Khotbah Minggu 13 Maret 2022
Khotbah Minggu Kedua Pra-Paskah
YERUSALEM, ENGKAU YANG MEMBUNUH NABI-NABI (Luk 13:31-35)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kej 15:1-12, 17-18; Mzm 27; Flp 3:17-4:1
Pendahuluan
Pada minggu kedua pra-paskah ini perjalanan Tuhan Yesus menuju Yerusalem semakin mendekat. Semenjak Tuhan Yesus menubuatkan bahwa Ia akan dibunuh dan mati namun akan bangkit pada hari ketiga tampaknya tidak ada lagi kekuatiran dalam diri Yesus akan apa yang terjadi pada-Nya dalam menggenapi nubuatan tersebut. Dalam nats ini juga Yesus menubuatkan bahwa Ia akan mati di Yerusalem. Yesus percaya bahwa jalan itu harus Ia tempuh, meski Ia tahu bahwa jalan itu tidak mudah sebab akan penuh dengan penderitaan.
Bagaimana persis detail jalan penderitaan itu mungkin Yesus belum mengetahuinya. Akan tetapi suatu kali Yesus sempat "mengeluhkan" beratnya jalan itu sehingga berdoa kepada Bapa-Nya: Jikalau Engkau mau, Ambillah cawan ini dari pada-Ku (Luk 22:42).
Pertama: Jangan menyamaratakan (ayat 31)
Dalam nats ini diceritakan beberapa orang Farisi mengingatkan Yesus agar pergi meninggalkan daerah (Galilea) itu karena Herodes bermaksud akan membunuhnya. Ia tidak disukai Herodes karena dianggap membuat keonaran dan permusuhan khususnya dengan para imam dan orang Farisi lainnya. Hal menarik yang mengingatkan Yesus adalah beberapa orang Farisi yang kita ketahui secara umum mereka tidak menyukai apa yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Meski ada kemungkinan pemikiran bahwa beberapa orang Farisi ini meminta Yesus pergi agar mereka tidak pusing, tetapi kita lebih menafsirkannya sebagai rasa kesetujuan mereka terhadap Tuhan Yesus atas langkah-langkah pemberitaan-Nya tentang pertobatan dan kerajaan sorga yang sudah dekat. Kisah ini sama kejadiannya dengan Nikodemus yang datang bertanya diam-diam kepada Yesus tentang lahir baru, yang memperlihatkan simpatinya kepada Tuhan Yesus (Yoh 3:1-dab).
Pelajaran yang dapat kita tarik dari peristiwa ini adalah jangan kita mudah menyamaratakan segala hal dan menarik kesimpulan yang salah. Kalau selama ini kita ketahui betapa jahatnya kaum Farisi dan para Imam kepada Yesus, tetapi fakta-fakta cerita di atas memperlihatkan adanya beberapa orang atau sekelompok orang yang sebenarnya mendukung atau bersimpati terhadap Yesus. Menyamaratakan berarti berpotensi berbuat kesalahan dan dosa. Kira tidak mungkin mengatakan semua pegawai negeri atau pejabat itu koruptor, sebab banyak yang tidak melakukannya. Hal inilah yang harus kita hindari dalam pergaulan dengan lingkungan dan masyarakat. Kita tidak boleh membuat stereotype penghakiman bagi seseorang atas sifat-sifat sekelompok orang atau suku, terlebih hal itu menyangkut sifat-sifat yang kurang baik. Bahkan kita harus mencari pola yang umum dari kebaikan suatu kelompok atau suku sehingga menimbulkan simpati dan damai sejahtera dalam pergaulan, yang secara otomatis kita menjadi garam dan terang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa manusia itu pada dasarnya baik, meski ia memiliki kecendrungan berbuat dosa. Namun kecendrungan “jahat” tersebut bisa dikalahkan dengan kebaikan dan pendekatan sehingga hasilnya tetap kebaikan. Menilai buku dari cover adalah sebuah kesalahan. Menilai rasa makanan dari bungkusnya jelas bisa fatal. Maka dengan itu kita diminta untuk lebih berhati-hati dalam membuat kesimpulan penilaian terhadap seseorang berdasarkan pendekatan stereotype tersebut. Untuk menghindarinya hanya bisa dilakukan dengan hikmat yakni membersihkan pikiran kita dari prasangka-prasangka, dan terus berusaha menarik kesimpulan dari pembuktian yang kuat dan sah.
Kedua: Ancaman dan sikap yang teguh (ayat 32-33)
Perjuangan selalu membutuhkan keberanian. Tuhan Yesus menyadari perjuangan-Nya bukanlah jalan yang mudah melainkan via dolorosa, jalan penderitaan. Oleh karena itu informasi dan saran yang diberikan oleh orang Farisi tersebut ditanggapi-Nya dengan sikap yang konsisten atas jalan itu. Ancaman pembunuhan atau pengusiran tidak digubris-Nya. Sikap Yesus tersebut juga berdasar karena mengetahui tidak mungkin Ia terbunuh di Galilea, melainkan harus di Yerusalem sebagaimana disebutkan dalam ayat 35. Oleh karena itu Ia tidak takut.
Ia juga tidak mengambil jalan kompromi dengan berusaha menyenangkan hati Herodes. Ia mengambil sikap tegas. Yesus mengetahui cara berfikir Herodes yang lebih kepada safety player - bermain aman - tidak mau mengambil resiko. Herodes juga berpikiran bahwa mungkin saja Yesus adalah Yohanes Pembaptis yang bangkit (band. Luk 9:7). Oleh karena itu Yesus menjawab orang Farisi tersebut dengan menyebut Herodes adalah serigala. Binatang serigala adalah gambaran kelicikan dan kepengecutan. Yesus tidak perlu memenuhi ancamannya. Sebab bisa saja informasi itu sengaja disebarkan Herodes dengan tujuan agar Yesus menyingkir dari wilayahnya. Membunuh Yesus secara langsung juga tidak mudah bagi Herodes karena akan menimbulkan kericuhan.
Hikmat yang bisa kita tarik dari nats ini adalah bahwa dalam memperjuangkan sesuatu, tantangan dan ancaman selalu ada. Ancaman tersebut bahkan dapat menyangkut nyawa kehidupan. Akan tetapi, Yesus tidak takut. Abraham tidak takut karena memegang janji Allah (Kej 15:1-12). Hal yang membuat Yesus tidak takut adalah karena Ia sudah mengetahui akhirnya. Ia tidak kuatir karena arahnya sudah jelas. Ini bisa diibaratkan dengan nasehat Stephen Covey dalam bukunya yang terkenal tentang Seven Habit, begin from the end. Kalau kita sudah tahu ujung kepastiannya maka kita biasanya lebih kuat dan semangat dan tidak takut. Hal demikian juga bagi seseorang yang menderita sakit parah, dengan iman yang kuat kepada Yesus, orang tersebut tidak akan takut lagi pada kematian, sebab ia sudah mengetahui bahwa ia akan menuju sorga kekekalan bersama Yesus. Oleh karena itu, usahakanlah mengetahui konsekuensi akhir jalan atau perbuatan kita, maka kita lebih dikuatkan dan akan teguh konsisten menuju tujuan kita. Sebagaimana Yesus memperlihatkan sikapnya, Ia tidak mau pergi dan tetap menyelesaikan tugas-Nya.
Ketiga: Penyesalan yang menyedihkan (ayat 34)
Tuhan Yesus selama hidup dan pelayanan-Nya sudah beberapa kali mengunjungi Yerusalem. Sebagai orang Yahudi, Yesus selalu merindukan Yerusalem dan melihat kota itu sebagai lambang kota suci dan Bait Allah ada disana. Ia juga mengetahui dari sejarah bahwa nabi-nabi besar zaman perjanjian lama banyak dibunuh di Yerusalem. Namun Yesus tidak menghindari bahwa Allah Bapa telah memintanya untuk ke Yerusalem menuntaskan pelayanan-Nya. Oleh karena itu Yesus meratap menangisi kota tersebut dengan rasa sedih yang dalam. Mengapa sejarah buruk mesti berulang? Mengapa tempat yang kita sayangi dan kasihi itu kembali dikotori oleh perbuatan jahat dengan mengorbankan para nabi dan diri-Nya sendiri?
Kita jadi ingat beberapa peristiwa di zaman sekarang terjadinya pertikaian massal karena sekelompok orang mencemari tempat suci, apakah itu gereja, kuil, kelenteng, mesjid dan lainnya. Bahkan kejadian menamai restoran dengan tokoh Buddha tentu sangat disesalkan. Itulah sifat-sifat yang perlu kita hilangkan dalam bermasyarakat. Kita harus saling menghormati dan tidak melecehkan pihak lain. Semua Tuhan keragaman berikan demi keunikan dari persaudaraan. Keberhasilan dalam mempertahankan damai dan sukacita bersama itu yang diminta dari kita sekalian.
Tuhan Yesus sangat memberikan kasih-Nya kepada bangsa Israel. Tapi umat Israel tidak menerima-Nya. Ada pepatah Batak yang mengatakan: Hancit tangan mulak manedek, humacittan dope tangan mulak mangalean. Artinya, kurang lebih, menyakitkan hati apabila tangan meminta kembali hampa, tetapi lebih menyakitkan lagi kalau tangan kembali karena pemberian ditolak. Inilah yang dialami Yesus sehingga ratapan-Nya demikian menyedihkan. Bahkan Yesus menyatakan telah berkali-kali Ia rindu untuk mengumpulkan anak-anakNya, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi tidak mau (ayat 34). Kasih Yesus kepada Yerusalem hanyalah melambangkan kasih-Nya kepada Israel. Ratapan Yesus adalah ratapan buat umat Yahudi. Sayangnya, hanya sedikit yang dapat diselamatkan. Inilah pesan yang diberikan melalui ayat ini yang sejalan dengan bacaan lain yakni Flp 3:17-4:1, bagaimana kita bisa terus mengikuti keteladanan Yesus dalam perbuatan kasih.
Keempat: Hukuman bagi Yerusalem (ayat 35)
Kasih yang diberikan Tuhan kepada umat Israel tidak secara otomatis menghilangkan Maha Adilnya Allah, sehingga segala hal yang tidak berkenan kepada Allah akan dikenai hukuman. Ayat 35 jelas merupakan hukuman yang diberikan bagi Yerusalem atas semua yang terjadi di kota tersebut. Tuhan Yesus berkata: "Sesungguhnya rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi."
Dan itulah memang yang terjadi. Hanya sekitar 40 tahun setelah ucapan Tuhan Yesus tersebut, pada tahun 70M kota Yerusalem dan Bait Allah dihancurkan oleh Kaisar Titus dan Nero serta dilanjutkan dengan pengusiran umat Yahudi dari kota tersebut pada tahun 135 M oleh Kaisar Hadrian. Kota Yerusalem akhirnya diluluh-lantakkan beserta seluruh keberadaan umat Yahudi di tanah kecintaan mereka.
Namun Tuhan Yesus mengutip Mzm 118:26 dalam nats ini: "Kamu tidak akan melihat Aku lagi hingga pada saat kamu berkata: Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan!" Apa yang dimaksudkan-Nya adalah bahwa Ia adalah Mesias dan akan kembali ke Yerusalem dengan penuh berkat kemuliaan, dan Yerusalem menjadi Yerusalem baru dengan semua orang menyambut kedatangan-Nya.
Allah kita adalah Allah yang Maha Perkasa yang kerajaan-Nya tidak tergoyahkan. Sebagaimana Mazmur 27 yang juga bacaan kita minggu ini mengatakan: Sesungguhnya, aku percaya akan melihat kebaikan TUHAN di negeri orang-orang yang hidup! Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!
(27:13-14)
Penutup
Firman Tuhan Minggu ini menyampaikan beberapa pesan penting, agar kita tidak menyamaratakan seseorang dengan anggapan umum atau berpikir stereotype yang dapat membuat kesalahan dan berakibat dosa. Kita juga diingatkan bahwa dalam memperjuangkan sesuatu ancaman selalu ada dan untuk itu kita diminta untuk tetap teguh dengan langkah yang sudah diambil. Mengetahui akhir dari perjuangan berikut konsekuensinya merupakan alat yang ampuh untuk memegang konsistensi tersebut.
Meski keinginan kita berbuat kasih namun tidak selamanya itu ditanggapi atau diterima dengan baik. Hati kita mungkin menjadi sedih. Meratap. Namun kesabaran Allah terhadap Yerusalem sebagai lambang umat Israel tetap menerima kemahaadilan Allah sehingga Yerusalem (umat Israel) dihukum, sampai tiba nanti Tuhan Yesus datang dengan berkat kemuliaan-Nya. Itulah pengharapan Kristiani kita.
Tuhan Yesus memberkati, amin
Pdt. Em. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII Setelah...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 17 November 2024Kabar dari Bukit HUKUM DI DALAM HATI (Ibr. 10:11-25) ”Aku...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 535 guests and no members online