Tuesday, December 03, 2024

Khotbah Minggu 1 Nopember 2020

Minggu XXII Setelah Pentakosta 

HIDUP SESUAI DENGAN KEHENDAK ALLAH (1Tes. 2:9-13)

Bacaan lainnya: Yos. 3:7-17 atau Mi. 3:5-12; Mzm. 107:1-7, 33-37; Mat. 23:1-12

 

Pendahuluan

Pada bagian awal pasal 2 ini dijelaskan tentang bagaimana manusia yang tidak layak karena dosa dan kelemahannya dijadikan Allah layak untuk melayani-Nya, membawa dan menyiarkan kabar tentang Tuhan Yesus. Manusia pasti merasa bersyukur dan terhormat saat diberi tugas melayani, yang dapat dilakukan dengan pelayanan langsung maupun tidak langsung. Injil adalah karya Allah yang begitu dalam dan luas sehingga tidak seorang pun dapat mengklaim batasan dan cakupan pelayanan kabar baik tersebut, sepanjang semua dilakukan dengan kasih dan demi kemuliaan nama Tuhan Yesus. Hanya untuk dapat melakukan tugas pelayanan, diperlukan pola hidup yang mendukung, sehingga pelayanan tidak menjadi batu kerikil sandungan bagi gereja dan kemuliaan Tuhan Yesus. Melalui nas minggu ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut:

 

Pertama: Hidup bekerja keras dan berkarya dengan Injil (ayat 9)

Allah menghendaki setiap orang percaya menjadi pembawa dan penyiar berita tentang keselamatan yang telah diperolehnya melalui Tuhan Yesus. Sukacita anugerah yang diperolehnya harus dibagikan kepada semua orang, khususnya bagi mereka yang belum pernah mendengar tentang kasih Allah yang begitu besar melalui Tuhan Yesus yang menebus manusia dosa umat yang percaya kepada-Nya. Pembawa berita dalam hal ini berarti utusan atau duta yang dalam Alkitab disebut dengan Rasul dan setelah para rasul menuliskannya, maka utusan disebut sebagai pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar (Ef. 4:11, kita mengabaikan adanya Rasul dan Nabi saat ini).  Kita tidak perlu membatasi gambaran penginjil harus pengkhotbah atau pemimpin kelompok Pemahaman Alkitab (PA), sebab dalam teori penginjilan juga disebut kalau tindakan perbuatan kasih yang didasarkan atas iman dan diekspresikan dalam nama Tuhan Yesus pada hakekatnya adalah perbuatan pekabaran dan penyiaran Injil. Kita juga tidak perlu menguji bahwa seorang penginjil atau pelayanan sosial harus disertai dengan kuasa-kuasa atau tanda-tanda mukjizat hebat (Mat. 10:1–4; Mrk. 16:20; Luk. 9:1-6), sebab karya mereka bisa menjadi mukjizat kecil dalam kehidupan orang lain. Kepada para rasul dan nabi benar telah diberikan kuasa itu yang kemudian menjadi dasar gereja, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru yang membuat Kekristenan menjadi seluas sekarang ini (Kis. 2:42–43, dll).

 

Adalah menjadi kebiasaan pada masa gereja mula-mula, apabila para penginjil atau pengajar (agama dan filosofi) datang ke satu kota, mereka mendapatkan “bayaran” atau tinggal di rumah-rumah pendengar/anggota. Mereka ini juga merasa mendapatkan suatu kehormatan dapat menjamu para guru ini. Namun kebiasaan tinggal itu umumnya hanya untuk beberapa hari saja, karena yang menjamu juga akan merasa terbeban berat bila terlalu lama. Apabila ada keinginan mereka untuk tinggal lama dan menjadi beban, maka dapat dipastikan mereka adalah penginjil dan guru-guru palsu. Meski Rasul Paulus mengatakan dalam suratnya yang lain, “Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu (Gal. 6:6; 1Kor. 9:13-14; 2Ko.r 11:9), semua itu harus dilakukan dengan sukarela dan kasih. Perlu juga diperhatikan pada masa itu sesuai pandangan Yunani, mereka yang bekerja dengan fisik dan kasar, dinilai sebagai kerja budak dan sangat rendah dibandingkan dengan mereka yang tugasnya lebih banyak berpikir dan di dalam ruangan.

 

Rasul Paulus memahami situasi itu sehingga merespon dengan tindakan nyata. Ia lebih memilih bekerja sebagai pembuat kemah/tenda (Kis. 18:3) sehingga tidak menjadi beban bagi orang percaya di Tesalonika (band 5:13). Ia memperlihatkan kerja keras dengan bekerja siang dan malam untuk dapat menghidupi diri mereka sendiri, mengatur waktu sebelum matahari terbit agar cukup waktu untuk memberitakan Injil. Rasul Paulus mengatakan, “Tetapi aku tidak pernah mempergunakan satu pun dari hak-hak itu” (1Kor. 9:15a; 2Kor. 12:13; 2Tes. 3:8). Sikap ini penting bagi semua pekerja hamba Allah agar tidak menuntut yang lebih banyak dari jemaat yang dilayani, sebab yang utama adalah bagaimana nama Tuhan diperluas dan dipermuliakan. Ini menjadi batu ujian motivasi, sebab seperti yang dikatakan Paulus, “Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil (1Kor. 9:16b). Seorang pembawa dan penyiar Injil dengan firman dan/atau kasih yang layak bagi Tuhan, seyogianya memberikan pengajaran yang benar, membuktikan motivasi yang baik, dan siap memberikan pengorbanan dengan kerja keras sebagai wujud kasih yang besar terhadap jemaat.

 

Kedua: Menguatkan hati seorang demi seorang (ayat 11)

Ketika seseorang menjadi pengkhotbah, maka tugasnya hanya sebatas dari mimbar atau saat pengajaran, meski sesekali perlu memperlihatkan kepedulian dan kasih pada mereka yang pernah diajarnya. Akan tetapi ketika ia menjadi seorang gembala yang bertanggungjawab penuh terhadap pertumbuhan rohani jemaat, maka ia memiliki tanggungjawab yang besar dan tidak mudah. Ada beberapa tanggungjawab seorang gembala yang secara umum dirumuskan sebagai berikut:

 

1.      Mengajarkan ajaran yang benar dan sehat (2Tim. 2:25, 3:14-17)

2.      Menumbuhkan iman jemaat (1Tim. 4:6-7, 16; 2Tim. 1:14)

3.      Mendisiplinkan jemaat (Mat. 18:17; 1Kor. 5:13)

4.      Menemukan karunia rohani yang tepat (kuasa Allah bekerja)

5.      Menjadi teladan (1Tim. 1:16) dengan hubungan yang penuh kasih

6.      Memberitakan Injil dengan metode-metode yang sudah terbukti dan memikul tanggungjawab dalam pertumbuhan

7.      Belajar dan bekerja keras terus menerus 

8.      Membangun struktur pelayanan yang tepat guna – adanya delegasi

9.      Berpikiran posibilitas (serba mungkin) dengan dinamis dan memberdayakan.

 

Pada bagian pertama pasal 2 ini Rasul Paulus memberikan gambaran pelayanan seperti seorang ibu yang mengasuh dan merawat anaknya. Seorang ibu jelas merawat dan mengasuh dengan kelemahlembutan, sebagai bagian dari buah-buah Roh dan penyangkalan diri, dan memberi hidupnya kepada orang yang dikasihi. Seorang ibu yang merawat anaknya pastilah dengan sepenuh hati dan biasanya rela untuk meninggalkan pekerjaan atau kariernya. Pada bagian kedua pasal ini, Rasul Paulus sebaliknya mengibaratkan peran gembala seperti bapa terhadap anaknya. Seorang bapa yang mengasihi pasti tidak akan mengabaikan keamanan dan kepedulian terhadap anak-anaknya, yang membiarkan mereka berjalan ke situasi yang membuat anak-anaknya celaka dan bahkan jatuh fatal. Oleh karena itu, peran nasihat untuk membangun kedisiplinan itu sangat penting pada anak. Peran itu perlu ditambah dengan menghibur dan menguatkan apabila dalam kebimbangan, kesukaran atau kesedihan. Itu merupakan kombinasi yang baik dan ideal. Disiplin diperlukan bukan sebagai hukuman, melainkan untuk pengajaran dan kebaikan. Dengan demikian pasal 2 ini menjadi lengkap, yakni gambaran peran gembala seperti seorang ibu memberikan kasih dengan mengasuh dan merawat penuh kelemahlembutan, seperti seorang bapa memberikan nasihat dan latihan serta kedisiplinan (1Kor. 4:14, 20). Gambaran ini memang pengaruh dari budaya patrialkal Yahudi, yakni ayah bertugas menasihati dan ibu bertugas untuk merawat.

 

Dengan cara yang sama, kita juga perlu membawa mereka yang baru percaya dan menerima Tuhan Yesus di dalam kepak sayap perlindungan, sampai mereka bisa mampu berdiri teguh dengan imannya. Kita perlu membantu mereka yang imannya sulit bertumbuh menjadi cukup kuat untuk meyakinkan akan kebenaran firman. Seorang yang melayani (baik sebagai gembala, penginjil atau pelayanan lainnya) haruslah memberi perhatian seperti seorang ibu dan bapa, dengan merawat, menasihati dan menuntun satu per satu, sehingga orang percaya baru itu memiliki keteguhan iman dan dapat menjadi sumber buah yang baru. Seorang gembala atau penginjil (bahkan orang percaya yang baik) harus menempatkan jemaat dan orang percaya lainnya bagaikan seorang anak yang perlu bimbingan asuhan orangtua.

 

Ketiga: Hidup sesuai dengan kehendak Allah (ayat 10, 12)

Di bagian ketiga ini kita menggabungkan ayat 10 dengan ayat 12 sebab keduanya memiliki hubungan yakni pola hidup dan keteladanan. Sebagai orang percaya, kita hidup dengan nilai-nilai baru sesuai dengan rencana Allah bagi seluruh umat yakni terciptanya keadilan dan kebenaran yang berdasarkan kekudusan. Adil dan benar merupakan tujuan utama semua hukum termasuk hukum Allah. Kesalehan dan kekudusan dalam hal ini memegang kata kunci, sebab hal yang biasa jemaat Tesalonika lihat adanya pemujaan terhadap dewa Aphrodit yakni dewa lambang kesenangan dan hawa nafsu di wilayah tersebut. Masalah moralitas dan seks termasuk prostitusi menjadi perhatian firman Tuhan agar orang Tesalonika khususnya mereka yang bukan orang Yahudi yang masih ikut terlibat ritual dewa tersebut menjadi bertobat (band. 4:5). Memang pada masa itu situasi lebih longgar, sebab masalah moralitas dalam konteks etika bukan menjadi bagian pengajaran agama, tetapi lebih kepada tugas para filsuf.

 

Rasul Paulus mendorong dan menguatkan jemaat Tesalonika untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya, sehingga mereka menjadi teladan yang akan diikuti oleh orang yang sesat dan belum menerima Tuhan Yesus. Mereka menjadi saksi melihat Rasul Paulus hidup dengan berlaku adil, saleh dan tidak bercacat selama tinggal di Tesalonika. Saksi mata ini penting, sebab Tuhan melihat hati dan motivasi yang kadang dapat dimanipulasikan oleh manusia (band. Rm. 1:9). Orang menilai kehidupan orang percaya sebatas yang dilihat mata. Sikap menjaga hidup agar tetap tidak bercacat sangat penting bagi orang percaya, sebab kita semua telah ditebus dan dibayar lunas. Kematian Tuhan Yesus di kayu salib sangat berharga sebagai pengganti dan penebus diri kita yang seharusnya mati karena dosa-dosa kita. Oleh karena itu, toleransi terhadap dosa harus nol, meski ketika jatuh kembali akibat kuatnya iblis dan kedagingan, Tuhan Yesus kembali membuka pengampunan, sepanjang dengan hati yang menyesal dan tulus. Sikap ini sangat berharga di hadapan Allah.

 

Mereka yang setia melakukannya sebenarnya yang dipanggil ke dalam kerajaan dan kemuliaan-Nya. Dipanggil dalam hal ini berarti berlakunya kedaulatan Allah untuk memilih dan menentukan (Rm. 8:28-29). Pengertian kerajaan dalam hal ini memiki dua dimensi (1Kor. 15:23-27), yakni dimensi saat ini dan saat nanti di kekekalan yang keduanya berhakekat damai sejahtera. Semua itu terjadi tatkala kita menempatkan Yesus sebagai Raja dan mengikuti perintah-Nya. Mereka yang hidup berdasarkan daging dan mengikuti keinginan iblis tidak layak menjadi anak-anak dan hamba-Nya, serta tidak berhak masuk ke dalam kerajaan-Nya (1Kor. 6:9, 10; Kol. 1:13; Ef. 5:5; Gal. 5:21). Kalau ada yang tidak bisa melihat kebaikan Tuhan dan tidak hidup dalam damai sejahtera serta tidak merasa berhutang untuk melayani-Nya, pasti ada yang salah dalam pikirannya. Maka kini, apakah masih ada bagian dalam hidup kita yang tidak sesuai dengan kehendak Allah? Kalau demikian halnya, apakah kita layak menjadi utusan dan saksi-Nya? Pernahkah kita bayangkan: Apa yang orang lain pikirkan tentang Tuhan Yesus dengan melihat yang kita lakukan? Apakah kemuliaan itu masih menjadi milik kita? Firman Tuhan mengatakan, Sebab itu aku menasihati kamu, “supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu” (Ef. 4:1; band. 4:17).

 

Keempat: Firman Allah bekerja di dalam kamu (ayat 13)

Rasul Paulus mengatakan bahwa firman Allah terus bekerja di dalam hati orang percaya. Ia menegaskan firman yang disampaikan (melalui pedengaran atau penglihatan - dengar, baca dan lihat), tidak semata-mata sebuah pidato atau informasi/dokumen, melainkan sebagai sumber kebenaran yang pasti dan teruji. Perjalanan panjang firman Tuhan Yesus yang diucapkan secara langsung maupun melalui inspirasi kepada para rasul yang menuliskan, serta didasarkan pada pengalaman hidup mereka, semuanya menjadi bukti bahwa firman yang tertulis itu bukan semata-mata perkataan manusia (1Kor. 11:23; 15:1, 3). Manusia sebagai penulis dipakai Allah sesuai dengan kehendak Allah dan rencana Allah sesuai dengan kepribadian dan lingkungan penulis. Proses kanonisasi yang demikian panjang, juga menjadi bukti Allah bekerja dalam semua hal itu, dan terutama semua itu merupakan perjalanan yang penuh dengan kisah tangisan derita dan air mata, tanpa sedikit pun dibalas dengan usaha kekerasan. Itulah firman Allah yang benar dan itulah Kekristenan.

 

Alkitab yang kita pegang di tangan kita penuh dengan kuasa yang nyata dan hidup. Firman telah mengubah kehidupan sebagian besar hidup manusia di bumi ini dan terus bertambah setiap hari. Selama 2000 tahun sejak Yesus mengucapkannya dan seluruh kisah di Kisah Para Rasul, menjadi bukti teruji meski sebelumnya ada yang meragukan bahwa itu isinya akan dilupakan orang. Oleh karena itu Rasul Paulus mengatakan, ia bersukacita sebab firman itu telah mereka terima. Firman itu bekerja ketika mulai diterima baik oleh pendengaran atau penglihatan, kemudian bekerja dalam hati manusia dengan dua cara: Pertama, melalui kesadaran manusia sendiri ketika firman itu didengar atau dibaca, kemudian direnungkan dan menghasilkan respon sambutan (Rm. 10:10, 17; 1Te 1:6). Kedua, sambutan terjadi atas kemauan manusia sendiri, meski ada kedaulatan Allah yang bekerja yang membuat manusia tunduk dan patuh atas kehendak-Nya dengan firman sebagai sarananya (band. Luk. 11:28; Rm. 1:16; 1Ptr. 1:23).

 

Maka bacalah firman Allah yang hidup itu dan teruslah membaca. Firman Allah adalah sebuah kekuatan yang mengubahkan (1Tes. 1:8; Ibr. 4:12). Memang akan terjadi peperangan rohani antara pikiran dan roh manusia dengan iblis jahat yang menggoda pikiran kita. Namun dengan kuasa pertolongan Roh Kudus, firman itu akan menang dan selalu benar. Oleh karena itu, dorong juga teman-teman yang lain untuk ikut membaca. Dorong yang belum mengenal Tuhan Yesus untuk membaca dan mengenal Tuhan Yesus. Bagi mereka yang melakukannya, yang sungguh-sungguh rindu untuk belajar, akan disentuh dan dipenuhi dengan kuasa, dan mereka tidak pernah menjadi manusia yang sama. Dengan firman itu, kuasa Allah bekerja sebagaimana dikatakan, “Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu” (Flp. 4:9).

 

Penutup

Melalui firman Tuhan minggu ini kita diberikan pengajaran tentang perlunya bekerja keras dalam hidup ini sambil tetap dalam pelayanan. Setiap orang percaya mesti masuk dalam pelayanan meski dalam bentuk tidak langsung. Akan tetapi pelayanan yang sepenuhnya bagi pemberitaan Injil membutuhkan dukungan dan bersinergi, agar mereka dapat lebih berbuah banyak. Rasul Paulus sendiri memberi keteladanan dengan bekerja keras sebagai pembuat tenda agar tidak menjadi beban jemaat. Penginjil dan pelayan serta orang percaya harus peduli dengan sesama, memberikan perhatian dengan dukungan moril dan doa. Nasihat dan keramahan adalah wujud kasih seperti seorang bapa dan ibu bagi anak-anaknya. Tetapi yang terutama, setiap anak-anak Tuhan harus hidup sesuai dengan kehendak Allah, dengan berlaku saleh, kudus, adil dan benar. Sebab bila hal itu diabaikan, maka akan menjadi batu sandungan. Kita tidak perlu pesimis atau khawatir tidak mampu melakukan semua itu, tetap optimis dan bersyukur sebagaimana Rasul Paulus, sebab kita adalah orang-orang yang dipanggil dan firman Allah akan bekerja dengan kuasa di dalam hati setiap orang percaya, sehingga kita berhak atas kerajaan dan kemuliaan kelak pada masanya. Tuhan Yesus memberkati.

 

Pdt. Em. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 720 guests and no members online

Statistik Pengunjung

8029154
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
1212
80866
180439
7546890
180439
883577
8029154

IP Anda: 172.70.93.13
2024-12-04 00:25

Login Form