Saturday, November 23, 2024

Khotbah Jumat Agung 19 April 2019

 

Khotbah Jumat Agung 19 April 2019

 

Memperingati Kematian Tuhan Yesus

KITA MEMPUNYAI SEORANG IMAM BESAR

(Ibr 10:16-25)

Bacaan lainnya menurut Leksionari:

Yes 52:13-53:12; Mzm 22; Ibr 4:14-16, 5:7-9; Yoh 18:1-19:42

(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)


Nas Ibr 10:16-25 selengkapnya:

10:16 sebab setelah Ia berfirman: "Inilah perjanjian yang akan Kuadakan dengan mereka sesudah waktu itu," Ia berfirman pula: "Aku akan menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka, 10:17 dan Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka." 10:18 Jadi apabila untuk semuanya itu ada pengampunan, tidak perlu lagi dipersembahkan korban karena dosa. 10:19 Jadi, saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, 10:20 karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri, 10:21 dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. 10:22 Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni. 10:23 Marilah kita teguh berpegang pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia. 10:24 Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. 10:25 Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.

--------------------------------------

 

Pendahuluan

Perjanjian lama mengajarkan cara untuk menebus dosa sesuai dengan hukum Taurat. Dalam melakukan itu mereka melakukan ritual-ritual sesuai dengan aturan legalistik yang diajarkan melalui nabi Musa. Salah satu hal yang penting dalam ritual itu adalah peran Imam Besar umat Yahudi sesuai dengan peraturan Melkisedek. Namun kini orang percaya pengikut Tuhan Yesus diajarkan untuk tidak terikat lagi pada aturan-aturan legalistik tersebut. Peran Imam Besar juga sudah berganti dari manusia keturunan Lewi menjadi Imam Besar Agung yakni Tuhan Yesus Kristus. Penebusan dan pengampunan dosa juga tidak dengan darah hewan, melainkan dengan darah Yesus sendiri yang tercurah di Golgota. Melalui nas minggu ini kita diajarkan tentang hal tersebut melalui pokok-pokok pikiran di bawah ini.

 

Pertama: Perjanjian baru dan pengampunan (ayat 16-18)

Perjanjian lama mengajarkan bahwa manusia yang melakukan dosa dan kesalahan dapat menebus dengan menyerahkan korban persembahan. Ada beberapa jenis korban persembahan yang disesuaikan dengan maksud dan tujuannya, yakni:

  • Ola, korban bakaran
  • Khatta’t, korban penghapus dosa
  • ‘Asyam, korban penebus salah
  • Minkha, korban sajian
  • Zevakh dan Selamin, korban perdamaian dan korban keselamatan

Dalam ritual persembahan itu mereka yang berdosa akan membawa persembahan, baik berupa ternak hewan atau barang lainnya. Jenis, ukuran dan nilai dari persembahan yang diberikan, disesuaikan dengan tingkat kesalahan mereka yang berdosa, tetapi juga disesuaikan dengan kemampuan ekonominya. Seorang janda miskin yang berdosa dapat membawa hanya tepung atau seekor burung tekukur, akan tetapi seorang pejabat kerajaan diwajibkan membawa beberapa ekor hewan ternak seperti sapi atau lembu yang gemuk sebagai ganti penebusan atas kesalahan dirinya yang besar. Oleh karena itu dalam ritual yang lazim dilakukan, seorang imam akan meletakkan tangannya di atas hewan ternak tersebut, mensahkan bahwa itulah penebusan atas dosanya, dan kemudian setelah hewan itu disembelih, darahnya dipercik-percikkan ke seluruh arah Bait Allah. Ibadah itu dapat berlangsung berulang-ulang apabila mereka melakukan dosa yang berulang juga. Dalam hal ini, yang ditekankan adalah ketaatan pada aturan Taurat itu, sehingga secara hakekat, manusianya sendiri tidak mengalami perubahan dalam dirinya (band. Ibr 10:1).

Melalui nas ini disampaikan (ayat 15) bahwa Roh Kudus telah membuat perjanjian baru dengan mengatakan bahwa Ia "telah menaruh hukum-Ku di dalam hati mereka dan menuliskannya dalam akal budi mereka", dengan maksud hati orang percaya telah dimeteraikan oleh firman-Nya. Maka dalam hal ini perubahan yang diutamakan adalah dalam diri orang itu melalui hatinya. Kalau di dalam pemahaman Taurat semua dosa itu seolah-olah menumpuk terus menerus dan dibalas dengan kebaikan yang lebih besar termasuk ketaatan pada aturan pemberian korban persembahan itu, maka melalui perjanjian baru ini, pemahamannya berubah total. Allah mau mengampuni semua kesalahan manusia, tidak diperhitungkan lagi, timbunannya hilang bersih, melupakan dosa dan kesalahan yang lalu-lalu, sepanjang mengakui bahwa Allah telah menempatkan Roh Kudus di dalam hatinya, menjadi manusia baru, manusia yang berbeda dengan sebelumnya. Hal ini terjadi secara otomatis ketika seseorang mengakui Yesus adalah Tuhan dan Juruselamatnya, maka pada saat yang sama hati orang tersebut diubah diperbaharui serta bersamaan Roh Kudus diam dan berkuasa di dalam hatinya.

 

Kalau dilihat bagian awal, nas ini sebenarnya merupakan peneguhan ayat sebelumnya (Ibr 8:2) dan penggenapan nubuat Nabi Yeremia dari kutipan Yer 31:33, "Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan kesalahan mereka. Jadi apabila untuk semuanya itu ada pengampunan, tidak perlu lagi dipersembahkan korban karena dosa." Hal yang dimaksudkan adalah kita tidak perlu lagi mengulang-ulang mengakui dosa-dosa yang lalu dan membawa persembahan sebab penebusan sudah sempurna dan lengkap. Melalui persembahan tubuh Kristus yang mati dan menjadi tebusan bagi dosa-dosa kita, maka tidak diperlukan lagi korban-korban dan persembahan lain untuk memperoleh pengampunan. Melalui darah dan jalan Kristus Yesus, kita orang-orang percaya telah dibersihkan, dimurnikan, dan dipersiapkan untuk persekutuan abadi dengan Allah. Korban tubuh Yesus sudah sangat sempurna, tidak bercacat, dan hanya sekali untuk selama-lamanya (Ibr 10:10). Ini jelas merupakan kemenangan sejati manusia dalam melawan kuasa dosa, kuasa iblis, dan konsekuensinya yakni kematian.

 

Kedua: Keberanian menghadap Imam Besar (ayat 19-21)

Bait Allah di Yerusalem terdiri dari tiga bagian, yakni pelataran luar tempat umat datang untuk beribadah termasuk menyampaian korban persembahannya. Bagian tengah merupakan tempat para imam dan suku Lewi yang dianggap sebagai bagian pengurus Bait Allah. Kemudian ada ruang mahasuci tempat Imam Besar menyampaikan doa dan persembahan umatnya. Umat Israel tidak dapat dengan bebas memasuki kedua wilayah tersebut yang didasarkan atas keberdosaan mereka. Ruang maha kudus itu ditutup dengan tirai agar tidak seorang pun umat Israel dapat masuk bahkan melihat ke dalam. Dalam hal ini ada tirai penghalang dan membuat jarak antara umat dengan Imam yang mewakili Allah. Imam Besar umat Yahudi juga hanya masuk ke dalam ruang tersebut sekali setahun di Hari Penebusan, saat ia mempersembahan korban persembahan untuk penebusan dosa-dosa umatnya.

 

Akan tetapi ketika Yesus mati, oleh kuasa Roh Kudus, tirai di Bait Allah itu kemudian robek terbelah dua (Mat 27:51; Luk 23:45) dan membuat batas dan jarak antara Allah dengan manusia tidak ada lagi. Tirai penghalang itu hilang melalui penderitaan dan kematian Yesus, sehingga manusia dapat menghampiri Allah ke dalam ruang maha kudus setiap saat, tanpa memerlukan Imam Besar yang lain selain Kristus Yesus sendiri. Dengan terkoyaknya trai itu, kita orang percaya telah menjadi imam-imam dan bagian dari suku Lewi dengan "tubuh yang dibasuh dengan air", yang membuat kita orang-orang yang dipanggil khusus dan dikuduskan. Oleh karena itu orang percaya dengan penuh rasa syukur dan penuh keyakinan bahwa dosa-dosa mereka telah diampuni melalui percikan darah dan kematian Tuhan Yesus, dengan mengaku Ia sebagai Penebus dan Juruselamatnya. Bahkan dalam ayat lain dikatakan bahwa tubuh kita adalah bait Allah sendiri yakni tempat Roh Kudus bersemayam dalam memandu hidup kita setiap saat. Inilah yang dimaksudkan merupakan jalan yang baru dan yang hidup (dalam pengertian hidup senantiasa dalam kekekalan sebagai Pengantara – Ibr 7:25) bagi kita melalui tabir yaitu Tuhan Tubuh Yesus sendiri.

 

 

Melalui tabir yang terkoyak saat ini kita menurut peraturan Melkisedek mempunyai seorang Imam Besar Agung yakni Tuhan Yesus sebagai kepala Rumah Allah, atau Kepala Gereja dan Umat Allah, dan setiap orang dapat menghampiri-Nya dengan rasa syukur dan penuh keyakinan (Rm 5:2; Ef 3:12; Kol 1:22). Orang percaya dengan penuh syukur senantiasa dapat menghampiri Allah melalui Kristus melalui penyembahan dan doa, di segala tempat dan waktu, tanpa ada keterikatan untuk datang ke Jerusalem atau tempat mistik lainnya, sebab Allah kita adalah Allah Mahahadir. Imam Besar Agung kita yaitu Yesus Kristus juga adalah Allah Mahahadir dan sekaligus bertakhta di sorga, yang membuktikan karya penyelamatan-Nya sudah sempurna. Dan kalau pun kita saat ini memiliki pendeta dan hamba Tuhan sebagai imam, mereka adalah yang dipanggil khusus untuk melaksanakan amanat agung dan tugas-tugas kejemaatan sebagai konsekuensi adanya gereja sebagai tubuh Kristus. Dengan demikian, telah tersedia tempat maha kudus surgawi bagi orang percaya, dan untuk itu diperlukan hamba-hamba Tuhan dalam pelayanan imamat rajani bagi mereka.

 

Ketiga: Menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas (ayat 22-23)

Kita memiliki keistimewaan setelah hidup baru di dalam Kristus. Beberapa keistimewaan tersebut adalah: Pertama, sebagaimana dijelaskan di atas, kita memiliki jalan masuk kepada Allah melalui Kristus dan dapat begitu dekat kepada-Nya tanpa melalui cara yang rumit bertele-tele dan perantaraan manusia lainnya (ayat 22); Kedua, kita dapat bertumbuh dalam iman melalui hubungan yang lebih dalam dengan memanfaatkan kebebasan menghadap Dia (ayat 23). Menghadap dalam hal ini pengertiannya adalah “datang kepada” atau menghampiri. Pertanyaannya, bagaimana caranya kita bisa langsung datang kepada Allah? Kita tidak mungkin datang dengan hati yang penuh kebencian atau motivasi atau kecendrungan yang tidak benar; melainkan kita harus datang dengan hati yang tulus ikhlas dan bersifat pribadi, dengan maksud untuk memuji dan memuliakan Dia. Kita dapat mengukur dan mengetahui motivasi kita benar atau tidak, jika kita menanyakan dengan jujur dan mengevaluasi tujuan kita ketika datang menghadap dan meminta atau menyembah dan berdoa. Dasar kita melakukan evaluasi adalah firman Tuhan (Ibr 4:2) dan ketekunan kita menjaga kehidupan sehari-hari yang berkenan kepada-Nya.

Hal kedua yang dinyatakan adalah perlunya keyakinan iman yang teguh. Iman dalam hal ini adalah keteguhan dan kepastian bahwa kita telah diselamatkan dan adanya jaminan kekal berlandaskan pada korban penebusan Yesus yang sempurna, dan adanya kuasa Roh Kudus yang diam di dalam hati kita. Orang percaya mendapat kehormatan dapat datang dengan penuh keberanian, bebas dari rasa bersalah, tanpa keraguan, dengan keyakinan menyampaikan isi hatinya dan bahwa Ia akan mendengar dan menjawab permohonan kita. Maka dalam hal ini kesungguhan menghampiri Allah dan iman melalui Yesus Kristus menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Kepastian ini juga memampukan kita merubah keraguan dan tantangan menjadi peluang untuk memperoleh kasih karunia dan pertolongan yang lebih besar, sehingga hidup kita semakin berkenan dan dipakai oleh Tuhan. Iman adalah percaya dan berpengharapan pada kebaikan Allah melalui Tuhan Yesus dan meggantungkan segala hal pada-Nya (Ibr 4:16; 11:6), dan kesempatan itulah yang harus dimanfaatkan setiap orang dengan percaya dan datang kepada Tuhan Yesus.

 

Dengan dasar perjanjian baru yang disampaikan tadi, hati dan kesadaran kita juga sudah dibersihkan seluruhnya, dalam hal ini bukan sebagian-sebagian atau bersifat sementara (band. Ibr 9:14). Melalui kesadaran yang sudah dibersihkan, dengan membayangkan "tubuh kita sudah dibersihkan dengan air yang murni" sebagai gambaran diri kita yang dibersihkan, maka kita dapat menghampiri Allah dengan kekudusan. Ini juga sama seperti baptisan sebagai tanda pembersihan tubuh bagian luar, demikianlah Kristus melakukan pembersihan pada sisi dalam hati kita, sebagai pembersihan atas dosa-dosa kita (Kis 22:16). Sekali “tubuh” kita sudah dibersihkan dan dibasuh dengan air yang murni melalui pembaptisan iman percaya, dan hati kita disucikan dan dibersihkan dari yang jahat melalui pengakuan Roh Kudus yang menguasai hati kita, maka kita bebas datang kepada-Nya tanpa perantara. Firman Tuhan nas minggu ini meneguhkan, kita berpegang teguh pada pengakuan tentang pengharapan kita, sebab Ia, yang menjanjikannya, setia (band. 1Kor 1:9; Ibr 3:1, 6; 7:19).

 

Keempat: Saling memperhatikan dalam kasih (ayat 24-25)

Dua keistimewaan sebagai buah hidup baru di dalam Kristus telah disampaikan di atas. Ada dua buah tambahan lagi yakni kita dapat menikmati saling dukung dan kasih dari sesama orang percaya (ayat 24); dan terakhir, kita dapat beribadah bersama sesame orang percaya dengan sukacita (ayat 25). Yesus Kristus sebagai Kepala Rumah (Umat) Allah dan Kepala Gereja tidak menghendaki satu pun anak-anaknya yang terhilang. Latar belakang dan perjalanan hidup setiap orang tidaklah sama, demikian pula dengan kesiapan dalam menghadapi tantangan dan pergumulan hidup. Dalam kehidupan ini kita berhadapan dengan pelbagai pencobaan dan perjuangan hidup, bahkan kadang kala dengan ketidakadilan dan penganiayaan. Mereka yang membenci Kekristenan akan terus melakukan upaya-upaya hal itu. Kita juga tidak perlu langsung menghakimi sebab setiap orang mudah jatuh dengan cara yang berbeda. Oleh karena itu juga dalam Doa Bapa Kami kita selalu menaikkan permohonan, jauhkanlah pencobaan dari kami.

 

Tetapi itu semua mendorong semangat kita untuk bersekutu dengan sesama orang percaya, berusaha lebih keras lagi untuk dapat bersatu dalam iman dan perbuatan, membangun semakin kuat dalam menghadapi tantangan yang kita hadapi. Dari sisi lain kita juga akan menghadapi ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan pokok iman kita. Maka nas minggu ini mengingatkan bahwa menjauhkan atau menghindari pertemuan-pertemuan ibadah sama saja dengan mengabaikan pentingnya orang Kristen untuk saling menolong. Kita berkumpul untuk berbagi dan saling menguatkan satu sama lain di dalam Tuhan. Kesediaan kita untuk berkumpul dan saling menasihati dan mengajar, mewujudkan kasih dan perbuatan baik terhadap sesama dan orang yang belum percaya membuktikan iman kita hidup dan menyadari kita adalah bagian dari rencana Tuhan dalam membangun kerajaan-Nya yang lebih luas. Dalam kitab Galatia dikatakan, “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus” (Gal 6:2). Dengan hati yang sudah dibersihkan kita seyogiayanya semakin memahami dan peka akan kehendak-Nya, sehingga jangan menafsirkan pertemuan ibadah itu hanya datang pada ibadah hari minggu saja. Melalui persekutuan orang percaya dalam ibadah dan hubungan pribadi yang erat diharapkan adanya sinergi yang lebih baik dalam meninggikan nama Tuhan Yesus.

 

Setiap orang percaya harus berpegang teguh pada tugas dan pengharapan ini. Kita tidak boleh mudah terombang-ambing oleh berbagai pergumulan yang dapat meruntuhkan iman kita. Keengganan bersekutu dapat menimbulkan iman yang merosot dan memudar. Sebaliknya ketekunan dalam beribadah akan menghasilkan disiplin yang baik. Orang Kristen dipanggil bukan untuk menjadi pribadi yang individual. Allah memberikan gereja untuk tempat kita saling berbagi dan menguatkan. Sikap ini juga harus dikaitkan dengan berpikiran bahwa hari Tuhan akan segera datang, yakni dalam pengertian "kecil" bersifat pribadi atau dalam pengertian besar yakni akhir zaman, meski pada nas ini lebih tepat tentang nubuatan hancurnya kota Yerusalem dan Bait Allah oleh serangan Nero dan Kaisar Titus di tahun 70 M setelah Tuhan Yesus naik ke sorga. Akan tetapi Yesus Kristus tetap akan datang kembali untuk menjemput kita orang-orang yang setia dan menghakimi orang yang hidup dan yang mati. Ia yang akan menyediakan tempat bagi kita yang setia, dan untuk itulah kita peringati kematian-Nya pada Jumat Agung ini.

 

Penutup

Atas kebaikan dan anugerah Allah di dalam Kristus dosa-dosa kita sudah ditebus dengan kematian-Nya. Penderitaan yang Dia alami melalui jalan menjadi manusia biasa, merubah hal pokok bagi kita dalam menebus setiap dosa dan kesalahan kita. Kita tidak perlu lagi membawa korban persembahan berulang-ulang, karena kita sudah disucikan dengan darah-Nya. Ruang Mahakudus di sorga terbuka bagi kita orang percaya. Kita juga dinyatakan harus dengan berani menghampiri takhta-Nya menyampaikan segala keluh kesah dan penderitaan, bahkan seluruh pengharapan kita. Tidak diperlukan lagi imam lain manusia biasa sebab Ia sudah menjadi Imam Besar Agung kita. Dengan iman yang teguh, kita melangkah di setiap saat dan tempat mengisi kehidupan ini dengan melakukan perbuatan kasih sebagai penggenapan janji-janji sorgawi yang akan kita terima. Mari kita melupakan dosa masa lalu dengan tetap mengikut Yesus dan mengabdikan hidup kita bagi Dia dan melayani-Nya, dengan tetap berpengharapan teguh bahwa Ia akan kembali untuk menjemput kita yang dipilih-Nya. Dengan demikianlah kita memperingati kematian-Nya dan sekaligus menghormati apa yang sudah dilakukan-Nya bagi hidup kita.

Tuhan Yesus memberkati.

 

(Pdt. Em. Ramles M Silalahi, Ketua Umum Alumni ITB Gaja Toba dan Ketua Majelis Pertimbangan Sinode GKSI)

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 646 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7519501
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
38553
65706
272267
7204198
554363
1386923
7519501

IP Anda: 172.69.165.22
2024-11-23 11:39

Login Form