Kotbah Minggu 16 Agustus 2020 - Rm. 11:1-2a, 29-32
Khotbah Minggu 16 Agustus 2020 – Minggu XI setelah Pentakosta
SISA DAN PENYELAMATAN ISRAEL (Rm. 11:1-2a, 29-32)
Bacaan lainnya: Kej. 45:1-15 atau Yes. 56:1, 6-8; Mzm. 133 atau Mzm. 67; Mat. 15:10-20, 21-28
Pendahuluan
Dalam pasal 9 dan 10 kitab Roma, Rasul Paulus mengungkapkan keprihatinannya akan penolakan umat Yahudi terhadap Yesus Kristus. Meski bangsa itu telah diberikan keistimewaan sebagai bangsa pilihan dengan berkat-berkat yang besar, namun kembali kedegilan bangsa itu mencuat dengan menolak jalan baru yang diberikan bagi keselamatan mereka. Mereka tetap berusaha menyenangkan Allah dengan perbuatan meski akhirnya perbuatan itu seringkali gagal. Dalam hal ini Rasul Paulus melihat dilema yang terjadi, antara Israel sebagai bangsa pilihan berikut janji penggenapan dengan penolakan terhadap rencana Allah melalui Yesus Kristus. Jelas ini menjadi pergumulan yang hebat bagi Paulus, sebab dia adalah bagian dari umat pilihan itu. Pertanyaannya adalah: apakah tindakan Allah menjadi sia-sia? Bagaimana kelak rencana Allah terhadap mereka? Apakah Allah akan mengingkari janji-Nya bagi umat tersebut? Di lain pihak, Rasul Paulus percaya bahwa kasih Allah adalah kekal, khususnya kepada mereka yang dipilih-Nya. Melalui nas minggu ini kita diberikan pengajaran tentang hal itu sebagai berikut.
Pertama: Allah tidak menolak umat-Nya (ayat 1-2a dan 29)
Rasul Paulus menekankan bahwa tidak semua orang Yahudi menolak Yesus sebagai Mesias yang dinantikan yang membawa pesan keselamatan bagi mereka. Rasul Paulus mengutip peristiwa senada di Perjanjian Lama saat Elia mengadu kepada Allah tentang ketidaksetiaan umat Israel dengan menyembah Baal, "Tuhan, nabi-nabi-Mu telah mereka bunuh, dan mezbah-mezbah-Mu telah mereka runtuhkan; hanya aku seorang diri yang masih hidup dan mereka mencari jiwaku." Namun Tuhan menjawab: “….masih ada tujuh ribu orang bagi-Ku, yang tidak pernah sujud menyembah Baal (Rm 11:3-4). Kita tahu Elia adalah nabi Allah yang dihormati bangsa Israel, yang menentang raja Ahab dan istrinya Izebel yang kejam. Pada peristiwa itu peran Izebel yang seorang pagan lebih menentukan dengan memaksa semua umat Israel harus menyembah Baal. Raja Ahab sendiri berada pada posisi sulit dan cenderung tidak mau mendengarkan Elia, bahkan melihat Elia sebagai musuh daripada nabi pembawa pesan Allah. Karena Izebel ingin membunuh Elia, akhirnya ia harus lari untuk menyelamatkan dirinya (1Raj. 18).
Peristiwa itu merupakan salah satu bukti dari ketidaksetiaan bangsa Israel. Memang dari sejarah di dalam Alkitab juga kita ketahui bahwa tidak semua orang Israel setia dan layak diselamatkan, yang merupakan syarat untuk menjadi umat pilihan terpenuhi (Ul. 4:1; 6:24; Neh. 9:29; Ams. 19:16; Yes. 55:3; Yeh. 20:11). Sejak peristiwa keluarnya mereka dari negeri Mesir, telah muncul pihak-pihak yang tidak setia, seperti Harun dengan membuat lembu emas, dan bahkan sebagaimana disebutkan dalam peristiwa penyembahan Baal tadi, hanya 7.000 orang yang setia kepada Allah. Demikian juga ketika masa pemerintahan hakim-hakim dan raja-raja, banyak hakim dan raja yang tidak melakukan tugasnya dengan setia melainkan mengikuti keinginan hati sendiri dan menentang Allah. Allah memilih bangsa Israel sebagai umat pilihan dengan tujuan agar mereka menjadi imam, pemimpin dan teladan, dan melalui kehidupan mereka bangsa-bangsa lain akan diberkati dan masuk ke jalan keselamatan. Oleh karenanya berdasar beberapa peristiwa itu, Rasul Paulus berani mengatakan bahwa tidak semua orang Israel akan diselamatkan, dan dalam ayat 5 dikatakannya: “Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia” (Rm. 11:5; band. Yes. 4:3). Rasul Paulus mengidentifikasi bahwa masih ada yang menerima Dia yang definisikannya sebagai sisa, termasuk seperti dirinya yang datang dari suku Benyamin (band. Flp. 3:5). Demikian juga kita tahu bahwa para Rasul dan pemberita Injil pada masa mula-mula adalah orang Israel pengikut Yesus yang setia, dan mereka inilah yang disebut Rasul Paulus sebagai orang-orang Israel pilihan dan sejati (band. Kej. 12:1-3; 17:19).
Kini timbul pertanyaan: apakah Allah menyesali pilihan-Nya atas umat Israel? Perlu kita pahami bahwa kata "menyesal" dalam konteks ini bukan diartikan menyesali keputusan atau pilihan-Nya terhadap bangsa itu, melainkan menyesal dalam kerangka bangsa Israel tidak menerima jalan keselamatan baru yang diberikan melalui Yesus. Perkataan menyesal juga sama dengan ketika Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, dan Allah menyesal, mengapa Adam dan Hawa harus terbujuk oleh ular/iblis itu (Kej. 6:6)? Memang dalam hal ini Allah adalah Mahatahu sehingga jatuhnya Adam dan bangsa Israel sudah diperhitungkan sejak awal. Allah sebenarnya tetap mengasihi bangsa Israel sebagai umat pilihan dan telah mengikat janji dengan nenek moyang mereka, dan untuk itu Allah terus mengulurkan tangan-Nya memberi kesempatan bertobat dan tidak langsung menghukum memusnahkan bangsa Israel (Rm. 10:19-21; band. Yak. 1:13; Yer. 31:37). Allah jelas tidak akan membuang mereka (Mzm. 94:14; band. 1Sam. 12:22). Namun dalam nas ini Paulus menyampaikan pesan Allah bahwa penolakan bangsa Israel saat itu tidaklah bersifat tetap, melainkan ia percaya bahwa suatu saat mereka akan menerima Kristus dan karena itu mereka tetap akan dibenarkan melalui iman masing-masing (Rm. 3:28; Gal. 2:16).
Kedua: Allah menunjukkan kemurahan-Nya (ayat 30-32)
Seperti disebutkan di atas bahwa dalam ketidaktaatan dan kesombongan bangsa Israel, pintu kasih kemurahan Allah tetap tersedia bagi mereka. Dalam bagian nas ini Paulus menunjukkan bagaimana umat Yahudi dan bukan Yahudi dimaksudkan saling menguntungkan satu sama lain. Setiap saat Tuhan menunjukan belas kasihan terhadap salah satunya, maka yang lainnya akan memperoleh berkat juga. Dalam rencana awal Tuhan, sebagaimana dijelaskan di atas, orang Yahudi akan menjadi saluran berkat bagi orang yang bukan Yahudi (Kej. 12:3). Ketika orang Yahudi meninggalkan rencana dan misi tersebut, Tuhan memberkati orang yang bukan Yahudi melalui Mesias Yahudi. Ia tetap mempertahankan cinta-Nya kepada orang Yahudi karena janji-Nya pada Abraham, Ishak dan Yakub, serta keistimewaan dan pilihan Tuhan kepada bangsa Israel ini tidak akan pernah ditarik kembali. Namun rencana saling menerima berkat ini kelak akan terwujud pada suatu hari, ketika orang Yahudi beriman menerima kasih Allah melalui Yesus. Rencana indah Tuhan ini tidak bisa diganggu seperti dikatakan nas minggu ini, Ia akan “menunjukkan kemurahan-Nya atas mereka semua”. Untuk melihat gambaran indah orang Yahudi dan bukan Yahudi menerima berkat bersama, ungkapan yang sangat meyakinkan dalam kitab Yesaya menggambarkannya: “tetapi terang TUHAN terbit atasmu, dan kemuliaan-Nya menjadi nyata atasmu. Bangsa-bangsa berduyun-duyun datang kepada terangmu, dan raja-raja kepada cahaya yang terbit bagimu (Yes. 60:2b-3).
Maka dalam hal ini, apakah kita masih berpikir bahwa lebih mudah bagi Allah mengasihi apabila kita menjadi “orang baik”? Apakah kita berpikir bahwa kita dipilih dan diselamatkan karena kita berhak atas hal itu? Atau, apakah kita berpikir bahwa seseorang terlalu jahat maka tidak mungkin bagi Allah untuk menyelamatkannya? Bila kita masih berpikir demikian, maka kita sebenarnya belum memahami dengan baik dan benar makna dari keselamatan melalui anugerah. Keselamatan melalui anugerah adalah sesuatu pemberian, bukan didapatkan, dan terutama tidak berbentuk sebagian atau sepotong-sepotong. Anugerah diterima dengan utuh bulat sebab dosa kita sudah dibayar lunas melalui pengorbanan Yesus, dan itu hanya bisa diterima dengan rasa berterima kasih dan bersyukur. Sekecil apapun dosa kita tetap menjauhkan kita dari anugerah itu, dan sebesar apapun dosa kita, maka kasih Allah akan sanggup untuk menghapus semua dosa-dosa yang kita lakukan, sepanjang ada sikap penyesalan atas semua perbuatan dosa-dosa itu dan berkomitmen untuk berbalik kepada-Nya. Firman-Nya mengatakan, “... di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah (Rm. 5:20b). Dalam ayat yang lain juga dikatakan, “Sesungguhnya, tangan TUHAN tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar” (Yes. 59:1).
Allah tidak pernah menahan dan mengurung kasih-Nya bagi orang-orang atau bangsa tertentu. Allah membuka tangan kasih-Nya lebar-lebar untuk menerima siapa saja dan bangsa apa saja untuk kembali kepada kehidupan yang berkenan kepada-Nya melalui iman kepada Kristus. Kedegilan bangsa Israel membuat pintu lebar-lebar terbuka bagi bangsa-bangsa lain untuk menerima berkat secara langsung. Namun kemurahan Allah yang diberikan bagi kita juga bukan karena ketaatan dan kehebatan kita, melainkan karena pilihan-Nya. Pilihan itu juga merupakan jalan untuk membuka kemurahan yang akan diberikan kembali kelak kepada umat Israel. Hati, telinga dan mata bangsa Israel kelak akan terbuka melihat bangsa-bangsa lain hidup dalam damai sejahtera dan memiliki hubungan yang mesra dengan Allah, yang sebenarnya adalah Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Ini yang dimaksudkan dengan, "kamu dahulu tidak taat kepada Allah, tetapi sekarang beroleh kemurahan oleh ketidaktaatan mereka, demikian juga mereka sekarang tidak taat, supaya oleh kemurahan yang telah kamu peroleh, mereka juga akan beroleh kemurahan." Ada kesejajaran dan ada hubungan sebab akibat dalam proses itu. Namun kemurahan keselamatan bagi "Israel baru" ini bukan lagi karena mereka sebagai “bangsa”, tetapi karena iman orang-orang Israel sejati yang menerima dan mengikut Yesus Kristus dalam kehidupan mereka. Hal ini juga berlaku sama, kita diselamatkan bukan karena kita bagian dari sebuah bangsa, suku, atau keluarga, melainkan kita diselamatkan melalui iman pribadi kepada Yesus Kristus. Maka kini pertanyaannya: kepada siapa dan pada apa kita menggantungkan keselamatan hingga kekekalan nanti?
Ketiga: Sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya (ayat 33-34)
Bagian ini merupakan simpul dari pernyataan Rasul Paulus di ayat sebelumnya, yakni: "Sebab, saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk" (Rm. 11:25). Memang jika kita kembali melihat apa yang dilakukan Allah terhadap manusia berdosa, maka kita ketahui bahwa secara mendasar Allah mengasihi manusia, namun membenci perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan firman-Nya. Benar, adakalanya Allah "mengurung" ketidaktaatan seseorang atau sebuah bangsa karena kedegilannya. Tapi ini pun harus dilihat bahwa Allah mengurung orang dalam ketidaktaatan, supaya Ia dapat menunjukkan kemurahan-Nya pada mereka. Hal ini dapat dilihat sejak pilihan Hawa mendampingi Adam, hingga keberdosaan masyarakat di sekitar Nuh dan kemudian kedegilan bangsa Israel. Kita dapat melihat sebenarnya Allah terus berupaya memberi dan membuka jalan, agar mereka yang menyimpang melihat yang telah dilakukan Allah untuk mereka yang jahat, agar semua orang kembali kepada jalan-Nya. Namun, ternyata manusia sering “dungu rohani", sombong, tidak sabar, degil, sehingga tetap memilih jalan yang jahat lagi, hingga akhirnya Allah kembali harus menghukum. Allah dalam hal ini tidak memilih menghukum Israel dalam bentuk fisik, melainkan mencerai-beraikan bangsa itu sampai akhirnya mereka kehilangan "tanah Kanaan" dan hidup dalam diaspora. Meski kita ketahui kemudian, penderitaan umat Yahudi kembali berada pada puncaknya saat masa Hitler, ketika ia hampir memusnahkan bangsa itu dan diperkirakan jutaan umat Yahudi dibunuh dalam peristiwa itu.
Kembali kepada bangsa Israel. Memang beberapa berpendapat bahwa kalimat pada ayat sebelumnya, "maka seluruh Israel akan diselamatkan” (ayat 26) memiliki arti yang sulit dipahami dalam kondisi saat itu bahkan hingga saat ini. Ada yang berpendapat bahwa mayoritas dari orang Yahudi generasi terakhir sebelum kedatangan Kristus yang kedua kalinya, nantinya akan berpaling dan menerima Kristus sebagai jalan keselamatan mereka. Sebagian lagi percaya bahwa Paulus menggunakan istilah Israel untuk "umat rohani Israel" yang terdiri dari semua orang (Yahudi dan bukan Yahudi) yang telah menerima keselamatan melalui iman kepada Kristus. Dalam hal ini, pengertian Israel menjadi semua orang percaya dalam arti gereja yang akan menerima berkat keselamatan yang dijanjikan melalui Tuhan Yesus. Sebagian lain mengatakan bahwa seluruh Israel, berarti Israel secara keseluruhan, yang memiliki peran di dalam kerajaan Kristus. Memang dalam hal ini identitas Israel sebagai sebuah bangsa tidak akan dihilangkan. Tuhan memilih bangsa Israel, dan ia tidak pernah menolaknya; Tuhan memilih gereja melalui Yesus Kristus, dan Ia juga tidak akan pernah menolaknya. Tentunya dalam hal ini tidak berarti bahwa seluruh orang Yahudi atau seluruh umat gereja akan diselamatkan. Apabila sebagian orang menolak Kristus, tidak berarti Tuhan akan berhenti bekerja terhadap Israel atau gereja. Ia terus menawarkan keselamatan kepada semua orang. Adalah tetap sebuah kemungkinan bagian dari suatu bangsa atau "kelompok pilihan" tidak terselamatkan, sebab mereka tidak merespon kepada iman dan ketaatan. Seperti dikatakan firman-Nya, “sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih" (Mat. 22:14).
Implikasi dari pertanyaan-pertanyaan dalam nas minggu ini adalah: tidak seorang pun dapat memahami secara penuh pemikiran Tuhan (Mzm. 92:6; Yes. 55:8-9; Kol. 2:3). Kedaulatan Allah dalam perjalanan sejarah kehidupan manusia adalah mutlak dan tidak mudah untuk dipahami, sebab begitu banyak hal sulit yang dapat dilihat secara integratif dan kasat mata. Melalui semua peristiwa-peristiwa itu kita menyadari betapa dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah. Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya (Ayb. 5:9; 11:7; Mzm. 139:6; Pkh. 8:17). Segala hal yang dapat kita pikirkan sebenarnya hanyalah dugaan yang dangkal tentang maksud dan rencana Tuhan. Hal yang pasti bahwa kedaulatan Allah mutlak dan menunjukkan betapa Allah tidak bergantung pada manusia (Yes. 40:13; Ayb. 41:11), sementara di lain pihak, kita juga melihat ada bagian peran manusia yang menjadi tanggung jawab kita bersama. Oleh karena itu, tepat dikatakan, tidak ada satupun yang pernah menjadi penasihat-Nya. Yesaya dan Yeremia menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang serupa untuk menunjukkan bahwa manusia tidak dapat memberikan saran kepada Tuhan atau memberikan kritik kepada jalan-Nya (Yes. 40:13: Yer. 23:18; 1Kor. 2:16). Seringkali keputusan Allah melampaui kemampuan manusia untuk memahaminya, bahkan proses keputusan itu menjadi misteri yang tidak terpecahkan, sehebat apapun orangnya. Yang penting, kita hanya mengaku dan mengimani bahwa kasih dan pemeliharaan (providensia) Allah tidak pernah salah dalam perjalanan hidup kita yang dikasihi-Nya; bahkan Ia dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan (Ef. 3:20).
Keempat: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya (ayat 35-36)
Dari semua kasih dan kebaikan Allah yang kita terima, manusia memberikan hal yang tidak sebanding kepada pemberian-Nya. Kita sudah menerima segala sesuatu dari Dia dan kita juga menikmati semua berkat dalam hidup sehari-hari. Kalaupun kita melakukan sesuatu, maka sungguh tidak layak kita berpikir bahwa yang kita berikan atau lakukan sudah melebihi kewajiban kita, apalagi berpikir Tuhan telah berhutang kepada kita. Ia adalah pemilik segala sesuatu yang ada, sebab Ia adalah penciptanya dan sekaligus pemelihara dan pengendali prosesnya (Ayb. 41:2). Ini seperti nasihat Elihu kepada Ayub, sahabatnya, menyebutkan: “Jikalau engkau benar, apakah yang kauberikan kepada Dia? Atau apakah yang diterima-Nya dari tanganmu?” (Ayb. 35:7). Memang ada ayat Alkitab yang mengatakan demikian, “Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu” (Ams. 19:17). Akan tetapi ayat Amsal ini tidak selalu dibaca sebagai harafiah (letterlijk) kebenaran, melainkan merupakan sebuah kiasan, bahwa Allah akan memberkati mereka yang peduli dengan mereka yang miskin dan lemah. Kepedulian terhadap mereka yang lemah dan miskin pun sudah menjadi perintah Allah sejak awal yang harus diikuti (Kel. 22-23; Im. 19, 23, 25; Ul. 24, dll; band. Luk. 4:18), sehingga tidak ada alasan Allah menjadi berhutang apalagi harus menggantikannya.
Untuk merayakan cara misterius Allah bekerja di dunia ini Rasul Paulus menyimpulkan nas ini dengan cara yang puitis. Tuhan adalah pemegang kekuasaan dan kebijaksanaan mutlak, dan kita semua secara mutlak bergantung kepada-Nya. Ia adalah sumber dari segalanya, termasuk diri dan kehidupan kita. Ia adalah kekuatan yang mempertahankan dan mengatur dunia yang kita hidupi. Tuhan mengatur segala hal dan semua itu untuk kemuliaan-Nya. Ia merancang, mencipta, memelihara, memberi jalan keluar, meski kita tidak dapat melihat langsung tangan Tuhan bekerja di dalam setiap proses itu. Ia membuat alam semesta begitu indah dan penuh dengan misteri yang sampai ribuan tahun ke depan pun manusia tidak dapat mengeksplorasinya. Allah mencipta tubuh manusia yang demikian komplek dan terintegrasi, termasuk mekanisme seluruh asupan makanan minuman dan hirupan dengan sistem pengeluaran yang terkendali. Ia memberi kita napas hidup dengan gratis dari udara (sementara mungkin banyak orang harus bernapas dngan membayar di rumah sakit), dan darah yang mengalir dengan volume 5,5 liter darah per menit dari jantung dengan kecepatan rata-rata dalam tubuh 28 cm per detik atau 24,192 km dalam sehari! Ia menciptakan berbagai keindahan bunga yang bahkan Raja Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak dapat berpakaian seindah salah satu dari bunga itu (Mat. 6:29). Segala sesuatu itu adalah dari Dia, oleh Dia dan kepada Dia saja semuanya. Oleh karenanya kebesaran Tuhan layak dipuji (Ef. 3:21; 1Tim. 1:17; Why. 7:12).
Oleh karena itu ayat penutup dalam nas minggu ini merupakan doksologi, yakni doa pujian kepada Tuhan atas kebijaksanaan dari rencananya. Sejarah mengajarkan banyak hal kepada manusia melalui hal-hal baik dan indah maupun hal tidak baik dan penderitaan. Ketidakpercayaan pada sejarah dan kuasa Allah akan membuat manusia seperti perahu yang terombang-ambing tanpa pulau tujuan. Allah menyatakan diri sebagai Allah yang memegang kuasa atas seluruh sejarah (1Kor. 8:6; 11:12; Kol. 1:16). Walaupun metode dan maksud Tuhan melampaui akal komprehensif kita, Tuhan sendiri tidaklah menjadi penguasa yang selalu sepihak memutuskan. Ia memerintah alam semesta dan kehidupan kita semua dengan penuh kebijaksanaan, keadilan dan cinta. Ia berfirman kepada Musa: "Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati." Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah (Rm. 9:15-16). Pada saat tulisan ini dibuat, Israel sedang dalam keadaan berperang dengan Hamas di Gaza yang merupakan keprihatinan umat manusia khususnya orang percaya, sebab sejak perang 6 hari di tahun 1967 dapat dikatakan Israel terus terlibat dalam peperangan yang belum memperlihatkan tanda-tanda adanya perdamaian kekal. Hal ini menjadi pelajaran bagi orang yang bukan Yahudi atau orang percaya pengikut Yesus, untuk melihat apakah Allah menyerah pada orang-orang Yahudi, dan mengabaikan janji-janji yang dibuat-Nya pada masa Perjanjian Lama? Apakah pengalaman-pengalaman tragis mereka selama 2.000 tahun dalam diaspora dan saat ini menjadi sebuah Negara, akan menjadi manfaat bagi bangsa-bangsa lain? Apakah yang dimaksud sebagai sisa dan penyelamatan Israel itu terjadi di dalam waktu yang dekat, dan bagaimana wujudnya?
Penutup
Sejak awal kita ketahui bahwa manusia dipilih baik perorangan atau kelompok (bangsa) bukanlah berdasarkan kehendak manusia sendiri melainkan berdasarkan pilihan Allah semata. Pilihan Allah kepada keturunan Yakub atau Israel juga bukan didasari oleh sesuatu yang “baik dan benar” di dalam diri mereka, tetapi oleh karena kasih dan kemurahan Allah bagi seluruh ciptaan-Nya. Kita tahu kemudian bahwa keturunan Yakub ini seringkali tidak setia dan melawan rencana Allah, namun Allah tidak pernah menolak umat-Nya. Allah tetap menunjukkan kemurahan-Nya dan selalu mengulurkan tangan kasih-Nya agar umat-Nya kembali ke jalan yang ditunjukkan-Nya. Rancangan Allah bagi umat-Nya jelas bukanlah supaya manusia menderita, tetapi supaya mereka dapat merasakan kemurahan-Nya yang lebih besar. Memang kita masih susah mengerti akan keseluruhan rencana itu, sebab sungguh tak terselami ketetapan dan jalan-jalan-Nya. Yang bisa kita pastikan adalah firman dan rancangan-Nya tidak mungkin gagal. Hal yang harus kita lakukan adalah tetap bergantung sepenuhnya kepada-Nya dan memberi yang terbaik, meski kita perlu sadari betul bahwa hal itu tidak membuat Tuhan berhutang bagi kita, termasuk kewajiban kita berdoa bagi pertobatan dan keselamatan bangsa Israel. Kita tahu Allah kita itu layak dipuji dengan hati takjub dan sikap bersyukur meyembah, sebab begitu besar kuasa dan kemuliaan-Nya. Puncaknya kita juga mengerti bahwa segala sesuatunya adalah dari Dia, oleh Dia dan bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya. Tuhan Yesus memberkati.
Pdt. Em. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 1 Desember 2024 - Minggu Adven IKhotbah Minggu 1 Desember 2024 – Minggu Adven I KERAJAAN...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 1 Desember 2024 - Minggu Adven IKhotbah (2) Minggu 1 Desember 2024 – Minggu Adven IRead More...
BERTAMBAH... -
Kabar dari Bukit, Minggu 24 November 2024Kabar dari Bukit ADA, SUDAH ADA DAN AKAN DATANG (Why. 1:4-8) ”Berbahagialah...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 241 guests and no members online