Sunday, November 24, 2024

Khotbah Minggu 9 Januari 2022

 

 

Minggu Epifani Tuhan Yesus

 

 

JANGAN HANYA MANIS DI MULUT (Mat. 2:1-12)

 

 

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Yes. 60:1-6; Mzm. 72:1-7, 10-14; Ef. 3:1-12

 

 

 

Pendahuluan 

 

Nats ini menceritakan peristiwa setelah natal saat Yesus sudah berusia 1-2 tahun, tatkala Raja Herodes berkuasa di wilayah Israel dari kekuasaan Romawi. Ia seorang yang cerdas dan keras sehingga dapat berkuasa selama 30 tahun. Minatnya sangat luas termasuk kepada hal-hal sejarah dan agama, sehingga ia juga dikenal sebagai raja yang merenovasi bait Allah dengan memperluas dan mempercantiknya. Ini dilakukannya tentu agar menarik simpati orang Yahudi. Ia banyak mengetahui isi Perjanjian Lama termasuk pengharapan datangnya Mesias. Herodes sendiri diberi gelar “Raja Yahudi” oleh Kaisar Romawi sebab ia memiliki darah Yahudi, meski orang Yahudi tidak menyukainya, sebab acapkali ia bertindak kejam dan bersikap keras kepada yang tidak disukainya. Salah satu yang dikenal dalam sejarah adalah ketika ia memutuskan untuk membunuh para bayi yang berusia di bawah dua tahun, setelah mengetahui bahwa telah lahir sekitar dua tahun lalu yaitu Yesus, Mesias dan Raja Yahudi yang dinanti-nantikan oleh umat Yahudi tersebut.

 

 

 

Nats minggu ini memberi pelajaran kepada kita beberpa hal, sebagai berikut:

 

 

 

Pertama: Memahami petunjuk (ayat 1-6)

 

Adanya petunjuk kepada orang-orang majus dengan munculnya “bintang-Nya di Timur” membuktikan berita kelahiran itu juga disampaikan ke seluruh dunia. Kedatangan Tuhan Yesus sebagai manusia sebagai Juruselamat bukan hanya untuk orang Yahudi, melainkan untuk segala bangsa. Ahli waris itu tidak hanya umat Israel melainkan sudah terbuka kepada semua orang (lihat bacaan lainnya Ef 3:1-12).

 

Meski dianggap memiliki kedudukan tinggi di wilayah Patria, Babylonia, latar belakang orang majus sendiri tidak terlalu jelas dalam Alkitab, sehingga dalam tradisi gerejawi sering ditafsirkan dengan beberapa kemungkinan, seperti mereka adalah para ahli astrologi (perbintangan), mungkin keturunan orang Yahudi yang ada di pembuangan, atau mungkin juga mereka mendapat pesan langsung dari Allah atas berita tersebut. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan adanya nubuatan dalam Perjanjian Lama, “bintang terbit dari Yakub, tongkat kerajaan timbul dari Israel” (Bil 24:17, yang mendorong mereka datang dari Timur ke Yerusalem.

 

 

 

Tetapi yang utama sikap diperlihatkan oleh orang majus yakni langsung bertindak dengan adanya petunjuk yang mereka terima dari Tuhan. Petunjuk bintang itu juga terus mengikuti mereka hingga tiba di Yerusalem (ayat 9). Hal ini dapat dikaitkan dengan bacaan lainnya yakni Mzm. 72:1-7; 10-14, yang menekankan hukum itu harus diberikan kepada para raja-raja, sehingga raja membawa keadilan dan damai sejahtera bagi bangsa; orang yang tertindas dan orang miskin akan ditolong, tetapi justru Allah akan meremukkan para pemeras.

 

 

 

Bagaimana dengan kita? Adakah kita merespons petunjuk dari Allah dalam hidup kita dengan datang kepada-Nya, seperti otang majus yang berjalan ribuan kilometer dari dekat Roma hanya untuk melihat Raja yang lahir itu dan menyembah Dia? Atau kadang kala kita dibutakan, meski Allah telah memberi petunjuk dengan tanda-tanda baik berupa berkat keberhasilan maupun dalam “sakit”, namun respon kita belum sama dengan orang majus tersebut?

 

 

 

Atau mungkin juga kita tidak berusaha meminta petunjuk dari Allah dalam perjalanan hidup kita? Sebab adakalanya kita dihadapkan pada pilihan yang sulit, pada pilihan antara yang baik dengan yang baik, “mana yang lebih baik”? Kalau pilihannya soal baik dan buruk, menurut firman Allah jelas, yakni harus kepada yang terbaik dan berkenan kepada Allah.

 

 

 

Meminta petunjuk pada masa kini memang bisa mengundang perdebatan teologis. Alkitab sendiri banyak  menyebutkan cara-cara manusia meminta tanda atau petunjuk tersebut, seperti melalui mimpi, penglihatan, atau bahkan memilih dengan cara “dadu” seperti penunjukan murid Yesus Mathias pengganti Thomas. Memang meminta cara mendengar suara langsung dari Allah (audible) sudah diragukan dan tidak dilakukan oleh Allah, meski hak prerogatifnya tetap ada pada Allah. Tetapi permohonan dan kerinduan untuk menerima tanda atau petunjuk yang didasari doa dan hikmat dalam menentukan “mana yang lebih baik”, saya kira tidak bermasalah, sepanjang hal tersebut semuanya berkenan dan berorientasi kepada Allah. Doa dan hikmat sangat diperlukan dalam hal ini, sehingga yang lebih utama tidak terjadi “kebutaan dan ketulian” akan tanda-tanda yang sebenarnya sudah diberikan kepada kita dalam persoalan menjalani kehidupan kita ini.

 

 

 

Kedua: Jangan hanya manis di mulut (ayat 7-8)

 

Umat Yahudi sendiri berfikir bahwa Mesias yang datang itu adalah Raja yang memiliki kepemimpinan yang kuat secara politik dan militer, seperti Alexander Agung, dengan pengharapan dapat mengusir tentara Romawi yang menjajah di sana. Herodes mengetahui itu, oleh karenanya ketika ia mendengar lahirnya Raja itu, Herodes menjadi ketakutan dalam hatinya. Herodes bertanya kepada semua imam kepala dan ahli taurat, di mana Mesias itu akan dilahirkan, yang dijawab: di Betlehem tanah Yehuda (Mi. 5:1).

 

 

 

Padahal sebenarnya ia memiliki maksud tersembunyi agar dapat membunuh bayi itu. Ia tidak mau disaingi sebagai raja Yahudi yang sudah ditetapkan oleh Kaisar Romawi. Ia bermanis mulut dengan memanggil orang majus itu dan mengatakan, bilamana bintang itu nampak? (ayat 7). Demikian juga ia bermulut manis dengan menyuruh orang majus itu ke Betlehem, katanya: "Pergi dan selidikilah dengan seksama hal-hal mengenai Anak itu dan segera sesudah kamu menemukan Dia, kabarkanlah kepadaku supaya aku pun datang menyembah Dia"(ayat 8).

 

 

 

Tetapi kenyataannya niatnya sangat buruk, dalam bahasa gaulnya, Herodes bersikap “muna”, lain di mulut lain di hati. Ia ketakutan dan ingin membunuh bayi itu. Maka ketika Herodes tahu bahwa orang majus tidak kembali dan malah menyembunyikan berita itu, maka untuk mengamankan rencananya dan menutupi ketakutannya, ia memerintahkan membunuh semua bayi yang berusia 2 tahun ke bawah. Alangkah sadis dan kejamnya.

 

 

 

Pernahkah kita bersikap demikian? Apakah kita mudah tergoda bahwa “persaingan” di dalam keluarga, di kantor, di tempat kerja, atau di tempat lain membuat kita seolah-olah bermulut manis namun sebenarnya hati kita dilingkupi niat busuk untuk memangsa siapa saja yang mencoba menghalangi karir atau keunggulan kita? Kita perlu hati-hati dari godaan iblis. Mempertahankan prestasi dan kedudukan hanyalah dengan memberi dan menghasilkan yang terbaik bagi pihak lain. Menutupi kelemahan dan kekurangan dengan niat buruk, suatu saat pasti gagal. Bau bangkai pasti terkuak. Apalagi dalam hal rencana dan kehendak Allah, maka tiada yang dapat menggagalkannya, sebagaimana Herodes berusaha membunuh Yesus.

 

 

 

Ketiga: Mempersembahkan yang sesuai (ayat 9-11)

 

Orang majus ini saat datang dari jauh sudah mempersiapkan persembahan bagi Raja yang lahir itu. Mereka dengan ketulusan hati mempersiapkan segala sesuatu, dan untuk alasan itu pulalah kelihatannya Allah memberitahukan berita sukacita itu kepada mereka. Mereka berangkat membawa  persembahan yang mahal sesuai dengan kemampuan mereka yakni emas, kemenyan dan mur. Tradisi dalam gerejawi, jenis persembahan ini ditafsirkan dengan emas sebagai lambang persembahan kepada keluarga raja; kemenyan sebagai lambang persembahan untuk Tuhan; dan mur sebagai lambang persembahan untuk seseorang yang akan mati, karena Yesus memang mati bagi penebusan dosa-dosa kita.

 

 

 

Kitab Mazmur 72 menekankan persembahan ini juga, yakni agar raja-raja dari Tarsis dan pulau-pulau membawa persembahan-persembahan; kiranya raja-raja dari Syeba dan Seba menyampaikan upeti! Kiranya semua raja sujud menyembah kepadanya, dan segala bangsa menjadi hambanya! (ayat 10-11).

 

 

 

Kita diingatkan untuk mempersiapkan dan memberi persembahan bagi Tuhan. Apakah kita sudah memberikan yang terbaik dan sesuai dengan “maksud” Tuhan dan “keberadaan” kita? Mungkin kita tidak peduli dengan mengatakan bahwa kita sudah memberikan persembahan kepada/melalui gereja. Saya sendiri tidak menganut doktrin bahwa semua persembahan harus diberikan kepada gereja, kalau gereja kita itu tidak menggunakan dananya dengan baik, khususnya untuk kepentingan pekabaran Injil dan pelayanan kasih. Kita harus memperhatikan dan menyesuaikan rencana Allah dengan apa yang “dibutuhkan” oleh lingkungan di sekitar kita. Mungkin kita memberi persembahan tanpa memikirkan bahwa itu sebenarnya “tidak cocok” dengan maksud Allah. Kalau kita ada dalam lingkungan suatu tempat, maka Allah bermaksud lingkungan kita adalah tempat Allah dimuliakan, dipersembahkan kepada mereka-mereka yang ada di sekitar kita dahulu, yang tentunya dalam kerangka pelayanan iman dan kasih kita sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus. Kalau gereja kita sebagai anggota sudah melakukan pengelolaan dana persembahan dengan baik, maka kita tentu harus sukacita memberikan kepada gereja tersebut apa yang terbaik untuk pelayanannya.

 

 

 

Keempat: Berubah setelah bertemu Tuhan

 

Mungkin kita lebih sering mempertanyakan siapakah Tuhan, siapakah Yesus itu? Kita lebih sering meminta agar Tuhan lebih dahulu menjelaskan diri-Nya kepada kita dan setelah itu baru kita mau menyembah Dia. Ini berbeda dengan orang majus, begitu mereka menerima tanda yang kecil saja, sikap untuk menyembah dan memberikan yang terbaik langsung terlihat dalam hidup mereka. Mereka langsung berubah ketika menerima pesan dari Tuhan terhadap mereka.

 

 

 

Demikian juga setelah kembali melihat Yesus, mereka merubah jalan pulang tidak lewat Yerusalem agar maksud Herodes tidak kesampaian untuk membunuh Yesus. Pesan dari peristiwa ini adalah agar banyak orang merubah jalan hidupnya setelah bertemu dengan Yesus. Apakah kita sudah merubah jalan hidup kita karena sudah mengenal dan percaya kepada Yesus?

 

 

 

Bacaan dari nats lainnya pada minggu ini ada di Yes. 60:1-6a, yang juga menekankan: “Bangkitlah, menjadi teranglah, sebab terangmu datang, dan kemuliaan TUHAN terbit atasmu”. Kita semua diminta bangkit. Allah memberikan pelbagai hikmat dan talenta dalam pelayanan kita, sebagaimana dinyatakan dalam bacaan lainnya, “supaya sekarang oleh jemaat diberitahukan pelbagai ragam hikmat Allah kepada pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga, sesuai dengan maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Ef. 3:10-11).

 

 

 

Penutup

 

Ada empat pesan dari nats minggu ini yakni agar dalam menjalani kehidupan ini, mulailah memahami petunjuk dari Allah, sebagaimana orang majus tadi. Kalau memang belum ada, jangan ragu untuk meminta tanda atau petunjuk sepanjang itu adalah pilihan baik dengan baik, bukan pilihan antara baik dengan buruk. Persaingan hidup selalu ada, tetapi janganlah kita bersikap munafik, hanya manis di mulut seperti Herodes. Hatinya disembunyikan dengan maksud jahat.

 

 

 

Allah sering memberi tanda atau petunjuk dalam perjalanan hidup kita. Maka persiapkanlah yang sesuai dan terbaik untuk kemuliaan Tuhan dan balasan atas pengorbananNya di Golgota. Pengenalan dan pertemuan dengan Tuhan harus membuat perubahan dalam jalan hidup kita, seperti orang majus yang merubah jalannya setelah bertemu dengan Tuhan.

 

 

 

Tuhan Yesus menyertai kita, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 76 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7551048
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
4158
65942
4158
7247234
585910
1386923
7551048

IP Anda: 172.69.165.15
2024-11-24 17:49

Login Form