2024
Renungan
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1
Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK
https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg
Radio RPK tanggal 1 Juli 2021
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015
Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen Setia Indonesia
Mengucapkan Selamat Hari Natal 25 Desember 2014
dan Selamat Tahun Baru 1 Januari 2015
Kepada seluruh anggota jemaat dan hamba Tuhan GKSI,
serta kepada pengunjung situs ini.
Semoga melalui Minggu Adven yang kita lalui, sukacita kasih karunia Natal dan semangat Tahun Baru membuat kita semakin kuat dan lebih baik lagi saat berjalan bersama Tuhan mengarungi tahun 2015.
Tuhan Memberkati.
----------------------------------------------------
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015
Perayaan Tahun Baru
IA MEMISAHKAN DOMBA DARI KAMBING (Mat 25:31-46)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Pkh 3:1-13; Mzm 8; Why 21:1-6a (berdasarkanhttp://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nats pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.
Ayat Mat 25:31-46 selengkapnya dengan judul: Penghakiman terakhir
25:31 "Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. 25:32 Lalu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan-Nya dan Ia akan memisahkan mereka seorang dari pada seorang, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing, 25:33 dan Ia akan menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya dan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. 25:34 Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. 25:35 Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; 25:36 ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku. 25:37 Maka orang-orang benar itu akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar dan kami memberi Engkau makan, atau haus dan kami memberi Engkau minum? 25:38 Bilamanakah kami melihat Engkau sebagai orang asing, dan kami memberi Engkau tumpangan, atau telanjang dan kami memberi Engkau pakaian? 25:39 Bilamanakah kami melihat Engkau sakit atau dalam penjara dan kami mengunjungi Engkau? 25:40 Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku. 25:41 Dan Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiri-Nya: Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya. 25:42 Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; 25:43 ketika Aku seorang asing, kamu tidak memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit dan dalam penjara, kamu tidak melawat Aku. 25:44 Lalu mereka pun akan menjawab Dia, katanya: Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau? 25:45 Maka Ia akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku. 25:46 Dan mereka ini akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.
---------------------------
Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dari sisi tampak luar, agak sedikit sulit membedakan murid Yesus yang sejati dengan murid yang asal-asalan. Seringnya seseorang hari Minggu ke gereja dan menyatakan Pengakuan Iman Rasuli tidak menjadi jaminan bahwa hal yang dinyatakannya itu sesuai dengan perbuatanya sehari-hari. Ada orang yang pintar menyembunyikan kejahatannya atau dosa-dosa di tengah-tengah masyarakat, dan ada juga yang melakukan perbuatan baik tapi bertujuan kamuflase atau pencitraan. Namun Tuhan pasti mengetahui semua itu dan menjadi ukuran masuknya seseorang dalam kerajaan-Nya dan terlihat saat penghakimam di akhir zaman. Melalui nats minggu ini kita memperoleh pelajaran hidup penting sebagai berikut.
Pertama: Penghakiman dan pemisahan (ayat 31-33)
Dalam sebuah seminar di Eropa baru-baru ini tentang masa depan bumi dan seluruh isinya, seorang ahli mengatakan bahwa nasib bumi ini tergantung kepada manusia. Meski sudut pandangnya adalah soal kecukupan pangan, energi, perubahan lingkungan dan lainnya, memang hal ini benar di satu sisi. Maksudnya adalah kelangsungan hidup manusia dari sisi fisik-biologis tersebut sangat tergantung kepada hikmat manusia sendiri, bagaimana manusia mengelola dan menyepakati masa depannya sendiri. Beberapa hal yang pokok, misalnya, adalah soal pertumbuhan penduduk, pengelolaan dalam soal kebutuhan makanan, penghematan energi penjagaan lingkungan hidup, sangat menentukan dalam ketahanan dan daya dukung alam ini. Apakah bangsa-bangsa penghuni bumi, misalnya, dapat melakukan kebijakan pertumbuhan nol penduduk (zero population growth) atau bahkan "satu anak cukup" sepertidi negeri China, tentu sangat menentukan nantinya. Mungkin dalam hal ini kita sedikit optimis bahwa suatu saat bangsa-bangsa akan dapat menyesuaikan diri sendiri, dalam arti muncul apa yang disebut sebagai "wisdom of the nations" atau "wisdom of the crowd" yakni bersatunya bangsa-bangsa dan penduduk dalam menghadapi masalah bersama.
Namun di sisi lain di samping faktor fisik-biologis, masa depan dunia ini juga ditentukan oleh sikap dan tingkah laku manusia itu sendiri secara moral rohani. Sudut pandang rohani seperti, misalnya, bagaimana manusia mensikapi keberadaannya dan tentang peran Tuhan dalam perjalanan hidupnya sebagai pribadi, sebagai komunitas atau bangsa-bangsa. Dengan teknologi dan informasi yang semakin maju, memang ada kecendrungan bahwa manusia semakin mengandalkan akal pikirannya sendiri, lebih ego-sentris, dan bahkan tidak lagi memerlukan Tuhan. Manusia berpikir bahwa kemegahan manusia dapat dicapai dengan teknologi dan persoalan manusia yang ada sebenarnya hanyalah ketidakmampuan manusia itu sendiri dan tidak memerlukan Tuhan dalam penyelesaiannya. Dalam keadaan seperti itu, mungkin peristiwa menara Babel terulang kembali dan akhirnya Allah menghukum manusia. Itulah akhir zaman.
Di lain pihak manusia belum bisa menafsirkan nubuatan akhir zaman secara pasti. Ramalan demi ramalan dilakukan beberapa orang dengan tanda-tanda zaman seketika, tapi semua meleset, dan bahkan semuanya hanya untuk kepentingan pemimpin rohani itu saja. Alkitab sendiri menggambarkan akhir zaman atau datangnya Kristus kedua kalinya itu dengan berbagai tanda-tanda, namun sangat sukar menggabungkannya menjadi sebuah tanda atau tafsir yang pasti. Demikian juga dengan beberapa istilah, seperti kerajaan seribu tahun, penderitaan besar, bertakhta di atas awan, bunyi sangkakala, dan lainnya, sangat sukar dibayangkan. Meskipun demikian, satu hal yang pasti bahwa dunia ini akan berakhir, dan pada saat itu akan ada penghakimam bagi mereka yang taat dan berbuat baik dengan mereka yang murtad dan tidak melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Dalam penghakiman itulah Yesus datang sebagai Raja dengan malaikat-Nya, memisahkan mereka yang taat dan berbuah serta dikelompokkan-Nya dengan perumpamaan domba, dan mereka yang murtad dan egoistis dikelompokkan-Nya dengan perumpamaan kambing. Perumpamaan ini berangkat dari gembala pada masa itu biasanya menggembalakan kedua hewan itu bersamaan, dan setelah menjelang malam mereka dipisahkan. Masa penghakiman pun dimulai, pemisahan antara orang fasik dengan orang benar, antara domba dan kambing, yang kuasa-Nya telah diberikan kepada Yesus, sesuai dengan pesan-pesan-Nya dalam Alkitab. Pertanyaannya, apakah kita masuk kelompok domba atau kambing?
Kedua: Terimalah kerajaan yang disediakan (ayat 34-40)
Alkitab mengatakan bahwa saat akhir zaman dan Ia kembali ke dunia, masih banyak orang hidup yang ditemui-Nya (1Tes 4:15-16; band. Yoel 3:1-2). Maka pemisahan orang yang hidup (dan yang mati dibangkitkan) menjadi kelompok domba dan kambing akan dilaksanakan dengan dua kriteria utama: apakah ia beriman kepada Yesus Kristus, dan apakah imannya itu berbuah nyata atau hanya OMDO, yakni Omong Doang. Jadi iman orang tersebut bukan hanya di mulut atau di hati, tetapi juga dalam perbuatan. Pada saat penghakiman tidak ada lagi keistimewaan atau preferensi sebagai bangsa terpilih, negara kaya atau miskin, mayoritas Kristen atau Islam, kumpulan orang, pengusaha kaya, seorang pendeta, atau preferensi lainnya, melainkan semua dihakimi berdasarkan kedua hal tersebut: iman dan perbuatannya. Dalam hal ini perbuatan yang paling diutamakan adalah hukum kasih, yakni mereka yang mengasihi orang-orang yang memerlukan sebagaimana diuraikan pada nats ini.
Tuhan Yesus sendiri ketika pertama kali masuk dalam pelayanan, setelah Ia menyerukan agar manusia bertobat sebab Kerajaan Allah sudah dekat (Mat 4:17), Ia menyampaikan bahwa tujuan-Nya secara implisit melalui perkataan-Nya, "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku. Untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang" (Luk 4:18-19). Memang ini merupakan kutipan dari yang disampaikan oleh nabi Yesaya dengan nuansa baru oleh Yesus. Dengan demikian sangat jelas bahwa hal yang menjadi perhatian utama Tuhan Yesus adalah mereka yang miskin, para tawanan, mereka yang tertindas, dan kelepasan.
Maka menjadi tidak mengherankan bahwa kriteria yang dipakai oleh Tuhan Yesus dalam menghakimi adalah dasar dan buah iman itu, yakni sikap dan respon ketika mereka melihat yang miskin, lapar dan haus, apakah mereka memberi makan dan minum; ketika melihat mereka yang tuna wisma (seorang asing), apakah memberi tumpangan; ketika melihat yang telanjang, apakah memberi mereka pakaian; ketika melihat yang sakit, apakah mereka melawatnya; ketika ada orang yang di penjara, apakah kita mengunjunginya? Personifikasi Tuhan Yesus dengan orang-orang yang lemah ini sangat sah, demikian juga bagi murud-murid dan hamba-Nya, sebab bagi merekalah kedatangan yang utama Tuhan Yesus. Orang yang benar adalah mereka yang memahami dan mengikuti tujuan Yesus, dan mereka inilah para domba-Nya, sehingga Tuhan Yesus mengatakan kepada para domba-Nya, "kamu yang diberkati oleh Bapa-Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan."
Ketiga: Enyahlah hai orang-orang terkutuk (ayat 41-44)
Anugerah keselamatan memang adalah kasih karunia berdasarkan pertimbangan Allah semata. Namun prinsip itu tidak boleh diterjemahkan sederhana, bahwa Allah itu baik, kita manusia berdosa, dan kalaupun kita berdosa terus, sepanjang KITA juga melakukan perbuatan baik, maka kita tidak masuk neraka. Prinsip seperti ini salah dan berbahaya. Itu bukan iman Kristen. Iman Kristen yang benar adalah kita manusia berdosa dan tidak bisa menghilangkan kecendrungan berdosa. Keberdosaan kita hanya bisa dihilangkan dengan memohon pengampunan dan pengakuan bahwa Yesus menjadi tebusan-Nya, dan kemudian beriman dan taat kepada-Nya, menyerahkan seluruh hidup kita di bawah pimpinan-Nya untuk berbuah bagi banyak orang.
Maka apabila kita melakukan perbuatan baik, itu bukanlah sebagai "balasan" atas anugerah keselamatan yang diberikan-Nya, melainkan semata-mata karena pimpinan dan kasih-Nya memampukan kita melakukan perbuatan baik itu. Pemikiran perbuatan baik sebagai "balasan" seolah-olah membuat ada perhitungan besar kecilnya yang harus kita lakukan. Padahal, secara prinsip semua yang kita lakukan haruslah merupakan "perbuatan baik" dan khususnya kepada sesama, terlebih-lebih lagi untuk mereka yang membutuhkan, seperti yang disebutkan Tuhan Yesus dalam nats ini. Jadi perbuatan baik atau melakukan hal baik itu bukan hanya untuk diri sendiri atau keluarga saja, atau hitung-hitungan pamrih dengan pengharapan upah yang besar.
Bagi mereka yang mengabaikan tujuan-Nya yakni kepedulian kepada mereka yang membutuhkan dan menderita, maka Allah mengelompokkannya menjadi sekumpulan kambing yang tidak penurut. Mereka yang berbangga hati dan mengharapkan upah yang besar juga dikatagorikan pada kelompok ini, sebab tidak melakukannya dalam semangat pengorbanan, ketulusan dan kerendahan hati, melainkan hanya bermotivasi untuk memuliakan diri sendiri. Bagi mereka ini, Tuhan Yesus dengan tegas mengatakan, "Enyahlah dari hadapan-Ku, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya." Mereka tidak layak mendapatkan bagian dalam kerajaan Allah, sebab apa yang mereka imani hanya di mulut, tetapi bukan pada kehidupan sehari-hari. Mereka akan dihukum setelah kelompok domba diberkati, agar anak-anak Tuhan dapat melihat apa yang terjadi.
Keempat: Masuk ke tempat siksaan kekal (ayat 45)
Gambaran hukuman yang diberikan kepada mereka yang taat dan setia, yakni mereka yang hanya melakukan sebagian saja perintah Tuhan, memiliki dua aspek: pertama siksaan, dan kedua kekal. Gambaran yang sangat umum di dalam Alkitab tentang siksaan ini adalah dalam bentuk api neraka, mendambakan setetes air saja demikian sulitnya, api yang panas membakar yang menahan sakitnya saja akan penuh ratapan dan kertakan gigi (Mat 13:42, 50). Namun gambaran siksaan lainnya ada juga dalam Alkitab yang berbentuk penyakit bisul yang dahsyat, dimakan ulat, dan lainnya yang membuat kesakitan seperti melahirkan, atau menggigit lidah karena rasa sakitnya (Why 12:2; 16:11).
Aspek kedua dari hukuman itu adalah bentuknya yang kekal. Ini sejajar dengan mereka yang mendapatkan bagian dalam kerajaan Allah juga mengalaminya dalam kekekalan. Pengertian kekekalan disini adalah waktu yang sangat lama sekali, bukan hanya ratusan atau ribuan tahun, tapi waktu yang bagi manusia tidak mungkin menghitungnya. Pengertiannya abadi dan selama-lamanya. Kekekalan hanyalah milik Tuhan sebab Dia adalah Allah yang kekal. Jadi pengertian penghukuman yang kekal dan selama-lamanya adalah semata-mata waktu yang ditetapkan Tuhan saja, namun itu yang pasti lama sekali. Hukuman itu tidak hanya diberikan kepada mereka yang tidak taat dan tidak mengasihi tadi, tetapi juga bagi iblis dan malaikat-malaikat jahatnya.
Mereka yang taat dan terus berbuat baik haruslah seperti domba, penurut dan lembut, sabar, bukan seperti kambing yang susah diatur dan liar. Domba-domba-Nya yang berkenan kepada-Nya layak ditempatkan di sebelah kanan, sebagai simbol kepercayaan dan akan dibawa masuk dalam Kerajaan-Nya yang kekal (band. Mat 13:43; Why 20:4). Dan bagi mereka yang tidak taat, yang melupakan tanggung jawab bagi mereka yang miskin, sakit, tertindas dan menderita, serta tidak membagikan anugerah kabar baik, maka mereka ini layak dihukum dengan siksaan yang kekal. Bertobatlah, sebab kerajaan sorga sudah dekat.
Penutup
Firman Tuhan melalui nats di tahun baru ini mengajak kita untuk memeriksa diri dalam memasuki tahun yang baru, hari-hari yang baru agar iman yang selalu kita nyatakan benar-benar sesuai dengan perbuatan kita. Iman tanpa perbuatan adalah mati. Kita harus menyadari bahwa kita pasti mati dan dunia ini akan berakhir serta akan ada penghakiman bagi seluruh manusia berdasarkan iman dan perbuatannya. Pertanyaannya adalah apakah kita akan ditaruh di sebelah kiri sebagai kelompok kambing, dan dimasukkan dalam penghukuman siksaan yang kekal, atau dikelompokkan kedalam kelompok domba yang memperoleh berkat dan masuk ke kerajaan-Nya. Seandainya kita melakukan yang benar maka hendaklah itu bukan motivasi mendapatkan upah yang besar semata, melainkan untuk menyenangkan hati-Nya.
Tuhan Yesus memberkati.
(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci yang terkait didahului kata humor atau joke).
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014
Minggu XIX Setelah Pentakosta
INJIL DENGAN KEKUATAN ROH DAN KEPASTIAN YANG KOKOH
(1Tes 1:1-10)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kel 33:12-23 atau Yes 45:1-7; Mzm 99 atau Mzm 96:1-9, 10-13; Mat 22:15-22
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Daftar selengkapnya khotbah untuk tahun 2014 dan tahun berikutnya dapat dilihat di website ini -> klik Pembinaan -> Teologi
Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.
Nas 1Tes 1:1-10 selengkapnya: Buah Pemberitaan Paulus
1:1 Dari Paulus, Silwanus dan Timotius kepada jemaat orang-orang Tesalonika yang di dalam Allah Bapa dan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Kasih karunia dan damai sejahtera menyertai kamu. 1:2 Kami selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu semua dan menyebut kamu dalam doa kami. 1:3 Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita. 1:4 Dan kami tahu, hai saudara-saudara yang dikasihi Allah, bahwa Ia telah memilih kamu. 1:5 Sebab Injil yang kami beritakan bukan disampaikan kepada kamu dengan kata-kata saja, tetapi juga dengan kekuatan oleh Roh Kudus dan dengan suatu kepastian yang kokoh. Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu. 1:6 Dan kamu telah menjadi penurut kami dan penurut Tuhan; dalam penindasan yang berat kamu telah menerima firman itu dengan sukacita yang dikerjakan oleh Roh Kudus, 1:7 sehingga kamu telah menjadi teladan untuk semua orang yang percaya di wilayah Makedonia dan Akhaya. 1:8 Karena dari antara kamu firman Tuhan bergema bukan hanya di Makedonia dan Akhaya saja, tetapi di semua tempat telah tersiar kabar tentang imanmu kepada Allah, sehingga kami tidak usah mengatakan apa-apa tentang hal itu. 1:9 Sebab mereka sendiri berceritera tentang kami, bagaimana kami kamu sambut dan bagaimana kamu berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar, 1:10 dan untuk menantikan kedatangan Anak-Nya dari sorga, yang telah dibangkitkan-Nya dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang menyelamatkan kita dari murka yang akan datang.
-----------------------------
Pendahuluan
Tesalonika merupakan ibukota dan sekaligus kota terbesar dengan penduduk 200.000 dari propinsi Makadonia dibawah pemerintahan Romawi. Kota ini dapat dikatakan sebagai salah satu pintu awal Injil masuk ke wilayah Eropa, setelah Rasul Paulus mendengar akan pilihan ke Makadonia dibanding dengan pilihan ke arah Arabia di selatan (Kis 16:9). Pada saat surat ini ditulis - perkiraannya sekitar tahun 50 M - jemaat Tesalonika merupakan jemaat baru yang belum terlalu dewasa. Rasul Paulus beserta pelayan Tuhan lainnya tidak dapat tinggal lama di sana karena adanya penolakan yang hebat, sehingga pengajaran tentang Tuhan Yesus belum banyak yang disampaikannya. Oleh karena hatinya terus terpaut di sana, ia kemudian mengutus Timotius kembali untuk melihat perkembangan jemaat tersebut. Dalam perjalanannya ke Korintus, Rasul Paulus menuliskan surat ini sebagai bagian dari pengajaran kristiani kepada jemaat di sana dan juga bagi kita semua.
Pertama: Pentingnya keakraban para hamba Tuhan (ayat 1-3)
Setelah minggu lalu kita membaca firman Tuhan tentang perselisihan yang terjadi di antara dua pelayan Tuhan di jemaat Filipi, sebaliknya yang terjadi di jemaat Tesalonika ini. Hubungan para pelayan Tuhan sangat dekat dan akrab dan ini bisa dilihat bagaimana cara mereka bersama-sama menyapa dalam surat ini. Rasul Paulus juga tidak perlu menonjolkan sendirian kerasulannya. Ia menyadari bahwa hubungan di antara para pelayan Tuhan sangat penting, sebab sangat menentukan dalam membangun iman jemaat. Prinsip kasih yang diajarkan dan dikhotbahkan para pelayan seyogianya itu tampak dalam kehidupan sehari-hari, sebab jikalau tidak, maka jemaat akan mengatakan OMDO atau NATO (omong doang dan No Action Talk Only) saja. Sebaliknya apabila jemaat melihat itu nyata, maka itu akan menjadi kesaksian hidup dan rasa syukur bagi sesama orang percaya dan dapat menarik perhatian bagi yang belum mengenal Tuhan Yesus untuk menjadi pengikut-Nya. Hal kedua yang diperlihatkan oleh Rasul Paulus (dan rekan-rekan sekerjanya – lihat Kis 15:22, 39-40, 16:1-3; 17:1-10) adalah perhatian yang penuh bagi jemaat yang dipimpinnya. Mereka menyapa dengan dengan berkat dari Allah yaitu kasih karunia dan damai sejahtera (band. Rm 1:7-10; Ef 5:20). Keselamatan yang dianugerahkan membuat sesama jemaat dan hamba Tuhan masuk ke dalam persekutuan bersama, dan ini yang seharusnya membangun keakraban. Setelah keakraban maka penyertaan dan anugerah kasih Tuhan dialami dengan damai sejahtera.
Sikap yang menempatkan jemaat sebagai yang utama dan menyebutnya mahkota sangat kental dalam ungkapan ini (band. 1Tes 2:19; 3:9). Setelah memberi berkat Rasul Paulus kemudian mengungkapkan rasa syukur atas keberadaan mereka yang menjadi bagian dari orang percaya di dalam Allah Bapa dan di dalam Tuhan Yesus Kristus. Rasa syukur atas kebersamaan mereka juga ditambahkan dengan selalu membawa jemaatnya ke dalam doa-doa mereka. Doa syafaat bagi mereka yang kita kasihi tentu akan memberikan dampak perhatian Allah pada mereka yang disebut, terlebih dinaikkan oleh para hamba-Nya yang sering dianggap lebih memiliki kuasa sebab para pelayan adalah mereka-mereka yang seharusnya orang benar (Yak 5:16b). Adalah tanggungjawab hamba Tuhan untuk terus membawa jemaat dan orang-orang yang disekitarnya untuk didoakan (Yak 5:16a). Dalam hal ini Rasul Paulus memperlihatkan teladan seorang hamba Tuhan yang mengasihi jemaat Tuhan. Apabila ini lalai dilakukan hamba Tuhan, maka sebenarnya ia perlu merenungkan panggilannya untuk melayani Tuhan dengan melayani sesama. Di lain pihak, jemaat juga perlu mendoakan para pelayannya agar segala yang menjadi tanggungjawab pelayan dapat dijalankan dengan baik oleh karena pertolongan Allah (2Kor 1:11; 2Tes 3:1).
Hal utama yang perlu dilihat oleh Paulus dari jemaat adalah tentang iman, kasih dan pengharapan mereka. Sebagaimana dikatakan dalam 1Kor 13:13, di atas segala berkat dan karunia yang diberikan kepada jemaat untuk bertumbuh, yang tinggal adalah ketiga hal yaitu: iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih. Oleh karena itu Rasul Paulus mengamati ketiga hal tersebut yang dilakukan oleh jemaat, melalui Timotius. Rasul Paulus menemukan bahwa jemaat tersebut melakukan pekerjaan imannya dengan baik sesuai dengan keadaan sulit yang mereka hadapi (band. 2Tes 1:11; Yak 2:14), demikian juga dengan usaha kasih mereka, dan terakhir adalah ketekunan pengharapan mereka kepada Tuhan Yesus Kristus (band. Rm 5:2-5). Sungguh jemaat yang layak diteladani. Pujian Rasul Paulus sangat penting untuk meningkatkan rasa hormat dan kebanggaan mereka yang sekaligus merupakan kemuliaan bagi Allah Bapa yang mengasuh mereka. Hamba Tuhan yang lebih menonjolkan kelemahan atau kekurangan jemaat tidak akan membangun. Bahkan, mengutarakan kelemahan dan kekurangan dengan cara yang salah malah akan menurunkan semangat jemaat. Pujian juga secara otomatis akan mendorong jemaat mengerahkan potensi yang lebih besar untuk memberikan yang terbaik, sementara kritik malah membunuh potensi yang ada. Bagaimanapun, pasti tidak ada jemaat yang sempurna dan ada kekurangan, sebab kesempurnaan hanya terjadi setelah semua digenapi pada kedatangan-Nya, ketika semua umat-Nya dikuduskan secara total.
Kedua: Injil dengan kekuatan Roh dan kepastian yang kokoh (ayat 4-5)
Hal kedua Rasul Paulus mengingatkan status jemaat Tesalonika sebagai umat pilihan Allah. Dipilih berarti dikasihi Allah (Ef. 1:4). Hal-hal lain yang membuat kebimbangan dan bahkan perdebatan (nanti dalam pasal berikutnya diuraikan yakni tentang kematian dan kedatangan Yesus kedua kalinya), semua menjadi tidak penting dan berada jauh dari keutamaan sebagai pilihan Allah. Ya memang adalah sulit untuk memahami secara bersamaan tentang kedaulatan Allah dalam memilih diri kita, dengan tanggungjawab kemanusiaan kita dalam mengikuti Dia. Meskipun mungkin kita tidak memahami sepenuhnya bagaimana kedua kebenaran ini berjalan bersamaan, tapi kita dapat mengatakannya sebagai hubungan kausal, demikian: Menjadi umat terpilih datang dari hati Allah (dan bukan dari pikiran kita) yang merupakan anugerah untuk menjalankan misi-Nya dan menyenangkan hati-Nya (sehingga bukan mengabaikan-Nya), dan itu harus melahirkan rasa syukur (dan bukan keluhan). Sementara tanggungjawab kemanusiaan kita adalah secara aktif terus mengaku Yesus sebagai Tuhan dan Pelindung, fokus dalam kehidupan untuk menyenangkan hati-Nya, dan berbagi kasih dan Injil kepada orang lain. Pilihan Allah kepada kita juga sekaligus memberi tantangan untuk menjalani kehidupan ini untuk dibuat berharga bagi kita sendirnya dan bagi-Nya.
Ketika Allah memilih kita, Ia memberi kekuatan untuk mengikuti dan melayani-Nya. Kuasa itu datang dari Roh Kudus dan Injil; kita tidak perlu tahu bagaimana proses itu yang mana lebih dahulu. Yang jelas, Injil datang dengan kuasa dan itu membawa kekuatan pengaruh bagi setiap pribadi, keluarga, termasuk jemaat Tesalonika. Roh Kudus juga membuat seseorang mengerti Injil. Pengurapan Roh Kudus membuat Injil diterima dengan kepastian yang kokoh sebagai firman Allah. Ketika firman disampaikan dan direnungkan, hidup pasti menjadi berubah (Luk 4:32-37; Kis 1:8; Rm 1:16; Gal 3:22). Pengalaman selama 2000 tahun lebih, Injil dan kekristenan bukan sekedar kumpulan kejadian atau cerita yang menarik; tetapi merupakan kuasa Roh Allah bagi siapa saja yang memercayainya (band. Yoh 14:23-26; 15:26-27; 1Kor 2:4). Kita tidak perlu mengkaji teoritis perbedaan logos dan rhema, yang tertulis dengan tidak tertulis, kata-kata atau makna, sebab bagaimanapun, Allah bekerja dengan cara yang tidak bisa difahami manusia yang kemampuannya terbatas. Kita tidak dapat memahami keajaiban cara, jalan dan maksud pikiran Allah. Iman datang dari pendengaran, itu betul, tetapi jelas bukan “kebenaran” eksklusif dalam arti menutup kebanaran lain bahwa iman dapat datang dari membaca firman dan melihat, atau orang tuli juga bisa beriman. Sebuah ayat jelas tidak bisa mengungkapkan seluruh kebenaran Allah, oleh karena itu selalu diminta melihat keseluruhan Injil.
Rasul Paulus menekankan hal yang dia alami dan lakukan di Tesalonika dengan menuliskan, "Memang kamu tahu, bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu". Jemaat telah melihat hal yang dikhotbahkan Rasul Paulus, Silas dan Timotius selama mereka di Tesalonika menjadi bukti bagi mereka dengan melihat ketiga hamba-hamba Tuhan ini hidup di dalam kuasa-Nya dan dapat menjadi teladan. Ketiga hamba Tuhan ini melakukannya sebab memiliki keyakinan yang kokoh tentang iman dipilih Allah dan Injil yang diberikan. Jadi, ketika kita mengaku bahwa iman adalah anugerah dan bukan merupakan buah dari pikiran, maka sebenarnya kita secara otomatis mengaku kita adalah orang yang dipilih. Ketika kemudian firman atau Injil itu semakin kita dengarkan, renungkan dan lakukan, maka iman kita semakin bertumbuh dan kemudian berbuah dalam pelayanan. Inilah yang diperlihatkan para Rasul yang menulis surat ini sehingga mereka mengatakan, “bagaimana kami bekerja di antara kamu oleh karena kamu.”Keyakinan bertiga ini yang membuat mereka berbuah dengan mengabarkan Injil. Kini, bagaimana dengan kita? Apakah hidup kita meneguhkan tentang yang kita imani atau malah kontradiksi dengannya? Setelah kita menerima Allah telah memilih kita, bagaimana respon kita tentang hal tersebut? Mari kita renungkan, apa yang sudah Allah lakukan dengan kuasanya setelah kita pertama menerima firman dan beriman Yesus adalah Tuhan? Apakah kita cukup berbuah? Apakah kita berbuah lebat? (Yoh 15:5).
Ketiga: Menjadi teladan dalam menghadapi penindasan (ayat 6-8)
Meski pesan keselamatan dibawa dalam sukacita kepada setiap orang percaya di Tesalonika (dan orang percaya umumnya), tetapi juga membawa jemaat itu pada penderitaan yang hebat karena penolakan dan penganiayaan dari orang Yahudi dan juga orang Romawi (Kis 17:5; 1Tes 3:1-4). Mereka membenci pengikut Yesus. Memang, hal yang dilaporkan oleh Timotius sangat menyenangkan hati Tuhan melalui Rasul Paulus. Sebagai jemaat yang baru bertumbuh, Rasul Paulus mendengar jemaat menerima dengan keteguhan meski penindasan datang. Paulus memujinya dan meminta agar yang mereka lakukan itu semua didasari oleh iman akan Allah yang benar di dalam Tuhan Yesus. Mereka juga tetap diminta bekerja dan berkarya oleh dasar kasih, ketabahan dan keteguhan didasarkan oleh pengharapan akan kembali datangnya Tuhan Yesus. Semua ini merupakan tanda-tanda karakter yang efektip orang Kristen di segala abad. Untuk itu Rasul Paulus meminta jemaat agar teguh pada perintah Tuhan dan mengikuti teladan para hamba-Nya menjadi pelaku yang setia (1Kor 4:16). Semua itu dikerjakan dengan sukacita sejati dari Roh Kudus sebagai respon terhadap firman kebenaran dan keselamatan yang telah mereka terima (Yoh 16:33; 2Kor 6:10; Gal 5:22; Ibr 12:2; 1Ptr 2:19-21).
Banyak orang percaya saat ini berpikir bahwa penderitaan bukanlah bagian dari kehidupan orang Kristen. Merek berpikir kehidupan kekristenan hanya penuh dengan berkat-berkat dalam arti yang sempit yakni kesenangan dan sukacita. Ketika datang penderitaan, mereka bertanya: Mengapa aku? Mereka merasa seolah-olah Allah telah meninggalkan mereka; bahkan menuduh-Nya tidak lagi sebagai pelindung yang seharusnya dilakukan-Nya pada anak-anak-Nya. Tetapi semua orang percaya harus menyadari kenyataan: dunia ini penuh dengan dosa karena itu orang percaya menderita. Allah mengetahui sebagian orang percaya perlu sebagai martir iman dan mengalami penderitaan. Untuk itu dari pada kita bertanya "Mengapa aku?" lebih baik bertanya "Mengapa bukan aku?" Iman kita dan nilai-nilai dalam dunia ini memang cenderung bertabrakan. Oleh karena itu perlu ada pengorbanan, teladan, perlu ada martir yang dapat memperlihatkan iman, kasih dan pengharapan yang dimiliki orang percaya. Kisah martir dan keteguhan seseorang pasti menyebar meluas dan keteladanan itu yang memberikan motivasi bagi orang lain untuk mau berkorban bagi kemuliaan Kristus Yesus. Kekristenan tidak dapat menjadi seluas sekarang ini tanpa adanya penderitaan yang panjang yang dialami umat percaya selama ratusan tahun di awalnya. Demikian halnya kabar jemaat Tesalonika sebagai teladan bergema keluar Makedonia dan Akhaya hingga ke seluruh wilayah Mediterania.
Salah satu cara menjadi lebih siap dalam menghadapi segala kemungkinan dalam melayani Tuhan adalah menyadari bahwa penderitaan itu akan datang. Seorang PNS yang setia pada Tuhan dan berperilaku jujur pasti akan dicemoh orang sekelilingnya. Olok-olok sok suci pasti diterimanya. Seseorang yang menginjil bisa saja kemudian menjadi target kekerasan atau bulan-bulanan mereka yang dari garis keras. Jika kita sudah mengetahui adanya penderitaan itu, maka kita tidak menjadi terkejut atau shock ketika hal itu terjadi. Yang kedua, kita lebih siap sebab kita tahu Yesus juga menderita dan menderita bagi kita. Apa yang dialami oleh Tuhan Yesus dan juga para rasul menjadi inspirasi dan sumber kekuatan bagi kita dalam melayani. Yesus memahami ketakutan kita, kelemahan dan bahkan jika timbul kekecewaan kita (Ibr 2:17-18; 4:14-16). Yang ketiga, kita seharusnya tetap merasa aman sebab Ia berjanji tidak akan pernah meninggalkan kita (Mat 28:18-20), dan Dia berdoa bagi kita sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara (Ibr 7:24-25). Di dalam rasa sakit, penganiayaan, atau penderitaan, tetaplah teguh percaya kepada-Nya. Mari kita terus bersaksi dan memberikan teladan meski kita harus berkorban untuk itu, agar kerajaan Allah semakin diperluas di dalam Tuhan Yesus.
Keempat: Berbalik dan melayani Allah (ayat 9-10)
Semua orang percaya harus memberi respon yang sama terhadap Injil kabar baik dan keselamatan yang disampaikan, sebagaimana jemaat Tesalonika perlihatkan: berpaling pada Allah dan melayani Allah. Kehidupan masa lalu jemaat Tesalonika penuh dengan berhala-berhala dengan segala kuasanya, dan terbelenggu pada dosa-dosa kehidupan terbuka di wilayah yang sudah maju saat itu; itu semua harus ditinggalkan. Kini mereka telah bertobat dan inilah yang dipuji Rasul Paulus. Injil dan kuasa Roh telah membuat mereka menjadi manusia baru. Demikian juga dengan kita saat ini, kehidupan yang bertentangan dengan kehendak Allah sebaiknya kita tinggalkan. Kehidupan berupa dosa-dosa mengandalkan hidup pada berhala-berhala modern, seperti uang dan kekayaan, jabatan, prestise dan kehormatan, perlu dijauhkan apalagi sampai kita melanggar firman Tuhan untuk mendapatkan atau mempertahankannya. Perubahan hidup baru dengan berbalik kepada Allah harus diisi dengan melayani-Nya yang didasari iman, kasih dan pengharapan, sebagai buah nyata dari pilihan Allah terhadap kita yang dikasihi-Nya. Kita dikasihi Allah maka kita wajib mengasihi Allah (1Yoh 4:10).
Yesus berjanji akan kembali datang untuk menjemput orang-orang percaya yang dikasihi-Nya. Apapun yang kita alami saat ini sebagai konsekuensi dari penerimaan kita terhadap Tuhan Yesus, termasuk apabila kita menderita sakit dan teguh percaya pada kuasa penyembuhan-Nya, maka pertahankanlah itu. Ia adalah Allah yang hidup dan yang benar. Semua yang terjadi dalam hidup kita berada dalam pengendalian-Nya dan kuasa-Nya. Oleh karena kita tetap setia menunggu kedatangan Yesus kedua kalinya yang turun kembali dari sorga. Dalam penantian itu kita lebih sungguh-sungguh dalam mengenal Dia dan berusaha lebih melayani-Nya, sebab kita hanya memiliki waktu yang sedikit sebelum Yesus kembali. Kita harus siaga dan siap-siap sebab kita tidak tahu kapan Yesus itu akan kembali. Yesus telah dibangkitkan dan kuasa itu ada pada-Nya untuk membangkitkan semua orang percaya kelak untuk bersama-sama menerima kemuliaan dari Bapa. Melayani Allah hanya dapat dilakukan dengan sepenuhnya berserah dan tunduk kepada-Nya. Penantian yang tekun dengan hidup melayni bagi Allah merupakan awal yang diperlukan sebelum kemuliaan dari sorga itu dinyatakan.
Siap sedia untuk waktu itu berarti juga kesungguhan dalam pertobatan, dalam arti berbalik arah dan orientasi (1Kor 12:2; Gal 4:8-9). Berbalik arah juga bukan berarti mereka diam menanti kedatatangan tanpa bekerja melakukan sesuatu. Demikian juga dengan adanya perselisihan-perselisihan (selanjutnya hal ini diulas dalam pasal 4:9 dan 5:13) agar dapat dibereskan sebelum Tuhan Yesus kembali. Yesus datang bukan saja untuk menjemput dan mengangkat orang percaya yang dikasihi-Nya, tetapi juga akan menghakimi semua umat manusia. Bagi mereka yang hidupnya bertentangan dengan firman Tuhan dan mengutamakan dirinya sendiri, maka murka Tuhan akan datang padanya. Rasul Paulus memang menekankan murka Allah dalam masa kesengsaraan besar yang kelak akan datang (band. Kis. 17:31; 1Tes 2:16; Rm 3:5). Namun murka Allah hanya bagi orang-orang yang tidak taat dan bangsa-bangsa yang tidak percaya (Yoh 3:18; Mat 25:30). Namun bagi orang percaya hal itu tidak perlu menjadi takut, sebab iman telah menyelamatkan kita yang menjadi milik-Nya dari segala bentuk murka yang ada, apakah melalui masa kesengsaraan besar atau tanpa hal itu (Rm 5:9; Why 3:10). Tuhan Yesus telah membebaskan kita dari semua beban dosa dan ketika Ia datang kita telah sempurna dikuduskan-Nya dan siap untuk dimuliakan-Nya.
Penutup
Memasuki minggu ini kita diajarkan tentang banyak hal dari nas yang kita baca dan renungkan. Hal pertama adalah pentingnya kesatuan hati di antara pelayan Tuhan dan hubungan yang akrab dengan jemaatnya. Ketiga hamba Tuhan dalam nas ini memberikan keteladanan itu. Mereka melihat jemaat sebagai mahkota yang harus dikasihi dan dipedulikan. Meski ada penolakan dan penganiayaan yang dialami di sana, hati mereka tetap terpaut pada jemaatnya. Hal itu disebabkan adanya keyakinan akan Injil dengan kekuatan Roh dan kepastian yang kokoh akan anugerah keselamatan yang telah diberikan melalui Tuhan Yesus. Mereka diingatkan sebagai pilihan Allah dan memuji apa yang telah dilakukan jemaat Tesalonika tentang perbuatan iman, kasih dan pengharapan, meski ditengah-tengah penderitaan. Ini menjadi teladan dan kesaksian yang hidup bukan saja di wilayah dekat tetapi sampai keluar hingga ke Mediterania. Untuk itu mereka tetap melakukan sesuai dengan kehendak-Nya, berbalik dari hal-hal berhala dan perselisihan dan fokus melayani Allah. Allah telah mengasihi mereka sehingga mereka seyogianya terus mengasihi Allah dengan terus berharap akan kedatangan Yesus kedua kalinya. Dengan demikian mereka dan kita juga akan jauh dari penghukuman dan murka Allah.
Tuhan Yesus memberkati.
(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci yang terkait didahului kata humor atau joke).
Khotbah Minggu 12 Oktober 2014
Khotbah Minggu 12 Oktober 2014
Khotbah Minggu 12 Oktober 2014
Minggu XVIII Setelah Pentakosta
DI DALAM TUHAN KITA SENANTIASA BERSUKACITA
(Flp 4:1-9)
Bacaan lainnya menurut Leksionari: Kel 32:1-14 atau Yes 25:1-9; Mzm 106:1-6, 19-23 atau Mzm 23; Mat 22:1-14
(berdasarkan http://lectionary.library.vanderbilt.edu/index.php)
Daftar selengkapnya khotbah untuk tahun 2014 dan tahun berikutnya dapat dilihat di website ini -> klik Pembinaan -> Teologi
Khotbah ini dipersiapkan sebagai bahan bagi hamba Tuhan GKSI di seluruh nusantara. Sebagian ayat-ayat dalam bacaan leksionari minggu ini dapat dipakai sebagai nas pembimbing, berita anugerah, atau petunjuk hidup baru.
Nas Flp 4:1-9 selengkapnya: Nasihat-nasihat terakhir
4:1 Karena itu, saudara-saudara yang kukasihi dan yang kurindukan, sukacitaku dan mahkotaku, berdirilah juga dengan teguh dalam Tuhan, hai saudara-saudaraku yang kekasih! 4:2 Euodia kunasihati dan Sintikhe kunasihati, supaya sehati sepikir dalam Tuhan. 4:3 Bahkan, kuminta kepadamu juga, Sunsugos, temanku yang setia: tolonglah mereka. Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil, bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan. 4:4 Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! 4:5 Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang. Tuhan sudah dekat! 4:6 Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. 4:7 Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus. 4:8 Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu. 4:9 Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.
---------------------------------
Pendahuluan
Bagian terakhir kitab Filipi ini memberikan nasihat kepada jemaat Filipi bagaimana mereka hidup di dalam perdamaian dan kasih. Adanya perbedaan di antara para pelayan Tuhan diminta diselesaikan. Memang identitas yang yang disebut teman setia dalam nas ini masih belum terlalu jelas. Mungkin saja ia adalah Epafroditus yang membawa surat surat ini, atau seorang rekan Paulus di penjara. Orang itu bisa juga yang bernama Sunsugos, yang berarti penerima kuk bersama. Keprihatinan pada jemaat ini membuat Rasul Paulus sampai mengulang enam kali sebutan kasih kepada mereka. Ia menekankan sebagai pemimpin didalam jemaat seyogianyalah untuk memberikan teladan sebagaimana Kristus. Banyak hal positip yang dapat dilakukan dan terutama menjadikan jemaat sebagai mahkota. Melalui bacaan minggu ini kita diberikan pengajaran sebagai berikut:
Pertama: berdiri teguh dan sehati sepikir (ayat 1-3)
Bagaimana caranya kita dapat berdiri teguh di hadapan Allah? Ini mengacu kepada ayat sebelumnya (Flp 3:20-21), yakni dengan mengarahkan mata kita terus tertuju kepada Kristus, terus menyadari bahwa dunia ini bukanlah tempat kita yang abadi, dan fokus pada kenyataan bahwa Kristus yang mengendalikan segala sesuatu dalam hidup kita dan alam semesta. Dengan demikian, kita tahu apapun yang terjadi dalam hidup kita semua itu ada dalam sepengatahuan Allah. Berdiri teguh juga berarti sabar dan tabah dalam menahan pengaruh negatif dari segala ujian dan pencobaan, pengajaran sesat, atau penderitaan. Ya betul, itu memerlukan ketekunan ketika kita diuji atau dihadapkan pada situasi perlawanan dan dimusuhi. Oleh karenanya, jangan kehilangan kekuatan hati dan mudah menyerah. Allah berjanji memberi kita kekuatan karakter. Dengan pertolongan Roh Kudus dan rekan-rekan orang percaya lainnya, kita akan tetap bertahan dan benar di hadapan Allah. Nasihat itulah yang diberikan kepada jemaat dalam nas ini (band. 1Kor 16:13).
Rasul Paulus tidak bermaksud suratnya ini untuk menasihati jemaat Filipi tentang doktrin atau pengajaran yang salah, melainkan menyampaikan beberapa masalah hubungan antar manusia. Hubungan yang buruk yang terjadi di antara para pelayan bukanlah masalah kecil. Ia mengambil contoh dengan nasihat kepada dua wanita (Euodia dan Sintikhe, mungkin tokoh-tokoh penting dalam jemaat)yang disebutnya telah bekerja di jemaat bagi Kristus. Melalui usaha dan kerja keras mereka telah banyak orang percaya dibawa kepada Kristus. Adalah tidak mungkin seseseorang - terlebih seorang pelayan - yang percaya kepada Kristus, bekerja keras bagi kerajaan-Nya, tapi memiliki hubungan yang buruk dengan sesama orang percaya lainnya, apalagi juga memiliki tujuan dan komitmen yang sama. Sehati sepikir perlu diutamakan agar bisa bekerjasama dan bersinergi (band. Flp 2:2). Sungguh menyedihkan dan bahkan memalukan apabila di antara pelayan Tuhan atau pekerja Injil sendiri terjadi pertentangan. Firman Tuhan memberikan nasihat agar masing-masing pihak harus bersedia merendahkan hati dan memberi pengorbanan sehingga tidak memaksakan keinginan sendiri. Egoisme yang membuat perbedaan harus disingkirkan, sebab Allah memang menciptakan manusia berbeda sudut pandang dan keperluan. Nas ini secara otomatis juga mengingatkan bahwa tidak ada ruang pemaafan dan pembenaran jika yang terjadi adalah perpecahan dan tidak terjadi rekonsiliasi. Bila ada perpecahan, pasti ada yang salah dan perlu diperbaiki di dalam pribaddi mereka dan untuk itulah perlu introspeksi dan membuka diri.
Pertanyaan bagi kita: apakah kita saat ini sedang bermasalah dengan orang lain dalam persekutuan atau organisasi? Apakah kita sampai pada perpecahan dalam langkah dan bahkan mendendam sakit hati? Apakah kita memerlukan rekonsiliasi dengan seseorang saat ini? Jika kita menghadapi konflik yang kita tidak bisa selesaikan, jangan membiarkan ketegangan kecil yang dapat menjadi ledakan yang besar. Jangan kita mundur atau berhenti bahkan menjadi mengarahkan pada perkelahian dengan kekerasan. Jangan juga berpangku tangan dan menunggu bahwa masalah itu akan hilang dengan sendirinya. Prinsip waktu menghilangkannya tidak selalu benar. Waktu menghilangkan hanya dengan cara bila kita merubah cara pandang dan kepentingan. Waktu memang dapat menurunkan amarah. Tetapi tanpa merubah cara pandang, maka waktu tidak akan merubah apapun atau menghilangkan perbedaan. Yang penting bagi kita, ketika masalah perbedaan dan pertentangan melanda, maka dengan iman dan kasih mintalah pertolongan Tuhan dan carilah orang yang bisa mendamaikan sehingga masalah dapat diselesaikan. Jangan sampai masalah berlarut-larut dan akhirnya menjadi dosa dan keselamatan kita dikorbankan. Ini yang ditekankan Rasul Paulus sehingga dikatakannya, keselamatan yang sudah kita terima dengan nama kita sudah tercatat dalam buku kehidupan, jangan sampai terhapus. Buku kehidupan adalah daftar semua nama-nama yang yang diselamatkan dalam hidup kekekalan melalui iman kepada Yesus Kristus dan ketaatan dalam melakukan firman-Nya (Luk 10:17-20; Why 20:11-15).
Kedua: Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan (ayat 4-5)
Adalah tampak aneh seseorang yang dipenjara mengatakan kepada jemaat: bersukacitalah! Akan tetapi sikap Rasul Paulus itu memberikan kepada kita pelajaran penting: sikap di dalam hati seharusnya bukanlah merupakan refleksi dari keadaan di luar tubuh. Respon kita terhadap apa yang terjadi di sekeliling, tidak harus membawa dampak buruk terhadap hati kita. Kebahagiaan bukan datang karena dari luar yang ada di sekeliling, atau hal peristiwa tertentu, tetapi sikap dari dalam hati yakni hati yang telah dipenuhi Roh Yesus. Rasul Paulus tetap penuh sukacita karena tahu bahwa tidak masalah apa yang terjadi padanya, sebab Tuhan Yesus ada selalu bersamanya. Firman Tuhan menekankan kata “senantiasa” jelas menunjukkan sumber sukacita bukan tergantung situasi tetapi sumber yang abadi yakni dari Tuhan Yesus. Beberapa kali dalam suratnya, Paulus mendesak jemaat Filipi untuk bersukacita, mungkin hal itu yang dibutuhkan jemaat saat itu akibat masalah perbedaan yang ada. Bukanlah hal yang terlalu sulit untuk menghilangkan kejengkelan hati atau kehilangan semangat dari situasi yang tidak menyenangkan; atau membuang hal-hal yang tidak penting untuk dipikirkan terlalu serius. Mereka hanya perlu focus menyelesaikan dalam kasih. Kita harus bisa menilai mana yang penting dan utama dalam hidup ini. Jika kita saat ini tidak bersukacita, maka pasti ada yang salah dalam perspektif melihat kehidupan ini.
Demikian juga tentang permasalahan yang jemaat Filipi hadapi dalam kesatuan hati untuk sehati sepikir. Mereka tidak mungkin dapat bersukacita apabila mereka tidak bersatu dan ada kesehatian. Mereka tidak bisa merasakan sukacita apabila terjadi pertentangan yang bisa membawa perpecahan. Kita harus bersikap lembut, logis, pikiran terbuka, dan menyambut positip atas hal-hal yang terjadi di sekitar jemaat, dan bukan hanya sebagai orang percaya yang pasif tidak peduli. Dengan demikian, kita juga diminta agar tidak mudah menaruh sakit hati dan dendam pada mereka yang berbeda pendapat atau menyakiti hati kita, serta tidak berbangga dan omong besar atas kelebihan yang kita miliki dan menuntut hak-hak yang sepertinya menjadi milik kita. Sebaliknya, kita harus mengambil peran juru damai yang aktif apabila ada perselisihan yang terjadi di lingkungan kita. Sebagaimana dinyatakan firman Tuhan melalui Paulus, nas ini meminta warga jemaat lainnya (Sunsugos berarti sesama pekerja atau pemikul kuk) untuk ikut mendamaikan hamba-hamba Tuhan yang belum sehati itu. Tanpa kesejatian para hamba pelayan-Nya, jemaat pun akan kehilangan sukacita.
Hamba Tuhan dan dan para pelayan perlu melihat jemaat sebagai mahkota, dalam arti yang paling utama dan dimenangkan dan bukan ego masing-masing pribadi. Bilamana ini yang dilihat sebagai sumber sukacita yakni jemaat bersatu padu, bertumbuh dan berbuah, maka sukacita akan datang pada semua. Sukacita ini mestinya mudah datang dari Yesus yang diam di dalam hati setiap hati orang percaya. Pelayan seharusnya menjadi panutan bagi jemaat. Untuk itu perlu ditonjolkan kebaikan-kebaikan hati (epieikes) berupa kesabaran, kesediaan mengalah apalagi keinginan menyenangkan orang lain dengan kasih. Dasar daripada semua ini adalah kesiapan orang percaya dalam menyongsong kedatangan Kristus yang sudah dekat. Tuhan sudah dekat adalah prinsip kristiani bahwa Yesus akan datang segera dan setiap masalah yang membawa dosa harus diselesaikan dengan kasih (Mat 24:36; Rm 13:12-14; Ibr 10:37; Yak 5:8,9). Hati yang bersuka cita dan bersyukur adalah prinsip kekristenan. Tuhan sudah dekat juga berarti Ia tetap dekat yakni sedekat doa kita (band. Flp 1:4). Maka pada kedatangan-Nya kedua kali, sukacita dan syukur serta janji-janji-Nya akan digenapi penuh (Mzm 85:7; Hab 3: 18). Yesus yang hidup di dalam diri kita akan memenuhi rencana-Nya yang indah dan kita akan menerima mahkota kemenangan.
Ketiga: Janganlah kuatir dan nyatakan keinginanmu dalam doa (ayat 6-7)
Salah satu sumber kehilangan sukacita adalah adanya kekuatiran. Ini juga yang dilihat Rasul Paulus sehingga dinyatakan janganlah kuatir tentang apapun juga. Meski tidak dijelaskan kekuatiran apa yang terjadi pada jemaat itu, tapi diduga bukan dari faktor-faktor materi, tetapi lebih kepada gengsi, status, kesombongan, dan harga diri. Banyak pihak yang bersengketa atau bertengkar tidak mau memulai perdamaian sebab ada pandangan bahwa mereka yang menawarkan perdamaian terlebih dahulu adalah mereka yang mengaku kesalahan. Mereka yang mengalah dianggap sebagai pihak yang salah. Padahal, itu jelas berbeda: mengalah dan salah. Orang yang mengalah memang sedikit harus kalah dalam arti tidak mau menang melulu. Akan tetapi mereka yang mengalah justru sering menjadi pemenang, sebab langkahnya adalah mundur selangkah untuk maju dua langkah. Alkitab juga memberikan contoh mereka yang mengalah justru yang diberkati, sebagaimana Abraham mengalah terhadap Lot dan Daud mengalah pada Saul. Kekuatiran itu yang harus diganti menjadi mendapatkan damai sejahtera. Alkitab mengatakan, “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya” (Mat 6:27; Luk 12:25). Artinya, kekuatiran tidak menambah apapun juga.
Jelas kita tidak bisa membayangkan situasi hidup kita untuk tidak kuatir tentang apapun. Itu tidak mungkin. Kita bisa kuatir tentang pekerjaan di kantor, tentang keadaan di rumah, di sekolah atau di lain persoalan. Akan tetapi Rasul Paulus menasihatkan agar merubah kekuatiran kita itu menjadi doa. Apakah kita ingin kekuatiran kita berkurang? Maka menurut firman minggu ini: tambahlah waktu kita untuk berdoa. Ketika kita mulai kuatir, maka hentikanlah kekuatiran itu dengan mulai berdoa kepada Tuhan Yesus. Doa merupakan jalan keluar dengan alasan sebagai berikut:
- Persekutuan kita dengan Tuhan Yesus akan mengisi hati dan pikiran kita dengan damai sejahtera. Doa mendorong agar kita memiliki suasana berpikir yang lebih damai sejahtera. Kita akan menerima kasih karunia dan berkat dari-Nya (Kol 3:15; Yes 26:3; Ibr 4:16).
- Melalui doa kita secara otomatis menyerahkan segala kecemasan dan persoalan kita kepada Dia. Kita tahu bahwa Allah turut bekerja di dalam segala sesuatu untuk kebaikan kita (Rm 8:28).
- Melalui doa kita memperlihatkan kesetiaan sekaligus memperbaharui kepercayaan pada Tuhan yang memelihara kita (Mat 6:25-34; 1Pet 5:7).
- Melalui doa kita meminta kekuatan dan pertolongan Allah untuk membekali dan menguatkan dalam persoalan yang kita hadapi (ayat Fili 4:13; Ef 3:16 Fili 3:20).
- Alkitab memerintahkan, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu" (Ef 6:18).
Dalam bagian lain dinyatakan, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu” (Yoh 14:27). Damai sejahtera Allah di dalam Tuhan Yesus, yang dinyatakan dalam nas minggu ini melampaui segala akal, itu berarti melampaui ketidakmampuan segala pikiran, gagasan dan perencanaan manusia untuk memahami kedalaman dan kebesaran damai dari Allah ini. Istilah damai sejahtera ini akan memelihara berarti menjaga atau membentengi kita dari segala kekuatiran. Istilah phoureo yang berarti memelihara diambil dari istilah militer yakni benteng, yang menjaga damai sejahtera yang kita miliki. Damai sejahtera yang sebenarnya tidak kita peroleh dari berpikir positif, atau tiadanya konflik, atau dalam keadaan hati yang tenang. Damai sejahtera itu datang ketika kita berprinsip semua ada dalam kendali Yesus yang pasti memelihara jiwa kita. Kewargaan sorgawi kita adalah pasti, perjalanan hidup kita sudah ditentukan pada jalan yang dipimpin-Nya, dan kita pasti akan memang atas segala rintangan dan pencobaan. Biarkanlah damai sejahtera dari Allah yang memimpin hati kita terhadap kekuatiran dan kecemasan.
Keempat: Pikirkan dan lakukanlah semua hal itu (ayat 8-9)
Apa yang kita taruh di dalam pikiran akan menentukan hasil di dalam perkataan dan perbuatan. Rasul Paulus Paulus juga menyadari bahwa pikiran para pengikut Kristus perlu diberi “makanan” dengan mengatakan agar kita memprogram pikiran dengan hal-hal yang benar dan berguna. Makanan yang dimaksud adalah hal-hal yang benar, yang mulia, yang adil, yang suci, yang manis, yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji. Kumpulan makanan pikiran ini sering disebut sebagai pemikiran positif kristiani. Para pengikut Kristus perlu mendisiplinkan diri memikirkan hal itu, maka Allah akan memelihara perasaan mereka dengan damai-Nya. Bukan hanya itu, mereka juga sekaligus semakin dapat mengucap syukur kepada Tuhan. Itu berarti, kuncinya adalah ketaatan para pengikut Kristus untuk memikirkan hal-hal yang Tuhan kehendaki. Selanjutnya, Tuhan sendirilah yang akan turun tangan untuk menolongnya. Apakah kita ada kesulitan mendapatkan pikiran yang bersih? Atau pikiran kita hanya sering melamun? Periksalah apa yang ada di dalam pikiran kita yang "rusak", mungkin itu berasal dari televisi, internet, buku, film, atau majalah. Buang dan gantikanlah hal-hal yang menggangu dan buruk itu dengan hal-hal yang membuat sukacita.
Untuk itu isi pikiran kita setiap hari dengan Firman Tuhan terlebih dahulu sebelum kita mengisinya dengan berbagai berita dan rencana harian kita. Bacalah firman Tuhan dan tekunlah berdoa. Betapa indahnya hidup jika kita dapat memberi makan pikiran dan perasaan kita dengan pikiran dan perasaan Kristus. Isi pikiran kita dengan menseleksi informasi yang berguna dan menambah hikmat dan sukacita. Mintalah kepada Tuhan agar pikiran kita tetap fokus pada hal-hal yang baik dan murni saja. Dengan demikian, kemenangan akan berada di pihak kita, yaitu damai Kristus dan syukur di hati. Tidak cukup hanya mendengar firman Tuhan sekali seminggu di gereja. Atau hanya menghafalnya; justru yang terpenting adalah mempraktekkannya. Jadilah pelaku firman dan bukan pendengar (Yak 1:22). Memang enak dan mudah mendengarkan khotbah, akan tetapi itu juga mudah hilang ditelan waktu. Memang tidak sulit untuk membaca Alkitab jika tidak harus berpikir keras bagaimana untuk bisa menjadi pelaku firman. Semua itu harus dipraktekkan dan untuk itu semua perlu dilatih. Jangan terjebak dalam dikusi-diskusi yang membuang enerji tapi tidak berdampak pada perubahan cara pandang dan sikap hidup. Carilah makna firman, dan berusahalah untuk dapat memahami dan membuatnya menjadi nyata dalam kehidupan sehari-hari. Semua itu terjadi hanya dengan disiplin dan ketaatan.
Disliplin dan ketaatan memerlukan latihan. Itu yang membuat jadi berhasil. Dalam 2Tim2:5 dikatakan, "Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga." Artinya ada aturan dan latihan. Ada beberapa metafora yang dipakai di dalam Alkitab tentang latihan bagi kehidupan rohani orang percaya. Metafora pertama adalah berlari sebagaimana dalam nas minggu lalu (Flp 3:13-14) yakni mengerahkan dan memfokuskan seluruh tenaga untuk memenangkan pertandingan, dengan melupakan masa lalu dan memandang ke depan ke arah kekekalan. Berlari dipakai juga dalam 1Kor 9:24-27 dengan latihan yang ketat agar memperoleh hadiah, dengan mengarahkan pandangan kita kepada Kristus sebagai tujuan akhir kita. Dalam hal ini kita jangan sampai keluar dari jalur atau patah semangat. Dalam 1Tim 4:7-10 disebutkan perlunya latihan rohani untuk membantu pertumbuhan iman dan karakter. Sama seperti latihan fisik yang perlu berulang-ulang, maka latihan rohani juga demikian agar kita semakin baik di hadapan Allah dan dapat menarik orang lain kepada Tuhan Yesus. Kita akan mendapatkan buahnya tidak hanya pada saat ini, tetapi juga kelak di akhir zaman. Metafora terakhir adalah petinju dalam 2Tim 4:7-8, sebab kita melawan kekuatan-kekauatan iblis dan si jahat. Jika kita melakukan dengan taat dan benar kepada Allah serta tabah hingga akhir, maka dikatakan, "Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu" (band. Rm 15:33).
Penutup
Jemaat Filipi menghadapi persoalan hubungan para pelayannya yang tidak sehati sepikir sehingga mengganggu pelayanan yang diberikan. Gangguan ini tidak terbatas di situ saja, tetapi juga dalam keyakinan dan keteguhan mereka di dalam Kristus. Oleh karena itu firman Tuhan menasihatkan agar mereka berdiri teguh dengan mengarahkan pikiran pada Tuhan Yesus yang kedatangannya sudah dekat. Dunia ini bukanlah tujuan akhir melainkan mempertahankan keselamatan mereka yang sudah dijamin dalam buku kehidupan. Untuk itu mereka harus sehati sepikir dan senantiasa bersukacita. Apapun yang membuat sukacita mereka terganggu, lebih baik disingkirkan. Kekuatiran yang lebih kepada faktor gengsi, harga diri, kehormatan dan lainnya yang dikuatirkan menurun, harus dibuang jauh-jauh demi untuk terciptanya damai sejahtera. Segala kekuatiran yang non fisik maupun hal fisik itu lebih baik dibawa dalam doa, menyerahkan semuanya pada Allah yang mengendalikan hidup kita dan alam semesta ini. Pikiran kekuatiran yang dibuang sebaliknya diisi dengan pikiran postif kristiani yakni semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji itulah yang diisi dan dilakukan. Bertekadlah belajar melatihnya sehingga “Allah sumber damai sejahtera akan menyertai, sehingga kita menjadi pemenang yang berhak akan janji Allah yang sudah disediakan bagi kita.
Tuhan Yesus memberkati.
(Dipersiapkan oleh Pdt. Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min, Wakil Sekretaris Umum Badan Pengurus Sinode GKSI dari berbagai sumber dan renungan pribadi. Catatan untuk hamba Tuhan yang menyampaikan firman, menjadi lebih baik jika pada setiap penyampaian bagian khotbah diusahakan ada contoh atau ilustrasi nyata dari kehidupan sehari-hari, dan juga diselingi humor yang relevan. Ilustrasi dapat diambil dari pengalaman pribadi, orang lain, sejarah tokoh, peristiwa hangat saat ini atau lainnya, sementara contoh untuk humor dapat diakses melalui internet dengan mengetik kata kunci yang terkait didahului kata humor atau joke).
Berita Terbaru
Khotbah
-
Khotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII Setelah...Read More...
-
Khotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu XXVII Setelah PentakostaKhotbah (2) Minggu 24 November 2024 - Minggu Kristus Raja - XXVII...Read More...
-
Kabar dari Bukit, Minggu 17 November 2024Kabar dari Bukit HUKUM DI DALAM HATI (Ibr. 10:11-25) ”Aku...Read More...
- 1
- 2
- 3
- 4
Renungan
-
Khotbah Utube Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1Membalas Kebaikan Tuhan Bagian 1 Khotbah di RPK https://www.youtube.com/watch?v=WDjALZ3h3Wg Radio...Read More...
-
Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015Khotbah Tahun Baru 1 Januari 2015 Badan Pengurus Sinode Gereja Kristen...Read More...
-
Khotbah Minggu 19 Oktober 2014Khotbah Minggu 19 Oktober 2014 Minggu XIX Setelah Pentakosta INJIL...Read More...
- 1
Pengunjung Online
We have 54 guests and no members online