Khotbah Perayaan Tahun Baru (29 Desember 2019)
Khotbah Perayaan Tahun Baru (29 Desember 2019)
SEGALA SESUATU ADA WAKTUNYA
(Pkh 3:1-13)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Mzm 8;Why 21:1-6a; Mat 25:31-46
Pendahuluan
Tahun baru selalu disambut penuh kegembiraan karena mengandung pengharapan. Tanggal 1 Januari ibarat sama dengan hari ulang tahun bagi setiap orang, sebuah batu pengukur jarak (milestone) atau halte perhentian sementara dalam perjalanan, saat untuk merenungkan perjalanan hidup yang ditempuh dalam 1 tahun ke belakang, sekaligus menatap ke depan hari-hari yang baru. Jadi dalam perhentian itu selalu ada dua arah pandangan, ke depan dan ke belakang. Oleh karena itu nama bulan Januari sebenarnya berasal dari nama Janus, dewa orang Romawi, dengan patung dua muka, satu menghadap ke belakang, dan satu menghadap ke depan. Orang Romawi sendiri berdoa bagi dewa Janus untuk memberkati “awal segala usaha”, dengan pengharapan berhasil pada tahun yang baru tersebut.
Dalam mengevaluasi perjalanan hidup kita yang lalu, kita harus memiliki hikmat agar semua yang berlalu biarlah berlalu, menjadi milik masa lalu. Let the past belong to the past. Kita tidak perlu meratapi atau menangisi yang sudah berlalu tersebut. Kalaupun ada rasa penyesalan, hal itu harus dijadikan sebagai cambuk untuk mendorong lebih baik lagi ke depan, kembali ke jalan Tuhan. “Penyesalan” harus dilihat sebagai renungan atau komtemplasi saja untuk melihat apa yang seharusnya bisa dilakukan pada masa lalu untuk kebaikan tetapi tidak kita lakukan (dan tentu juga atas apa yang kita lakukan berupa kejahatan). Mungkin kita melakukannya atau tidak melakukannya dengan berbagai alasan, yang semua itu harus kita pertanggungjawakan kemudian. Perjalanan memang seperti berkendaraan, melihat ke belakang hanya dengan spion kecil, tetapi kalau ke depan melalui kaca besar yang luas dengan hamparan segala kemungkinan baik yang ada.
Bacaan firman Tuhan dalam Luk 2:1-20 ini menceritakan kepada kita beberapa renungan milestone atau halte perhentian selama tahun 2019:
Pertama: Segala sesuatu ada waktunya (ayat 1-8)
Firman Tuhan dari ayat 1-8 melukiskan bahwa beberapa perbuatan manusia yang buruk sebelumnya haruslah berganti menjadi sesuatu yang baik. Alkitab menggambarkannya, seperti dibawah ini:
Ada waktu menangis àada waktu tertawa
Ada waktu meratap àada waktu menari
Ada waktu menanam àada waktu memperoleh hasil
Ada waktu berdiam diri àada waktu berbicara
Hal lainnya yang penting dari waktu itu adalah: siapakah yang menentukan waktunya? Adalah salah kalau kita mengatakan bahwa kitalah yang menentukan. Sejatinya, Tuhan yang memberi waktu dan Tuhan yang menentukan waktu. Dalam teori ilmu pengetahuan, “waktu” itu ada karena ada gerak, ada energy, ada perpindahan. Semua itu karena Tuhan juga sebagai sumber energi dan pergerakan. Waktu adalah mutlak dan sama. Kalaupun ada yang mengatakan waktu itu relatif (misalnya dalam contoh lima menit di dekat api pasti beda dengan di dekat yang kita kasihi), sebenarnya itu perasaan saja.
Tetapi ada orang yang berusaha “mengatur waktu” dengan cara yang tidak berkenan kepada Tuhan. Mereka menginginkan sesuatu tetapi tidak sabar sehingga pergi ke tukang ramal, melihat horoscope, ke dukun dan para penenung, yang menurut kitab Pengkhotbah itu hanyalah sia-sia “menjaring angin” (Pkh 1:14; dst.). Usaha itu kalau dilihat sebenarnya didasari oleh keraguan atas waktu yang ditetapkan Tuhan, atau tidak percaya bahwa Tuhan ikut campur tangan dalam menentukan apa yang terbaik bagi kita dari seluruh usaha dan keinginan kita. Usaha-usaha untuk mengingkari waktu Tuhan dan mencoba berusaha dengan kuasa lain, maka sebenarnya kita sudah murtad. Maka, sabarlah atas waktu yang ditetapkan Tuhan dan jauhilah penetapan waktu untuk kepentingan sendiri dengan cara-cara yang tidak berkenan kepada Tuhan.
Ini juga yang disampaikan dalam bacaan lainnya kitab Mazmur 8, bahwa betapa mulianya Allah dalam mengatur kehidupan ini. Meski banyak yang murtad, Allah tetap bersabar. “Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan; apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?” (ayat 4-5). Mari kita percayakan semua kepada Dia, karena Dia yang mengatur kehidupan kita ini.
Kedua: Pekerja pasti mendapat upah (ayat 9-10)
Ada kesan kitab Pengkhotbah seolah-olah “ragu” terhadap segala usaha manusia, kesan seolah semua harus kita serahkan kepada Allah, dan Allah sendirian yang mewujudkannya. Pandangan ini tidak benar. Jalan pikiran seperti ini tentu salah. Bahwa Allah memiliki hak prerogative atas setiap insan manusia, itu sudah pasti. Tetapi Allah juga tidak melepaskan semua proses kehidupan itu harus mengikuti hukum-hukum alam seolah-olah manusia dibiarkan saja sendirian menjalani hukum alam itu. Itu hal yang tidak benar. Allah adalah Roh dan Roh ada bersama kita, ada dalam hati dan pikiran kita. Roh itu yang menuntun kita menjalani hukum alam itu, tetapi kadangkala Roh itu menentang hukum alam itu karena Dia adalah Allah yang Mahakuasa. Dia adalah Pemilik dan Majikan dalam menjalani seluruh proses itu.
Allah meminta setiap orang untuk berpartisipasi dalam memenuhi panggilan dan amanat kehidupan di dunia ini. Rencana Allah dalam kehidupan kita harus direnungkan, dicerna, dan “diexercise” melalui doa mohon petunjuk Allah. Dalam kerangka itulah, setiap saat khususnya awal tahun baru ada kesempatan yang bagus untuk perenungan itu, sehingga ada timbul pengharapan baru, ada resolusi baru dalam menempuh hari-hari ke depan. Mungkin resolusi itu hal yang belum terwujud di tahun sebelumnya, tetapi mungkin juga merupakan kelanjutan atau peningkatan dari hal yang sudah dicapai. Adalah baik bagi setiap orang untuk membuat daftar resolusi itu, daftar pengharapan apa yang ingin didapatkan dan diraih dalam tahun 2020 ini. Resolusi dan pengharapan tidak dilarang Tuhan, justru memberi arah dan visi apa yang akan dicapai dan sekaligus merupakan pendorong atau motivasi untuk mencapainya. Tentu dalam mencapainya, hal yang utama adalah bahwa kita harus bekerjasama dengan Tuhan sehingga sebenarnya Tuhan yang menentukan keberhasilan dalam pencapaian tersebut.
Nats ini mencontohkan bahwa setiap pekerja akan memperoleh upahnya. Meski dengan gaya agak “sinis” dikatakan, “Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah? Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya”. Tetapi maksud dari ayat tersebut adalah agar kita jangan terpukau pada pekerjaan itu sendiri, tidak terpukau pada upah (duniawi) itu sendiri. Kebahagiaan dan sukacita bukan berasal dari itu semua, melainkan dari hubungan dan pengakuan bahwa Allah yang mengatur segalanya. Pengertian lainnya dalam bentuk apapun yang kita lakukan, maka akan ada upahnya. Upah (berbuat) dosa adalah maut. Upah (berbuat) kebaikan dengan dasar iman, adalah hidup damai bersama Allah dalam kekekalan.
Kalau kita kaitkan nats ini dengan bacaan lainnya dalam Mat 25:31-46, maka pesan yang lebih khusus adalah agar kita mewujudkan kasih kepada mereka yang berkekurangan. Bacaan Mat 25 ini menggambarkan bahwa apabila kita mengasihi Allah, maka kasih itu harus kita wujudkan kepada mereka yang berkekurangan dan memerlukan. Oleh karena itu digambarkan: kapankah kita membiarkan Tuhan Yesus lapar, kekurangan pakaian, dan tidak melihat saat sakit? Nats ini mengatakan, ketika mereka orang kecil yang lapar (di sekeliling kita) tidak kita beri makan, tidak beri pakaian atau menjenguk mereka saat sakit, maka kita tidak melakukannya kepada Tuhan Yesus. Alkitab menuliskan: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Kepada yang tidak melakukan kasih itu, Tuhan Yesus memberi “upah” dengan mengatakan: “… Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya”.
Itukah upah yang kita harapkan sebagai pekerja di dunia ini, dimana kita mengaku Tuhan adalah Majikan dan Pemilik hidup kita?
Ketiga: Indah pada waktunya (ayat 11-12)
Mari kita mulai dengan pengakuan, kita sendiri tidak akan mampu. Mungkin dengan mengandalkan kemampuan kita sendiri, kita berhasil mencapai seseuatu, tetapi itu pasti bukan yang terbaik. Justru yang terbaik adalah kalau kita melakukan segala sesuatu itu bersama dengan Tuhan. Hal itu akan membuat kita lebih berani, lebih berkarya, lebih mampu, dan lebih siap dalam menghadapi hari-hari ke depan yang lebih baik dalam kehidupan ini.
Untuk itu hal yang penting adalah bagaimana kita terus berubah, berubah oleh dasar akal budi kita (Rm 12:2). Berubah dari pribadi yang lama menjadi pribadi yang baru, berubah dari orang yang mengandalkan diri sendiri menjadi mengandalkan Tuhan, berubah dari keluarga yang lama menjadi keluarga yang diperbaharui. Berubah terus menerus menjadi lebih baik dan berkenan kepada Tuhan dengan akal budi, itulah yang diinginkan olehNya. Jangan kita lupakan, perubahan itu sendiri adalah proses yang abadi sampai kita nanti “berhenti“ karena kematian dan kekekalan sudah tiba dalam perjalanan hidup kita.
Jangan kita lupakan, iblis akan merongrong kita terus menerus. Banyak cara yang dibuat oleh iblis karena dia adalah pembohong dan penggoda. Kita harus bisa mengalahkan Iblis. Iblis sering memanipulasi keadaan sehingga sesuatu yang biasa-biasa dibuat menjadi hal yang tidak memuaskan, hal sepele digoda oleh iblis menjadi masalah besar. Ada kisah di balik ini seperti kita lihat dalam kata-kata dalam bahasa Inggris: dissatisfaction (tidak puas), diskualification (tidak mampu), disadvantage (tidak beruntung), dan sebagainya yang memakai kata dis di depan katanya. Kata dis dalam hal ini berasal dari Dewa Dis yang dilambangkan sebagai setan atau iblis. Dengan demikian segala hal yang membuat dissatisfaction (ketidakpuasan) sebenarnya adalah godaan iblis. Justru bagaimana dalam perjalanan hidup ini kita mampu membuat: kekesalan kita rubah menjadi kegembiraan, kecemasan menjadi keceriaan, ketakutan menjadi kewaspadaan, dan sebagainya. Kita harus bersabar dan melihat, segala pengharapan dan resolusi kita yang sudah kita buat (mari kita buat), pada waktunya nanti Allah akan mewujudkannya, membuat segalanya indah pada waktunya.
Keempat: Bersyukurlah (ayat 13)
Hal yang terpenting adalah kita selalu ada bersama Tuhan dalam melangkah masuk ke tahun 2020 ini. Kita bersyukur atas apa yang sudah kita jalani. Segala berkat yang kita terima ucapkan Haleluya. Kalau Tuhan memberi kita kesehatan pada saat ini, itu sangat disyukuri. Kalau kita ada dalam sakit-penyakit, maka kita harus bersyukur Tuhan memakai cara yang unik dalam mendekatkan kita kepadaNya. Untuk hal itu juga kita layak mengatakan: Haleluya, terpujilah Tuhan. Sebab yang utama kita sudah diselamatkan melalui kasih Tuhan Yesus yang baru kita rayakan natal seminggu lalu.
Kita harus semangat dan antusias dalam memandang ke depan. Semangat dalam pengertian antusias yang berasal dari kata Yunani en-theos (yang dalam bahasa Inggris ditulis enthuastic). En berarti di dalam dan Theos berarti Tuhan. Jadi antusias, enthuastic, entheos berarti kita ada di dalam Tuhan. Kita bersama dengan Tuhan. Justru siapa yang belum semangat, berarti belum ada di dalam Tuhan.
Meraih masa depan di dalam Tuhan mendorong kita untuk bercita-cita, bervisi, berorientasi ke masa depan. Untuk itu sikap kita akan lebih dinamis, progresif dan jauh dari sekedar berangan-angan saja. Menyusun pengharapan dalam rasa syukur, membuat resolusi dalam syukur, dan mengakui bahwa Allah akan mendampingi kita melangkah ke depan adalah rasa yukur yang tidak terkira. Kita yakin, bersama Tuhan maka semua akan menjadi baru, melihat buah dari pekerjaan kita itu kelak seperti yang disampaikan dalam bacaan ketiga (Why 21 :1-6a) yakni : ‘… langit yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah berlalu, dan laut pun tidak ada lagi‘ (ayat 1). Pesan dari sorga bagi penerima upah yang baik dikatakan, ‘ ….aku mendengar suara yang nyaring dari takhta itu berkata: "Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka’ (ayat 3).
Penutup
Kita yang hidup pada saat kini memang tidak bisa lepas dari masa lampau, tetapi kita harus melihatnya hanya sebagai sebuah perenungan dengan kaca spion yang kecil. Sebaliknya kita harus melihat ke arah masa depan dengan kaca besar yang penuh pengharapan, karena kita berjalan bersama dengan Tuhan dalam tahun 2020 ini.
Mari kita syukuri bahwa kita lewati tahun 2019 dan tetap bersama Tuhan di tahun 2020 ini. Kita bersyukur sudah diselamatkan dan ditebus. Kita melihat waktu yang berjalan adalah waktu bersama dengan Tuhan. Kita menjadi pekerja Tuhan yang siap menerima upah dari padaNya, karena semua akan indah pada waktunya. Semua akan terlihat nanti pada saatnya, pada saat ada langit baru dan bumi yang baru. Dia adalah Alfa dan Omega, Yang Awal dan Yang Akhir (ayat 6).
Tuhan Yesus memberkati.
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 1 Desember 2024 - Minggu Adven IKhotbah Minggu 1 Desember 2024 – Minggu Adven I KERAJAAN...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 1 Desember 2024 - Minggu Adven IKhotbah (2) Minggu 1 Desember 2024 – Minggu Adven IRead More...
BERTAMBAH... -
Kabar dari Bukit, Minggu 24 November 2024Kabar dari Bukit ADA, SUDAH ADA DAN AKAN DATANG (Why. 1:4-8) ”Berbahagialah...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 1025 guests and no members online