabaikan. Sikap kurang mau bersyukur dan membagikan rasa syukur itu kepada mereka justru akan menghilangkan potensi sukacita yang disediakan oleh Allah bagi kita. Kalau ada yang tidak kita puas, maka sebenarnya kita justru harus semakin gigih untuk berdoa dan memohon kepada Allah agar kita semakin dipakai-Nya.
Ketiga: mencari domba dan dirham yang hilang (ayat 3-5, 7-8)
Dalam bagian ini Tuhan Yesus menekankan pentingnya mencari mereka yang hilang. Ia menggambarkan seekor domba yang tersesat dari kumpulannya dan tidak kembali ke kandang, harus dicari hingga dapat. Tugas gembala tidak ringan. Medan mencari rerumputan yang berat dan petanggungjawaban atas jumlah domba-domba sesuatu yang mutlak, sebab biasanya domba-domba milik beberapa orang yang digembalakan satu atau dua orang secara bersamaan. Ada kemungkinan domba tersebut tidak hanya tersesat hilang arah jalan, akan tetapi juga terperosok masuk dalam lobang sehingga hanya orang lain yang bisa menyelamatkannya. Seekor domba tidak bisa menemukan jalan pulang, seseorang harus menuntunnya. Perhatian kepada domba yang sesat dan hilang itu melebihi dari yang sudah masuk kandang dan selamat. Itu cara berpikir yang sederhana dan jelas, tetapi itulah cara berpikir kristiani. Mungkin bagi sebagian orang itu cara berpikir yang "bodoh", mengorbankan 99 domba oleh karena mencari satu domba yang tersesat, yang mungkin dengan tuduhan domba itu mbalelo, kemauannya sendiri, biar saja dia tersesat atau masuk jurang. Cara berpikir inilah yang dilawan oleh Tuhan Yesus.
Demikian juga gambaran tentang dirham yang hilang di dalam rumah. Dirham disini berarti coin yang berharga karena nilainya (perhatikan rumahnya gelap jadi mungkin dari kalangan miskin), atau mungkin karena nilai kenangannya (Dirham juga sering dijadikan hadiah dan dipakai sebagai hiasan kepala saat pernikahan). Mencari dirham yang hilang di lantai tanah dan gelap, pasti membutuhkan usaha yang sangat keras. Ia bisa saja terselip di antara barang atau sampah jerami. Sebagaimana perempuan dalam kisah ini, ia akan menyalakan pelita dan mondar-mandir mencari di setiap sudut dan pelosok rumah. Usaha yang tidak mudah. Maka ketika perempuan itu menemukan dirham yang hilang, maka ia akan bersorak-sorai kegirangan.
Kalau orang Farisi dan ahli Taurat justru melecehkan mereka yang dianggap berdosa, rendah dan terhilang, maka kita justru orang-orang yang dipanggil untuk mengangkat mereka. Cara berpikir kristiani adalah, lebih baik seorang penjahat ditobatkan dan kembali ke jalan yang besar dibanding dia dihukum dan dimatikan. Sukacita kristiani adalah sukacita yang lebih menekankan pertobatan. Ini bukan berarti bahwa Yesus mengabaikan yang 99 domba (atau murid/pengikut) yang sudah "dikandang"), melainkan Yesus ingin menekankan bahwa kita harus terus mencari mereka yang hilang. Domba yang tersesat akan mati kehausan dan kelaparan, atau mudah dimangsa binatang jahat. Demikian pula mereka yang jauh dari Allah, mereka haus dan lapar rohani, dan sangat mudah dijerat oleh iblis yang jahat. Ini adalah kasih yang paling besar dari Allah melalui Tuhan Yesus.
Keempat: bersukacita karena menemukan yang hilang (ayat 6, 9-10)
Konsep orang Farisi dan ahli Taurat adalah manusia yang mencari Allah. Pandangan ini juga muncul di beberapa kalangan. Akan tetapi dalam Perjanjian Baru, konsep ini justru terbalik, sebab Allah yang mencari manusia. Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang (Luk. 19:10)." Ia menawarkan jalan dan kehidupan baru sebagai bukti kasih-Nya kepada mereka. Secara tidak langsung Tuhan Yesus juga “mencela” orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang menganggap dirinya paling benar dan suci, merasa hebat dan penting dari pemungut cukai dan orang-orang berdosa lainnya.
Orang benar yang sudah diselamatkan tidak memerlukan pertobatan. Orang sehat tidak membutuhkan obat. Usaha mencari domba dan anak yang hilang memang tidaklah mudah. Sama seperti gembala yang harus mengarungi medan lapangan gelap dan jalan berbukit serta berbatu untuk menemukan domba yang hilang, demikian jugalah kiranya menemukan anak-anak Tuhan yang tersesat. Doa kita bersama adalah langkah awal untuk menemukan gembala yang siap terjun ke medan perjuangan penginjilan. Menemukan si anak hilang bukanlah di tempat-tempat yang mudah. Akan tetapi mereka yang terus mencari dan menemukan mereka yang hilang, akan memiliki sukacita yang besar termasuk sukacita di sorga. Tidak ada pengorbanan yang terlalu besar untuk mencari yang hilang dan membawanya kembali kepada Yesus, meski hanya satu orang. Semua itu tidak bisa diukur dengan nilai uang. Rasul Paulus adalah contoh orang berdosa yang diselamatkan dan Tuhan pakai sebagai alat kemuliaan-Nya (Gal. 1:24).
Nats minggu ini bahkan menyebutkan akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah. Ada kesukaan besar ketika seorang penjahat bertobat dibanding dengan ia diberantas dan dimatikan. Allah dan sorga bersama-sama bersukacita apabila seorang berdosa bertobat (band. Luk. 4:18-19; Mat. 10:6; 15:24). Tuhan Yesus lebih berbelas-kasihan kepada mereka ini dan inilah sikap yang harus kita teladani. Gambaran sukacita ketika ditemukannya domba yang tersesat dan dirham yang hilang merupakan gambaran sikap Allah atas pertobatan seseorang. Kegembiraan seisi rumah dan tetangga digambarkan bagaikan kegembiraan Allah. Pertobatan anak yang hilang dan orang berdosa akan memiliki pengharapan kepada Allah, memiliki rasa harga diri, bahkan dengan penuh kepercayaan kembali kepada Bapa yang penuh kasih.
Kesimpulan
Minggu ini kita diajarkan tentang tidak baiknya bersingut-sungut. Itu berarti melupakan berkat dan rasa syukur kepada Allah. Tuhan Yesus ditegaskan datang untuk mencari manusia yang hilang dan tersesat. Ia sangat bersuka cita apabila menemukan mereka yang hilang. Tidak ada manusia yang tidak berharga untuk diselamatkan. Setiap orang adalah anak-anak-Nya yang menjadi obyek Kasih-Nya. Maka kita, murid-murid-Nya, seharusnya memiliki belas kasih yang sama seperti yang Ia miliki. Kita harus terus berdoa supaya Roh Kudus memenuhi hati kita dan dipanggil untuk membawa orang berdosa kepada keselamatan.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII Setelah...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 17 November 2024Kabar dari Bukit HUKUM DI DALAM HATI (Ibr. 10:11-25) ”Aku...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 22 guests and no members online