Sunday, November 24, 2024

Khotbah Minggu IV Adven 19 Desember 2021

 

Minggu Adven Keempat

 

 

 

BERBAHAGIALAH YANG TELAH PERCAYA (Luk. 1:39-55)

 

 

 

Bacaan lainnya menurut Leksionari: Mi. 5:2-5a; Mzm. 80:1-7; Ibr. 10:5-10

 

 

 

Pendahuluan

 

Dalam minggu keempat adven ini kita lebih siap menyambut lahirnya bayi Yesus Sang Juruselamat di Betlehem. Segala perubahan sikap cara pandang kehidupan ini membuat kita semakin berkenan kepada Tuhan. Dengan begitu, maka kita pun sebagai anak-anakNya akan bersukacita dalam perayaan tersebut. Kita penuh sukacita menyongsong datangnya bayi kudus itu dalam hati kita, yang dalam beberapa hari ke depan kita akan menyanyikan “Malam Kudus….Bintang-bintang gemerlap…”.

 

 

 

Kitab Lukas sangat rinci menceritakan kelahiran Yesus Kristus sehingga banyak ahli yang berpendapat bahwa Lukas mewawancarai Maria secara langsung untuk memperoleh kisah kelahiran tersebut. Maka dalam minggu ini pribadi Maria ibu Yesus menjadi sorotan yang memberikan keteladanan bagi hidup kita. Juga melalui nats ini kita bisa melihat bagaimana panggilan dan perjumpaan dengan Tuhan dalam hidup kita masing-masing. Firman Tuhan dalam Luk. 39 - 55 memberitakan kepada kita empat hal yang memberi sukacita:

 

 

 

 

 

Pertama: Sambutan sukacita

 

Kalau kita melihat kehidupan Maria, maka sangatlah berat apa yang terjadi dalam kehidupannya. Mulai dari hamil sebelum menikah, hendak diputus tunangannya Yusuf, terlahir dari keluarga miskin, berjalan selama 3 hari dari Nazareth hingga Betlehem, melahirkan di kandang domba, bahkan setelah partus masih dikejar-kejar karena ancaman pembunuhan atas anaknya. Tetapi Maria menerima itu dengan sukacita dan ketika malaikat Gabriel menyampaikan kabar itu kepadanya, ia sambut dengan mengatakan, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu (Luk. 1:37).

 

 

 

Maria merespon keadaan itu dengan penuh tanggungjawab. Ia mengunjungi sepupunya Elisabet yang tinggal cukup jauh di pegunungan (perkiraan 3 hari berjalan kaki). Sebagai seorang wanita, mungkin ia memerlukan tempat untuk curhat tentang yang terjadi padanya. Ia tahu, bahwa bertemu keluarga dalam keadaannya saat itu akan sangat membantu situasi hatinya. Ini juga pelajaran bagi kita tatkala kita mengalami suatu “beban” pikiran, berbagi hal-hal yang berat atau sedih akan mengurangi beban kita. Berbeda halnya dengan berbagi hal yang menggembirakan atau sukacita justru sukacita kita akan bertambah-tambah. Itulah uniknya soal berbagi dan itu perlu dilakukan oleh setiap orang dalam kehidupan sosial dan kekeluargaan.

 

 

 

Namun sungguh mengagumkan. Sewaktu Maria berkunjung, Yohanes yang saat itu masih dalam kandungan Elisabet melonjak kegirangan (Luk. 1:41). Elisabet menyadari hal itu sesudah Maria mengucapkan salamnya, sehingga ia memberi sambutan yang hangat dan merendah kepada Maria. Itu bukan basa-basi Elisabet karena bayi dalam kandungannya memang kegirangan. Sebuah perjumpaan yang menyenangkan dan memberikan sukacita bagi mereka dan anak-anak yang dikandungnya.

 

 

 

Demikianlah hati kita menyambut kedatangan bayi Yesus itu. Kita merendahkan hati kita dan bersukacita sambil memuji Allah akan kebaikanNya dalam hidup kita khususnya hadirnya Yesus sebagai Gembala dan Juruselamat dalam hidup kita.

 

 

 

Kedua: Berbahagialah yang percaya

 

Semua orang tidak akan tahu bagaimana sebuah beban hidup dapat berubah menjadi sebuah sukacita. Di sini hal yang menentukan adalah iman percaya kita kepada janji Allah sebagaimana disampaikannya melalui Alkitab. Ayat 56 dalam nats ini menegaskan bahwa janji Allah sebagaimana diberikan kepada Abraham itu merupakan janji yang selalu ditepati. Maria menyadari akan beratnya beban yang akan dia terima karena mengandung bayi itu, tetapi karena ia menerima dan percaya, maka Allah kemudian mengubahnya menjadi sukacita. Maria siap menerima baik kehormatan maupun celaan yang akan dialaminya karena menjadi ibu lahiriah dari Anak yang kudus itu.

 

 

 

Demikianlah kiranya bagi kita yang saat ini mengalami pergumulan atau beban hidup yang berat. Kita diajarkan untuk melihat rencana Allah adalah rencana yang indah (Yer. 29:11). Mata manusia kita sangat terbatas untuk melihat akan apa yang terjadi di balik semua beban yang terjadi. Tetapi iman percaya kita bahwa Allah akan menopang dan menguatkan dalam menjalani pergumulan itu, maka semua itu akan berakhir dengan kemenangan, sepanjang kita setia dan taat kepadaNya sebagaimana kesetiaan dan ketaatan Maria terhadap janji Allah tersebut. Begitu juga apabila ada kerinduan akan berkat dari Allah, maka seperti apa yang terjadi pada Elisabet yang baru pada masa tuanya baru dapat mengandung, merupakan bukti janji Allah tidak pernah mengecewakan. Ia lama mengalami aib tidak memiliki anak. Bahkan mengandung pada usia tua juga merupakan suatu beban baginya. Tapi ia menyambut semua itu dengan sukacita sebagaimana ia sampaikan kepada Maria ketika datang mengunjunginya.

 

 

 

Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk. 1:37). Segala sesuatu dari Kristus adalah “ya” dan “amin” dan kita tidak perlu ragu atau bimbang. Ini juga yang kita peroleh dari penggenapan janji Tuhan dalam bacaan lainnya yakni Mikha 5. “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata… dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah  Israel… sampai waktu perempuan yang akan melahirkan telah melahirkan …” (Mi. 5:2-3). Janji Tuhan pasti akan digenapi, dan pesan itulah yang bisa kita lihat dari pengalaman Maria dan Elisabet, keduanya dipakai Tuhan untuk menjadi ibu yang diberkati. "Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana" (Luk. 1:45).

 

 

 

Ketiga: Janganlah Sombong

 

Maria ibu Yesus memberikan keteladanan sebagaimana diutarakan dalam kisah itu. Memang malaikat Gabriel menyatakan kondisi Elisabet saudaranya yang juga mengandung enam bulan (Luk. 1:37). Tetapi keistimewaannya menjadi ibu Yesus yang setelah besar “akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi”, tidak membuat Maria congkak. Janji Allah yang akan mengaruniakan kepada  bayi yang dikandungnya yakni Yesus akan menjadi “raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya…” tidak membuat Maria berfikir Elisabet yang harus datang kepadanya. Ia menyadari usianya lebih muda, dan itulah yang dilakukannya mengunjungi Elisabeth untuk mencari tahu tentang kabar sukacita itu.

 

 

 

Elizabet yang menyambutnya sebagai “ibu Tuhan” tidak menjadikan Maria tinggi hati. Maria malah menekankan bahwa Allah yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadanya (ayat 49). Maria membawa pesan bahwa Allah bahkan akan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya (ayat 51). Di sinilah kita dapat melihat bagaimana Maria membuat Allah lebih besar dan dirinya semakin kecil. Pujian memang bisa bermata dua, dapat menjadikan kita sombong dan merasa diri kita hebat, tetapi juga mengatakan bahwa itu semua adalah perbuatan tangan Tuhan yang kuat sebagaimana Maria menyatakannya sehingga kita tetap kecil dihadapanNya.

 

 

 

Ini juga yang dikatakan oleh William Barclay bahwa seringkali dalam kehidupan kita ada paradok dari kebahagiaan. Dipilih Allah seringkali berarti mahkota sukacita dan sekaligus salib dukacita pada saat yang sama. Oleh karena itu diperlukan hikmat dalam melihat berkat kebahagiaan yang kita terima karena maksud Allah hal itu juga seharusnya menjadi berkat bagi orang lain. Berkat yang diterima dengan kesombongan dan dinikmati sendiri akan dicerai-beraikan dan diturunkan kedudukannya dihadapan Allah dan manusia.

 

 

 

Maria memutuskan tinggal selama tiga bulan bersama Elisabet yang berarti sampai Elisabet melahirkan Yohanes Pembaptis. Mungkin dengan demikian mereka bisa saling berbagi baik hal sukacita maupun yang berat. Apa yang menjadi beban mereka bisa mereka sampaikan kepada Tuhan sebagaimana nyanyian Mazmur 80 yang merupakan bacaan lainnya. Beban Elisabeth yang hamil pada usia tua dan beban Maria yang mengandung anak tanpa suami menjadi ringan dan berubah menjadi sukacita. Di sini pentingnya memilih siapa yang kita jadikan teman atau partner saat kita menghadapi suatu pergumulan hidup.

 

 

 

Keempat: Perhatian kepada yang miskin

 

Sejajar dengan menghindari kesombongan, Allah meminta agar kita memperhatikan kaum yang rendah dan lapar (ayat 52-53). Kitab Lukas juga dikenal sebagai kitab yang peduli terhadap kaum miskin dengan mengutip kitab Yesaya bahwa kedatangan Tuhan adalah untuk orang miskin (Luk. 4:18). Dengan demikian menyambut natal tidak dipergunakan untuk membelanjakan hal-hal yang tidak perlu dan berlebihan, melainkan lebih peduli kepada mereka yang membutuhkan kasih.

 

 

 

Pesan bahwa Allah mengutakan kedatanganNya untuk kaum miskin harus memberi sinyal kepada kita untuk lebih memberikan kasih kepada mereka yang membutuhkan. Sukacita natal yang kita terima sebaiknya juga bisa dirasakan oleh semua orang sehingga natal menjadi sukacita bagi banyak orang. Sebagaimana disampaikan di atas, berbagi sukacita kepada orang orang lain tidak akan mengurangi sukacita kita melainkan justru bertambah-tambah, karena kita bisa melihat orang lain bersukacita dan itu akan memberikan sukacita tersendiri bagi kita. Ini yang membuat sukacita kita semakin bertambah.

 

 

 

Pesan ini pula yang disampaikan dalam bacaan lainnya Ibr. 10:5-10, bahwa Yesus masuk ke dunia sebagai korban untuk sukacita kita. Kita sudah dikuduskan melalui persembahan tubuh AnakNya yang tunggal itu. Oleh karena itu marilah kita “berkorban” untuk orang lain sebagai wujud penyataan kasih kita kepada Allah.

 

 

 

Kesimpulan

 

Pesan Tuhan dalam minggu keempat adven ini mengingatkan kita empat hal, yakni: Mari kita sambut kehadiran Yesus di dunia ini dan di dalam hati kita. Tetaplah kita percaya akan apapun yang terjadi dalam hidup kita. Menerima tanggungjawab dari Allah dan kita berbahagia akan janji Tuhan sebab janjiNya itu “ya” dan “amin”. Kalaupun itu berbentuk beban pergumulan maka kita harus taat dan tabah dalam menanggungnya sampai tiba saat janji dan kebahagiaan itu datang.

 

 

 

Kita tidak boleh sombong dalam menyambut sukacita natal ini. Hendaklah kita tetap rendah hati sebagaimana Maria rendah hati dalam sikapnya kepada Allah dan manusia. Kita juga tidak diminta untuk menyombongkan diri dalam keglamouran sukacita natal, melainkan diminta untuk berbagi sukacita kepada mereka yang rendah dan lapar, mereka yang membutuhkan kasih. Mengasihi Allah berarti mengasihi manusia.

 

 

 

Tuhan Yesus memberkati. Amin

 

 

 

Pdt. Ramles M. Silalahi, D.Min.

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 5 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7551120
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
4230
65942
4230
7247234
585982
1386923
7551120

IP Anda: 172.69.165.17
2024-11-24 19:09

Login Form