Kabar dari Bukit 30 Agustus 2020
Kabar dari Bukit
JALAN SALIB
Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mat. 16:24).
Saya menyukai memilih tema khotbah Minggu sesuai leksionari. Ada metode dan urutan sesuai kalender gereja. Denominasi gereja-gereja besar umumnya mempunyai referensi global, seperti Lutheran, Methodist, Calvin dan bahkan Katholik. Saya dan Pdt. Charles Sitorus di Gaja Toba tiap hari memakai referensi leksionari dari Vanderbilt yang juga dipakai GKI, sehingga saya tidak kesulitan memilih lagu di malam hari sebelum renungan pagi diposting.
Nas minggu ini bagi kita sesuai leksionari dari Mat. 16:21-28, mengungkapkan “Pemberitahuan pertama tentang penderitaan Yesus dan syarat-syarat mengikut Dia.” Kita tahu nubuatan-Nya benar, Yesus menderita dan mati di kayu salib. Dan entah mengapa nas tiga minggu ini cocok dengan urutan bab dalam bukunya John Stott Why I am a Christian. Dalam bab 3 buku tersebut ia menuliskan tentang Salib Kristus, setelah bab 1 tentang Anjing Pemburu dan bab 2 tentang Penyataan Yesus Kristus yang dibahas minggu-minggu lalu.
Selain ajaran dan teladan-Nya yang unggul dan istimewa penuh kasih, sepanjang sejarah, Yesus memang satu-satunya pemimpin agama yang mati untuk orang lain dan di kayu salib. Kita tahu Sang Buddha meninggal di usia 80 tahun dan Nabi Muhammad di usia 62 tahun dan keduanya meninggal karena sakit. Musa meninggal di usia 120 tahun dan Konfusius di usia 72 tahun karena usia tua. Hanya Yesus yang mati atas kehendak-Nya sendiri dan di usia muda dengan pelayanan 3,5 tahun saja, tetapi memiliki pengikut terbesar di dunia.
Menurut John Stott, jalan salib dipilih Yesus dengan tiga penjelasan dari Alkitab. Pertama, Dia mati untuk menebus dosa-dosa kita. Mulai kitab Kejadian pasal 2:17 sampai ke kitab Wahyu pasal 21:8, dosa dan kematian sering dipertukarkan dan disatukan. Perjanjian Lama penuh dengan konsep penebusan melalui pengganti kematian melalui korban persembahan. Secara alami dosa dan kematian adalah bagian manusia, dan “upah dosa adalah maut” (Rm. 6:23). Adam dan Hawa berdosa, maka mereka diusir dan mati. Kita berdosa, dan kita mati. Dan puncaknya adalah Kristus mati di kayu salib sebagai pengganti dan penebusan dosa-dosa kita.
Kedua, Kristus mati untuk menunjukkan karakter Allah. Melalui kematian Kristus, Allah menyatakan keadilan dan kasih-Nya kepada semua. Yesus tidak berdosa tapi Ia mati. Ayub (dan kadang kita juga) mempertanyakan, mengapa yang jahat lebih maju dan mengapa yang tidak bersalah selalu menderita? Jawabannya adalah pembuktian theodicy, yaitu pembelaan atas keadilan Allah, pembenaran bagi umat manusia yang kelihatannya seperti ketidakadilan Allah. Alkitab menjawab hal ini dengan mengatakan adanya penghakiman terakhir di masa mendatang, tatkala semua yang tidak benar akan dibenarkan. Hal lainnya, ketiadaan tindakan Allah di hadapan kejahatan bukanlah karena perbedaan moralnya, namun karena kesabaran yang ditahan-Nya sampai Kristus datang kedua kali. Maka percaya dan bersabarlah.
Ketiga, Kristus mati untuk menaklukkan kuasa kejahatan. Kristus mati di kayu salib lalu dikuburkan, tetapi bangkit di hari ketiga. Salib bukan lagi sebagai simbol kutuk melainkan simbol kebangkitan dan kemenangan. Melalui jalan salib, Kristus menjadi “Allah yang disalib” sesuai pernyataan filsuf Nietzsche, tetapi hal itu justru menyatakan kredibilitas-Nya. “Kemenangan, penaklukan, sukacita besar, kekuatan besar menjadi kosa kata pengikut Kristus”, tulis John Stott. Kita bangga dan hormat serta tidak pernah malu atas kematian Yesus di kayu salib.”Maut telah ditelan dalam kemanangan. Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, dimanakah sengatmu?” (1Kor. 15:54b-55; Yes. 25:8).
Jalan salib telah dipilih Yesus. Salib dipilih gereja sebagai simbol Kekristenan: bukan palungan, tahta, atau burung merpati, Maka diingatkan John Stott yang mengutip Gustav Aulen, kita orang Kristen jangan terlalu menekankan tema kemenangan dan melupakan tema penebusan dan penyataan-Nya. Jalan pengorbanan adalah pilihan kita untuk menyatakan kasih kepada Tuhan dan sesama. Marilah kita tidak seperti Petrus yang dicela Yesus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (ayat 23).
Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (ayat 24). Perlu kita ketahui, nilai dari pemberian kasih diukur dari pengorbanan sang pemberi, dan dengan tingkatan di mana penerima layak menerimanya. Bagaimana, apakah kita sudah layak menerima kasih-Nya? Apakah kita sudah sepenuh hati mengikut Dia dan ikut memikul salib-Nya dengan memberi yang terbaik bagi-Nya dari hidup kita? “Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya (ayat 27). Selamat hari Minggu dan selamat beribadah. Tuhan memberkati kita sekalian, amin.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 1 Desember 2024 - Minggu Adven IKhotbah Minggu 1 Desember 2024 – Minggu Adven I KERAJAAN...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 1 Desember 2024 - Minggu Adven IKhotbah (2) Minggu 1 Desember 2024 – Minggu Adven IRead More...
BERTAMBAH... -
Kabar dari Bukit, Minggu 24 November 2024Kabar dari Bukit ADA, SUDAH ADA DAN AKAN DATANG (Why. 1:4-8) ”Berbahagialah...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 22 guests and no members online