Khotbah Minggu 20 September 2020
Minggu XVI Setelah Pentakosta
HIDUP ADALAH KRISTUS DAN MATI ADALAH KEUNTUNGAN
(Khotbah Flp. 1:21-30)
Bacaan lainnya: Kel. 16:2-15; atau Yun. 3:10-4:11; Mzm. 105:1-6, 37-45 atau Mzm. 145:1-8; Mat. 20:1-16
Pendahuluan
Ketika kita mendengar seseorang dipenjara, kesan yang muncul adalah hal mengerikan. Gambaran penjara sebagai tempat yang terkungkung, kotor, makanan seadanya, penuh dengan kekerasan dan hukuman, maka orang langsung berpikir: hidupnya sudah habis dan tanpa arti. Mereka yang dipenjara biasanya melihat hidup dalam keadaan serba gelap dan tanpa pengharapan. Ada masa indah yang hilang dan memulihkan nama juga tidak gampang. Akan tetapi hal yang dialami oleh Rasul Paulus dalam bacaan ini sungguh berbeda. Ia mendapatkan tekanan tetapi ia melihat dari dua sisi yang berbeda dan keduanya adalah menguntungkan. Melalui bacaan di minggu ini, semangat itulah yang diberikan kepada kita melalui pengajaran sebagai berikut.
Pertama: Hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan (ayat 21-23)
Bagi mereka yang tidak percaya akan adanya Allah pencipta langit dan bumi, kehidupan di dunia ini seperti apa adanya saja, mengalir tanpa arah dan komando, sehingga bagi mereka sangat wajar hidup ini harus diisi dengan kesuksesan nilai-nilai dunia saja, seperti uang, kesenangan, dan harga diri. Berbeda bagi Rasul Paulus, yang berpikir hidup ini perlu diisi dan dikembangkan dengan nilai-nilai yang abadi, khususnya mengabarkan tentang Kristus dan kasih-Nya. Bagi Paulus, Yesus Kristus dapat menolong mereka yang tidak mengenal Allah sebagai Komando untuk mendapatkan dan memahami nilai-nilai hakiki kehidupan, sehingga menjalaninya lebih penuh arti. Kristus merupakan sumber inspirasi. Tujuan hidup Paulus adalah memberitakan dengan penuh keyakinan dan keberanian tentang Kristus, dan terus berusaha menjadi serupa dengan Dia. Oleh karena itu, ia berkata bahwa mati adalah keuntungan; kematian bukan sekedar membebaskan kita dari segala persoalan, pergumulan dan penderitaan, melainkan menjadi pintu masuk perjumpaan dengan Kristus muka dengan muka (Flp. 1:21; Yoh. 3:2-3). Dalam 2Kor. 5:8 juga dituliskan kerinduan ini, "... dan terlebih suka kami beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan." Kerinduan yang sama dinyatakan Pemazmur: “lebih baik satu hari di pelataran Tuhan dari pada seribu hari di tempat lain (Mzm. 84:10). Tapi ini bukan berarti pembenaran terhadap mati bunuh diri atau keputusasaan. Ia tidak mengungkapkan keletihan hidup dengan nada yang getir. Bukan. Inti pesannya, jika kita belum siap untuk kematian, maka sebetulnya kita tidak siap untuk hidup.
Ketika menulis surat ini di penjara, Rasul Paulus tidak mengetahui situasi pasti masa depannya. Gambaran di dalam benaknya adalah dibebaskan atau dihukum mati. Akan tetapi dalam menanti keputusan itu ia tetap berpegang pada keyakinan bahwa Kristus bekerja dalam hidupnya untuk kebaikannya. Hal yang perlu dilakukan dan persiapkan hanyalah saat berdiri di depan sidang pengadilan Romawi, ia harus berbicara dengan berani untuk kebenaran Kristus tanpa ada rasa takut atau malu. Apakah harus mati atau hidup, baginya tidak persoalan, ia hanya ingin meninggikan Kristus. Untuk itu ia terus bersiap diri menghadapinya, dengan berdoa dan menjadi berkat dengan menulis surat kepada jemaat-jemaat yang dikenalnya. Prinsip hidupnya, ketika Tuhan memberinya kehidupan, maka ia harus mengisinya dengan memberi buah. Tidak ada alasan untuk pesimis, putus asa, berleha-leha, atau menunda seolah-olah belum waktunya melayani. Memang pada kenyataannya, ia dibebaskan sebentar setelah menulis surat ini, namun kemudian ditangkap dan dipenjara kembali selama dua sampai tiga tahun karena terus menerus mengajarkan Kekristenan kepada semua orang. Inilah yang perlu kita lihat dan teladani. Setiap kesempatan perlu kita isi hidup ini dengan pelayanan, baik melalui jalan terlibat langsung maupun tidak langsung melalui dukungan doa, moril, waktu dan dana.
Semangat melayani hanya bisa terjadi jika kita memahami bahwa ada Allah pencipta seiisi bumi dan terus mengendalikannya. Setiap orang lahir ke dunia bukanlah kebetulan melainkan dengan tujuan dari Allah; bukan untuk diri sendiri. Dengan kesadaran itu bisa kita rumuskan dan nyatakan tujuan akhir hidup, yang perlu diisi dengan melayani Tuhan, mempersembahkan hidup bagi-Nya yang dinyatakan tanpa ada rasa takut akan kematian. Hidup bukan lagi semata-mata kekosongan, tanpa arah dan makna. Kita berjalan dengan iman dan bukan dengan pikiran. Yang terutama, ketika badai kehidupan datang keras melanda, yang kita tidak tahu sebab musababnya, kita tahu bahwa itu adalah bagian dari rencana Tuhan. Ini situasi yang dihadapi Rasul Paulus, seolah-olah didesak dari dua sisi kenyataan, perjuangan dan penderitaan atau menanti pergi saat-saat kematian tiba (ia memakai istilah analyo merupakan eufemisme yang artinya "meninggalkan” seperti kapal yang mengangkat jangkar atau tentara yang mengendorkan tali kemah). Hanya oleh iman yang teguh kepada Kristus yang membuat Rasul Paulus kuat menahan penderitaan tersebut dan tetap tegar dalam pelayanannya. Kita pun menjadi kuat dan teguh dalam menghadapi segala situasi kehidupan, ketika kita memiliki tujuan di dalam Kristus. Memiliki tujuan hidup akan membangun hidup itu sendiri dengan hidupnya tujuan itu. Bagi orang percaya, tujuan akhir kita jelas, yakni kita masuk sorga, dan itu hanya bisa bersama dengan Kristus. Inilah yang kita rindukan, Allah memberi prinsip hidup yang sama dalam diri kita seperti Rasul Paulus.
Kedua: Makin maju dan bersukacita dalam iman (ayat 24-26)
Rasul Paulus telah memutuskan memiliki tujuan hidup yakni memberitakan Kristus di seluruh dunia. Pikiran-pikiran yang mengganggunya yakni tantangan, penderitaan, masa lalunya yang penuh dosa ingin membunuh, tidak dipikirkannya lagi. Ia mengerti sepenuhnya bahwa hidupnya telah ditebus dan diberi kasih anugerah, sehingga ia berhutang nyawa bagi Yesus dan untuk itu merasa wajib membayarnya. Pikiran ini yang disampaikannya kepada jemaat di Galatia, yakni dengan mengatakan: "Aku hidup, tetapi bukan lagi aku jang hidup, melainkan Kristuslah yang hidup didalam aku" (Gal. 2:20; band. Rm. 14:8; Kol. 3:3). Ia merasakan kebaikan Allah dan ia juga mengetahui karunia rohani yang dimilikinya, sehingga dengan menetapkan tujuan hidupnya, ia tahu bahwa hidupnya sangat berguna bagi jemaat di Filipi dan ingin tinggal dan akan bersama-sama dengan mereka (band. Kis. 20:1-6). Ada persekutuan yang erat di antara mereka. Oleh karenanya, meski mati adalah keuntungan, ia kemudian mengatakan, “tetapi lebih perlu untuk tinggal di dunia ini karena kamu.” Memang dalam hidup setiap orang, termasuk Paulus, begitu ada dorongan dan pengharapan hidup kita berbuah bagi orang lain, maka kita akan memiliki semangat dan roh yang kuat untuk menjalani hidup dengan optimisme. Semua ini akan lebih dahsyat ketika Roh Allah bekerja di dalam hati kita. Kisah seorang ayah atau ibu yang berjuang keras bahkan hidup mati demi anak-anaknya, merupakan kisah yang sering kita dengar dalam kehidupan ini.
Rasul Paulus merasakan adanya ketakutan pada jemaat di Filipi perihal penderitaan yang akan mereka alami akibat penindasan dari serdadu dan pemerintahan Romawi (dan juga dari orang-orang Yahudi fanatik), sehingga Paulus perlu meyakinkan mereka untuk tidak perlu takut bahkan bila risikonya kematian. Ia juga melihat ketakutan itu terjadi karena pemahaman mereka terhadap firman Tuhan belum mencapai kedewasaan rohani, sehingga pertimbangan keduniawian masih menjadi faktor yang dominan. Kedewasaan dan cara melihat penderitaan terkait dengan iman, yakni dalam pengertian iman yang bertumbuh semakin besar ketergantungan dan penyerahan hidup dalam tangan pimpinan Tuhan. Ketika iman lemah atau baru bertumbuh, biasanya menciutkan mental saat tantangan berat datang melanda; akan tetapi ketika iman semakin besar dan kuat, maka tantangan apa pun yang datang, hidup sudah seluruhnya diserahkan kepada Dia yang mengendalikan hidup kita. Inilah yang dilihat Rasul Paulus sehingga mengatakan dalam nas ini, “supaya kamu makin maju dan bersukacita dalam iman.” Pengertian maju dan bersukacita hanya ada kaitannya dengan iman kepada Yesus Kristus yang mengendalikan hidup.
Rasul Paulus melihat semua itu bukan untuk membanggakan dan memegahkan dirinya telah membuat sebuah prestasi, melainkan semuanya adalah untuk kemegahan Kristus. Kristus ditinggikan, diagungkan, dan dimuliakan adalah tujuan akhir hidupnya. Ia sudah tahu bahwa dirinya pasti selamat dan ia tidak perlu ragu akan hal itu. Ia hanya menyelaraskan tujuan hidupnya agar sesuai dengan rencana Allah dalam hidupnya. Itu hanya bisa tersinkronisasi tatkala kita memiliki hubungan yang dekat dengan Dia. Dengan kedekatan dan keakraban yang terjalin, kita tahu tujuan hidup tidak hanya memuaskan keinginan daging dan tubuh, sebab Yesus telah menderita bagi kita. Dialah yang kita layani sebab Ia telah melayani kita. Kini, pertanyaannya bagi kita: Apa yang menjadi tujuan hidupmu? kepada siapa kita melayani? Apakah yang kita lakukan saat ini sepenuhnya bagi kemegahan kita saja, kemegahan keluarga, atau kita menempatkan kemegahan Kristus lebih utama dalam semua tujuan yang kita lakukan? Apakah kita pernah membangun iman teman sesama gereja tatkala mereka dalam pergumulan iman? Kristus memanggil kita untuk menggunakan berkat dan karunia rohani untuk membangun kemegahan Kristus, bukan saja di lingkungan gereja kita sendiri tetapi juga di dalam kehidupan keseharian dalam bermasyarakat. Itulah yang dilakukan Rasul Paulus dan perlu kita lakukan.
Ketiga: Hidup berpadanan dengan Injil Kristus (ayat 27-28a)
Untuk bisa memiliki iman yang teguh dan berbuah, persyaratan utama adalah perlunya pengenalan, pemahaman dan penerapan Injil Kristus. Dalam Injil Kristus yang diberikan bagi kita, di dalamnya ada kisah keteladanan Pribadi Yesus sebagai gambar dan rupa Allah yang sempurna di dalam wujud manusia. Dengan memandang dan mengenal Pribadi Yesus melalui kesaksian Injil, tidak ada alasan bagi seseorang untuk mengatakan bahwa manusia tidak dapat melakukan hal seperti yang dilakukan-Nya. Memang kadang orang berkata untuk mencari alasan dengan mengatakan: "Ah, Yesus kan, Tuhan. Jadi Dia bisa seperti itu". Akan tetapi terlepas dari kuasa membuat mukjizat, setiap manusia ditantang untuk menjadi serupa dengan Dia, sehingga kita menjadi buku dan kesaksian teladan bagi orang lain. Dalam melakukan mukjizat pun kita tidak boleh berkata "tidak mungkin". Tuhan Yesus sendiri berkata, "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Mrk. 9:23). Oleh karena itu kita terus berusaha agar pengenalan, pemahaman dan penerapan Injil Kristus itu hadir dan berpadanan dalam kehidupan kita sehari-hari. Berpadanan berarti tingkah laku kita layak disebut sebagai pengikut Kristus.
Salah satu yang ditekankan dalam Injil adalah pentingnya saling mendukung dalam persekutuan jemaat. Rasul Paulus mendorong orang percaya untuk bersatu, berdiri kokoh dalam satu Roh dan berjuang sebagai satu kesatuan untuk membangun iman (band. Ef. 4: 1-3). Prinsip bersatu teguh dan bercerai runtuh serta bergabung seperti sapu lidi tetap berlaku dalam membangun kekuatan iman. Adanya anggota-anggota gereja yang melenceng dan hidup sekehendak hatinya yang tidak sesuai dengan perintah Injil, akan mematahkan semangat dan kebersamaan. Gangguan seperti ini tidak boleh ada dan harus diredam dengan bijak. Rasul Paulus juga menekankan agar jemaat Filipi bersatu dengan keinginan dari diri mereka sendiri, tidak tergantung kepada Paulus, sehingga kehadirannya di Filipi tidak mempengaruhi semangat mereka dalam menghadapi semua persoalan yang ada. Kebersamaan dan kesatuan yang demikian akan murni dan langgeng, sementara kalau kesatuan akibat pengaruh pemimpin yang otoriter biasanya akan cepat retak dan pecah. Kita dapat melihat dalam berbagai pemerintahan di dunia, pemerintahan yang otoriter biasanya tidak langgeng dan selalu jatuh dengan konsekuensi yang menyakitkan.
Demikian juga dalam menghadapi musuh, kesatuan iman jemaat Filipi diminta untuk mendahsyatkan kekuatan bersama (band. 1Kor. 16:13). Meratapi kekurangan apalagi memperlihatkan kelemahan kepada musuh malah membuat rasa gentar di dalam diri mereka sendiri. Padahal yang dibutuhkan justru membuat musuh gentar dengan kesatuan yang ada. Kita bisa baca dalam peristiwa Yerikho, ketika pasukan bersatu mengelilingi dengan tiupan sangkakala, tembok yang kokoh itu runtuh. "Maka runtuhlah tembok itu, lalu mereka memanjat masuk ke dalam kota, masing-masing langsung ke depan, dan merebut kota itu" (Yos. 6:1-27). Allah bekerja di dalam kesatuan hati dan bukan di dalam perpecahan. Sebab sungguh sangat menyedihkan melihat begitu besar energi dan potensi yang terbuang sia-sia apabila orang percaya saling menyerang dan bukan bersatu melawan musuh bersama yang nyata. Musuh bersama saat ini masih banyak berupa kemiskinan dan penginjilan ke berbagai wilayah. Setiap gereja dan denominasi membutuhkan sikap yang lebih berani dalam mempersatukan dan membangun tujuan bersama demi dan untuk melayani Kristus. Egoisme masing-masing yang merupakan pekerjaan iblis harus dihilangkan.
Keempat: Tidak gentar dan siap menderita (ayat 28b-30)
Rasul Paulus memiliki keyakinan yang kuat tentang hidupnya di dalam Kristus dan itu membuat dirinya tidak khawatir sedikit pun tentang segala ancaman dan risiko yang timbul dari pelayanannya. Dengan cara pandang seperti itu, risiko penderitaan yang datang tidak dilihat sebagai "kesalahan" atau "hukuman", melainkan sebuah ujian untuk meningkatkan iman. Ketika kita menderita karena iman kepada Kristus, hal itu bukan berarti karena kita melakukan suatu hal yang salah. Sebaliknya, kenyataan yang benar, melalui penderitaan ingin dibuktikan kita adalah orang yang setia. Maka pergunakanlah penderitaan yang kita hadapi untuk membangun karakter kita. Jangan menyangkal, meremehkan apalagi malah membuat kita jatuh. Seorang Kristen sejati tidak pernah gentar menyerah namun tegar berdiri. Dengan sikap seperti itu, siapapun yang melihat diri kita sebagai orang yang teguh dalam pelayanan, tetap bertahan, tegar dalam tantangan dan penderitaan, musuh pasti gentar. Rasul Paulus mengatakan ini sebagai kebinasaan bagi musuh, namun bagi kita adalah tanda dan bukti keselamatan. Ia menganggap sungguh merupakan kehormatan untuk dapat menderita bagi Kristus. Penderitaan di dalam Kristus adalah sebuah kesempatan mengalami persekutuan secara lebih dalam dan indah dengan Kristus (Mat. 5:11). Memang kita tidak boleh secara umum menganggap penderitaan sebagai keistimewaan. Penderitaan juga dapat datang karena dosa dan kesalahan. Tapi ketika kita menderita oleh karena memberitakan Kristus, pesan dan kesan serta teladan yang kita berikan akan mempengaruhi diri kita dan orang lain untuk kebaikan (Kis. 5:41). Dalam hal ini, penderitaan memiliki beberapa manfaat, seperti:
1. Mengerti dan mengabaikan kesenangan dan kenikmatan dunia.
2. Menyingkirkan gulma orang-orang percaya yang membuat kedangkalan iman. Ada penglihatan makna baru dalam kehidupan setelah berhasil dalam ujian iman.
3. Memurnikan iman guna jaminan masuk ke dalam kerajaan-Nya kelak
4. Menguatkan iman mereka yang dalam penderitaan dan menjadi contoh teladan bagi mereka yang mengikut kita.
5. Penderitaan dapat mempererat persatuan.
Rasul Paulus sepanjang hidupnya telah menderita oleh karena pemberitaan Injil. Ia pernah diseret dan dicambuk di hadapan jemaat Filipi (Kis. 16:19; 1Tes. 2:2; Ibr. 10:32), melakukan perjalanan tiga kali ke seantero Eropa untuk mengabarkan kasih Allah melalui Kristus. Beberapa kali dipenjara. Banyak hambatan dan tantangan dialaminya, demikian juga jemaat-jemaatnya. Sama seperti orang Filipi, kita juga saat ini berhadapan dengan yang ingin menghambat pemberitaan Kristus, baik melalui aturan-aturan maupun provokasi. Semua orang percaya harus menghadapinya, bersatu menghadapi “musuh” yang sama untuk kebaikan semua. Rasul Paulus tidak pernah mendesak agar orang Kristen mencari-cari penderitaan, apalagi menguji Tuhan. Kita juga jangan melupakan mereka yang menderita. Kasih Allah harus dinyatakan. Jika kamu orang kaya, memberilah dengan sukacita kepada yang miskin. Jika isi kulkasmu penuh, berbagilah dengan mereka yang kelaparan. Jika kamu ada dalam kekuasaan, bekerjalah dengan adil dan penuh kasih. Ketika hidup kamu menyenangkan, berusahalah untuk mengambil kesakitan orang lain, dan ceritakanlah kepada dunia bahwa Injil itu adalah kebenaran. Mari kita perlihatkan kepada dunia kasih Kristus ada dan nyata dalam setiap hati pengikut-Nya, meski kadang kala dunia ini tidak bersahabat pada kita.
Penutup
Melalui bacaan di atas kita dapat melihat keteladanan yang diberikan Rasul Paulus. Kehidupannya di penjara tidak menyurutkan semangatnya untuk memberitakan Kristus. Baginya, apapun risikonya, hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Itu bukan sikap keputusasaan yang getir, tetapi melihat bukan persoalan hidup atau mati, sebab kedua-duanya dapat dipakai jalan untuk memuliakan Tuhan. Dalam hidup yang dimaknakan di dalam Kristus, berbuah berarti mendorong orang lain untuk semakin maju dan bersukacita dalam iman, sebagaimana yang dilakukannya bagi jemaat Filipi. Untuk itu memang diperlukan hidup yang berpadanan dengan Injil Kristus, yang memperlihatkan layaknya kita sebagai pengikut Kristus. Kemampuan itu juga sekaligus memperlihatkan sikap kita dalam menghadapi tantangan dan musuh. Bila kita di dalam Kristus, kita tegar tidak akan gentar dan bahkan siap menderita karena itu merupakan kehormatan dapat menderita bagi Dia yang sudah memberikan nyawa-Nya bagi keselamatan kita. Inilah doa kita, agar Tuhan mengokohkan iman kita, meneguhkan pengharapan kita, sehingga kita terus melayani dan bahkan di dalam tantangan dan penderitaan yang mungkin dialami. Tuhan Yesus memberkati
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 1 Desember 2024 - Minggu Adven IKhotbah Minggu 1 Desember 2024 – Minggu Adven I KERAJAAN...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 1 Desember 2024 - Minggu Adven IKhotbah (2) Minggu 1 Desember 2024 – Minggu Adven IRead More...
BERTAMBAH... -
Kabar dari Bukit, Minggu 24 November 2024Kabar dari Bukit ADA, SUDAH ADA DAN AKAN DATANG (Why. 1:4-8) ”Berbahagialah...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 128 guests and no members online