Sunday, November 24, 2024

Khotbah (1) Minggu I Setelah Hari Raya Pentakosta 26 Mei 2024

Khotbah Minggu I Setelah Hari Raya Pentakosta 26 Mei 2024

 

 MENJADI ANAK-ANAK ALLAH (Rm. 8:12-25)

 

 Bacaan lainnya: Kej. 28:10-19a; atau Yes. 44:6-8; Mzm. 139:1-12, 23-24 atau Mzm. 86:11-17; Mat. 13:24-30, 36-43

 

 

 

Pendahuluan

 

 

Kita tahu bahwa banyak orang Kristen yang belum memahami arti sebagai pengikut Kristus. Pola kehidupannya sering kali belum mencerminkan maksud dan kehendak Tuhan Yesus dalam hidupnya sebagai anak-anak Allah, dan masih banyak yang hidup dengan pola manusia lama. Hal itu bisa tampak dari hal sederhana, misalnya, masih hidup dalam ketakutan: takut pada kegelapan, takut akan hari esok dan lainnya, sampai yang paling “berat” yakni wajib peduli dan berbuat baik terhadap orang lain. Firman-Nya berkata: “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa” (Yak. 4:17). Hal itu mungkin didasari belum dipahaminya rencana Allah dalam hidupnya dan juga janji pasti yang diberikan oleh Tuhan Yesus kepada kita. Melalui nas minggu ini kita diberi pengajaran tentang hidup sebagai anak-anak Allah dan sekaligus pewaris kerajaan-Nya saat ini hingga di kekekalan nanti.

 

 

 

Pertama: Kita adalah orang berhutang (ayat 12-13)

 

Kita tahu banyak orang yang merokok. Adanya keharusan pemerintah mencantumkan gambar-gambar yang menyeramkan di bungkus rokok dan tulisan "Merokok Membunuhmu" dengan tujuan untuk memberi kesadaran dan rasa takut kepada pembeli, tampaknya tidak efektif. Kenaikan pita cukai juga tidak terlalu menolong, meski dianggap terlalu kecil sehingga harga jual rokok masih murah dibanding di luar negeri. Oleh karena itu jumlah perokok di Indonesia terus bertambah dan bahkan sudah merembet ke dunia remaja muda. Industri rokok pun semakin jaya dengan keuntungan semakin besar. Para pemilik pabrik rokok menjadi orang-orang terkaya di Indonesia. Alasan orang tetap menjadi perokok jelas, yakni susah menghentikan sebab telah adanya racun di dalam tubuh (darahnya) berupa zat adiktif nikotin yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah yang menyebabkan kecanduan. Setiap saat racun ini meminta kembali nikotin yang memaksa perokok untuk kembali ingin mengepulkan asap rokok demi untuk memenuhi kebutuhan racun tadi. Dengan demikian dapat dikatakan, seolah-olah seorang perokok merasa berhutang bagi tubuhnya, bagi dagingnya, sehingga perlu "membayar" pada saat yang dibutuhkan. Kecanduan memenuhi keinginan tubuh dan daging bukan hanya merokok, hal lainnya bisa kita lihat pada kecanduan narkoba, alkoholisme, kecanduan seksual, makan berlebih yang berakibat menjadi mudah lapar, termasuk kecanduan yang bukan tubuh seperti judi, menonton film porno, dan lainnya.

 

 

 

Anehnya, semua orang tahu bahwa merokok tidak baik, banyak minum alkohol (berlebih) tidak baik, narkoba itu tidak baik. Namun tetap saja orang memulai dan akhirnya terjerat dalam hutang ketergantungan kepada daging. Mereka mungkin melupakan awalnya, bahwa memulai itu berarti membuat hutang pada tubuh. Betul ada jalan pemulihan, seorang perokok dapat menghentikan kebiasaannya dengan komitmen penuh. Kalau ada yang mengatakan tidak bisa, maka sebenarnya hanya belum memiliki komitmen kuat. Lain lagi, memulihkan seseorang yang terjerat alkoholisme, ini memerlukan biaya yang besar. Sama dengan narkoba, biasanya harus masuk panti khusus pemulihan yang membutuhkan biaya besar dan menjalani proses "siksaan" pada tubuh untuk menetralisir tubuh yang sudah terkontaminasi racun-racun yang ada di dalam darah. Untuk masuk dalam proses pemulihan itu pun memang perlu ada "kesadaran" sehingga proses pemulihan menjadi lebih mudah dan tidak merasa terlalu berat. Seseorang harus proaktif dalam memenangkan peperangan yang dipakai iblis melalui kedagingan kita. Dalam hal ini "kerjasama" dibutuhkan antara tubuh dengan roh (kesadaran) untuk proses pemulihan.

 

 

 

Namun banyak yang membuktikan, kesadaran dan kekuatan dari roh (kecil) kita saja tidak cukup untuk dapat melawan mematikan racun-racun tubuh itu. Seorang perokok atau pecandu narkoba biasanya bisa berhenti sebentar namun kumat lagi. Orang yang merokok kalau tidak sadar tujuan hidupnya, akan mudah kembali kecanduan. Demikian juga dengan kecanduan lainnya, sehingga yang dilakukan dalam pemulihan sering tidak efektif. Oleh karena itu, panti pemulihan alkohol dan narkoba yang dilengkapi dukungan kerohanian dengan memperkenalkan Tuhan Yesus biasanya lebih efektif. Seseorang yang mengenal Tuhan Yesus tentunya memahami bahwa mengikuti keinginan dengan membayar hutang kepada tubuh dan daging adalah sesuatu yang sia-sia dan membawa kita pada kematian. Juga perlu dibayangkan, berapa nilai rokok yang kita bayar, harga narkoba dan alkohol yang kita harus beli, semua hanya membentuk hutang kepada tubuh, yang kita harus membayarnya setiap saat sebelum dipulihkan. Ini masih ditambah dengan kerusakan tubuh. Apalagi, untuk membeli semua kebutuhan yang merusak itu harus mengorbankan keperluan yang lebih penting, untuk anak, keluarga, berobat dan lainnya. Dalam hal ini bukan saja kematian fisik yang terjadi, tetapi juga kematian secara rohani, sebab kita melakukan hal yang tidak berkenan kepada Tuhan (Gal. 5:16-18; Ef. 6:12; 1Pet. 2:11). Oleh karena itu, hanya Roh Allah yang bekerja dalam kesadaran dan komitmen (roh kita) yang dapat menghentikan semua kecanduan itu. Nas minggu ini menuliskan, "jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup." Roh itulah yang menghidupkan seseorang pecandu dari penyakit yang merusak dan sekaligus memahami arti kehidupan ini untuk tidak dijalani dengan sia-sia, hanya memuaskan diri sendiri, dan tidak peduli dengan orang lain.

 

 

 

 

Kedua: Kita tidak dipimpin roh perbudakan (ayat 14-17a)

 

 

Rasul Paulus menggunakan kata adopsi sebagai ilustrasi hubungan baru orang percaya dengan Tuhan. Ia menggunakan kata Yunani hiuos yang berarti "anak yang sudah diangkat secara sah." Di dalam budaya Romawi, seseorang yang diadopsi oleh keluarga lain, maka hak-haknya pada keluarga lama akan hilang, namun akan mendapatkan hak-hak dari keluarga yang baru. Dengan demikian ayat yang dipakai dalam nas ini menggambarkan posisi orang percaya, ketika menjadi orang Kristen dan lahir baru kita diangkat menjadi anak-anak Allah (Yoh. 1:12; 3:4-5), maka kita pun memiliki hak penuh dan istimewa sebagai anak (Gal. 3:26; 4:5; Ef. 1:5). Salah satu keistimewaan menjadi anak-anak Allah adalah hubungan kita dengan Allah Bapa menjadi begitu dekat. Kita dapat memanggil dengan panggilan akrab, yakni: Abba, yang berarti Bapa. Kata Abba berasal dari bahasa Aram yang sering digunakan pada saat kehidupan sehari-hari Tuhan Yesus. Perkataan "ya Abba, ya Bapa" juga merupakan seruan Tuhan Yesus tatkala Ia berdoa di bukit di Getsemani (Mar. 14:36; Gal. 4:3-9).

 

 

 

Dengan hubungan yang dekat dan mesra antara kita anak-anak-Nya dengan Allah, kita tidak lagi menjadi budak-budak yang was-was dan takut (2Tim. 1:7); melainkan kita adalah anak-anak "Tuan Besar". Sungguh alangkah menyenangkan, roh perbudakan itu telah lenyap. Roh perbudakan pada dasarnya adalah akibat pemahaman hukum Taurat yang membangkitkan rasa takut dan mencoba menyenangkan Allah dengan cara-cara yang sia-sia. Allah telah memberikan kita hadiah kasih karunia terbesar dalam hidup kita, yakni: Yesus Kristus, pengampunan, dan kemerdekaan. Dengan menerima Yesus, kita masuk ke jalan kemenangan dan kehidupan kita dipimpin oleh Roh Kudus (Gal. 4:5-6), serta kita dimampukan mematikan perbuatan-perbuatan tubuh dan menganggap kecenderungan dan kuasa dosa di dalam tubuh sudah mati (band. Rm. 6:11; Gal. 5:24). Kita menjadi tahu tentang makna dan hakekat kehidupan yang sebenarnya, yakni kasih karunia. Kita memiliki tujuan hidup yang sekaligus menjalankan misi Allah sambil mengucap syukur, sambil terus mematikan keinginan daging sebagai bagian ketaatan kita pada-Nya (Rm. 1:5). Nilai sebuah kemenangan sangat tinggi sesuai dengan perjuangan yang kita korbankan. Konsekuensi positif lainnya, secara sadar kita dapat mengabaikan pencobaan kedagingan yang sering dimanfaatkan iblis (Gal. 6:8).

 

 

 

Keistimewaan lainnya sebagai anak yang sah, kita menjadi pewaris dari keluarga kerajaan Allah. Kita mendapat hak penuh sebagai pewaris dari keluarga sorgawi (Gal. 4:7; Ef. 3:6). Kita memperoleh bagian dari kekayaan sorga bersama orang percaya lainnya, berhak menerima janji-janji Allah. Kasih Bapa kepada kita sebagai anak-anak-Nya sama dengan kasih bagi Anak-Nya yang tunggal yakni Yesus Kristus (Yoh. 14:21, 23; 17:23). Mungkin kadang kala kita tidak merasa bahwa kita adalah anak-anak Allah. Iblis akan mengganggu dan menggoyang iman kita, namun Roh Kudus adalah saksi atas sikap dan keberadaan kita. Kehadiran-Nya di dalam hati mengingatkan (kembali) siapa kita dan menguatkan diri kita dengan kasih Allah Bapa (Rm. 5:5; Tit. 2:11-12). Ia menjamin kehidupan yang kekal, dan meneguhkan kita atas setiap permintaan kebutuhan sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.

 

 

 

Ketiga: Kita masih mengeluh dan menderita (ayat 17b-23)

 

 

Sebagai ahli waris kerajaan Allah, cobaan dan penderitaan tidak otomatis lepas dari kehidupan kita. Orang percaya harus menghadapi berbagai jenis penderitaan yang mungkin terjadi. Kadang pencobaan datang tidak terduga dan terselami seperti yang dialami Ayub. Pada awal abad pertama, orang Kristen menghadapi pencobaan berupa pengucilan dan penyiksaan yang berdampak dalam kehidupan sosial ekonomi, bahkan termasuk risiko kematian. Demikian juga kita saat ini harus siap menghadapi risiko yang akan datang, dan siap membayar harga untuk itu. Di beberapa belahan dunia ini, ada tekanan-tekanan yang harus diterima oleh orang Kristen, dalam kegiatan dan karier di pemerintahan atau perusahaan, termasuk dalam pekabaran Injil. Kita di Indonesia yang mengaku sebagai negara yang memiliki toleransi tinggi, juga mengalaminya di beberapa daerah. Kekristenan tidak otomatis menjadi mulus dan langsung memuaskan. Namun itu tidak boleh menghentikan pola hidup sebagai orang Kristen yang harus melayani sesama, membela ketidakadilan, membela nilai-nilai hakiki yang universal, yang selalu mempunyai harga. Namun betapa pun beratnya, perlu kita ingat beban itu tidak akan melebihi yang ditanggung oleh Yesus pada masa pelayanan-Nya untuk dapat membela dan menebus kita dari dosa dan penderitaan kekal.

 

 

 

Betul, Allah telah menciptakan dunia dan alam semesta ini dalam keadaan amat baik (Kej. 1:31). Kejatuhan Adam ke dalam dosa merusakkan semua konsep dan ciptaan. Dosa menyebabkan seluruh ciptaan menjadi jauh dari nilai-nilai hakiki saat awal Tuhan menciptakan. Manusia hanya makan dari buah-buahan pohon dan dedaunan di Taman Eden (Kej. 2:9, 16), kemudian boleh makan daging hewan setelah peristiwa penyelamatan Nuh dengan air bah (Kej. 9:3-4). Ini mungkin konsekuensi keserakahan. Akibatnya, semua mengalami kerusakan nilai-nilai hakikinya akibat dosa Adam hingga peristiwa Nuh. Alam semesta juga semakin menanggung berbagai kerusakan akibat bencana alam, seperti gempa, tsunami, ledakan gunung, kekeringan, banjir, dan kerusakan lingkungan hidup lainnya. Memang semua ini masih dalam kendali kehendak-Nya akibat ketidaktaatan manusia. Semua makhluk mengeluh dalam pengertian ketidak puasan, namun harus menyadari keluhan sebagaimana orang bersalin pasti menghasilkan hidup baru dan kelegaan. Alam dan manusia mengharapkan pelangi baru sebagai tanda kasih Allah. Dunia mengalami kefrustasian dan terbelenggu dalam kelemahannya, sehingga tidak dapat memulihkan hakekat nilai asli sesuai dengan tujuan Tuhan.

 

 

 

Orang Kristen perlu melihat dunia ini sebagaimana adanya, dunia yang semakin melorot dan secara rohani dosa telah merasuk. Alkitab yang kita imani mengatakan suatu saat Tuhan pasti memulihkan semua ciptaan-Nya, terbebas dan ditransformasikan. Bersamaan dengan masa yang datang itu, semua berharap adanya pemulihan anak-anak Allah dibangkitkan. Namun kita orang percaya tidak perlu pesimis, sebab ada pengharapan kemenangan di masa depan. Sementara itu, orang Kristen di dunia ini terus bersaksi dan berbuah dengan menyembuhkan penyakit masyarakat, baik fisik, ekonomi, sosial maupun jiwa-jiwa yang masih haus akan kedamaian dan sukacita yang telah dirusak oleh iblis. Kita juga akan dibangkitkan dengan tubuh kemuliaan sebagaimana tubuh Yesus setelah kebangkitan-Nya yang saat tinggal di sorga (1Kor. 15:25-58). Pembebasan tubuh kedagingan berarti bebas dari rasa sakit dan penderitaan akan berlalu bagi setiap orang percaya. Perubahan lengkap tubuh dan kepribadian kita kelak akan dinyatakan setelah kehidupan saat ini, ketika kita menjadi serupa dengan Kristus (1Yoh. 3:2). Kita telah mendapatkan "karunia sulung" berupa pemberian pertama atau uang muka yakni Roh Kudus sebagai jaminan semua pembebasan itu (2Kor. 1:22; 5:5; Ef. 1:14).

 

 

Keempat: Mengharapkan yang tidak dilihat (ayat 24-25)

 

Rasul Paulus dalam bab-bab sebelumnya telah menyodorkan ide yang berdasarkan pandangan hidup di dunia Romawi saat itu, bahwa keselamatan ada di masa lampau, di masa kini, dan di masa mendatang. Di masa lampau kita diselamatkan pada saat kita pertama kali mengaku Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat. Kehidupan kita yang baru yakni jaminan hingga kekekalan dimulai pada saat pengakuan itu (Rm. 3:24-25; 5:8-11; 8:1). Pada saat ini kita tetap diselamatkan dalam sebuah proses berkelanjutan dan pengudusan. Kekalahan sesaat kita terhadap iblis tidak menghapus janji dan jaminan keselamatan, sepanjang kita memperlihatkan sikap penyesalan dalam dan pertobatan. Di saat yang sama kita akan menerima penggenapan seluruh upah dan berkat dari keselamatan yang menjadi milik kita, ketika nanti kerajaan Kristus dinyatakan utuh sempurna sepenuhnya. Ini merupakan keselamatan kita di masa mendatang. Kita berkeyakinan penuh atas seluruh keselamatan itu, teguh memandang dengan penuh pengharapan dan iman. Pengharapan adalah sauh yang kuat untuk menjaga agar kita tidak terombang-ambing dalam menghadapi pergumulan hidup sehari-hari (Ibr. 6:19), dengan demikian kita diberi jalan yang menyelamatkan melalui pengharapan.

 

 

 

Namun, tetap kita perlu memahami pertanyaan dasarnya: Apa yang kita nantikan dalam menyongsong pasca hidup kita di dunia ini? Sesuatu yang kita lihat saat ini bukanlah pengharapan melainkan realitas yang dihadapi tanpa perlu keluhan. Sejatinya, sesuai dengan gambaran yang diberikan Alkitab, kita mengharapkan tubuh yang baru, keluarga dan rumah yang abadi, sebuah bumi baru dan langit baru, kedamaian dan kelimpahan berkat, ketiadaan dosa dan penderitaan, dan yang terutama kita dapat bertatap muka dengan Tuhan Yesus sebagai sumber pengharapan kita! Seperti gambaran kitab Wahyu, kita/mereka "tidak akan menderita lapar dan dahaga lagi, dan matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi. Sebab Anak Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka" (Why. 7:16-17). Kita melihat ke depan menunggu pada bumi baru dan langit baru sebagaimana yang Allah janjikan, bebas dari perbuatan dan konsekuensi dosa. Gambaran itu tidak bisa kita uraikan sebagaimana dikatakan firman-Nya: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia" (1Kor. 2:9). Semua ditaklukkan melalui pengharapan.

 

 

 

Adalah sesuatu yang alamiah untuk seorang anak mempercayai penuh orangtuanya, meskipun kadang kala orangtuanya tidak bisa memenuhi janjinya karena keterbatasan tertentu. Tetapi, Bapa sorgawi kita, bagaimanapun, tidak akan pernah mengabaikan janji yang diberikan-Nya (Ibr. 6:13; 2Pet. 3:9). Namun daripada berlaku seperti anak yang tidak sabar menunggu semua dinyatakan di dunia ini, lebih baik kita tetap meletakkan iman di dalam hikmat dan kebaikan Allah. Betul, kadangkala, waktu yang diberikan-Nya jauh dari pengharapan kita. Rencana-Nya tidak terselami dan bisa jauh dari perkiraan kita. Namun kita percaya rencana-Nya adalah yang terindah. Kita diberi berbagai peristiwa untuk menguji kesabaran kita, ketaatan kita, dan terutama ketekunan kita dalam penantian itu (2Tim. 2:12; 1Pet. 4:13). Ketidaksabaran seorang anak harus diisi dengan menjalankan tugas panggilan, bukan dengan keluhan atau gerutuan. Itulah yang membuktikan bahwa kita adalah anak-anak sejati yang berhak atas tubuh kemuliaan menggantikan tubuh fana ini.

 

 

Penutup

 

Melalui nas minggu ini kita diingatkan kembali tentang hak-hak kita sebagai anak-anak Allah, yakni kita tidak perlu berhutang (lagi) kepada tubuh dan kedagingan, melainkan kita berhutang kepada Yesus yang telah menyelamatkan hidup kita. Kita tidak perlu lagi berhutang wajib memenuhi keinginan tubuh sehingga ada ketergantungan, keterikatan, kecanduan yang membuat kita sebagai budak dari tubuh. Sebagai anak-anak Allah yang sudah dimerdekakan dan diberi kuasa Roh Kudus, kita tidak lagi memiliki roh perbudakan, bahkan kita adalah ahli waris yang sah dari Allah Bapa. Namun, dalam menanti penggenapan warisan kerajaan sorga itu, kita masih perlu berkorban dan bahkan menderita di dunia ini, yang hal itu sebagai ujian ketaatan dan kasih kita kepada Bapa. Ujian juga dimaksudkan agar hal yang kita akan terima nanti memang merupakan sesuatu yang istimewa, yang kita sendiri tidak bisa bayangkan dan gambarkan keistimewaannya. Yang jelas, warisan kerajaan sorga itu pasti melebihi gambaran dan penglihatan yang kita miliki, sebab kalau kita sudah melihatnya di dunia ini, maka itu bukan lagi pengharapan. Namun untuk semua itu, kita perlu bertekun dalam segala ujian dan pengharapan itu, disertai rasa syukur sehingga kita terbukti adalah anak-anak Allah yang sejati.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 3 guests and no members online

Statistik Pengunjung

7551449
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
140
4419
4559
7247234
586311
1386923
7551449

IP Anda: 172.69.165.59
2024-11-25 04:11

Login Form