Saturday, December 27, 2025

Khotbah Minggu Setelah Natal - 28 Desember 2025

Khotbah Minggu Setelah Natal - 28 Desember 2025

 

IA MEMBEBASKAN KITA DARI PERHAMBAAN (Ibr. 2:10-18)

 

Bacaan lainnya: Yes. 63:7-9; Mzm. 148; Mat. 2:13-23

 

 

Pendahuluan

 

Di penghujung minggu tahun ini bacaan kita masih tentang Allah menjadi manusia dan melalui penderitaan dan persembahan tubuh-Nya sebagai korban tebusan bagi kita, Ia menjadi pemimpin sekaligus Imam Besar kita. Natal selain memberi sukacita juga membawa damai sejahtera, sehingga melalui karya Tuhan Yesus kita dibebaskan dari segala ketakutan dan perhambaan. Allah menjadi manusia dengan tujuan melakukan penyelamatan dengan cara-cara yang bisa dialami oleh manusia. Melalui nas bacaan minggu ini, kita diberi pelajaran sebagai berikut.

 

 

 

Pertama: Kerendahan hati dan penderitaan membawa kemuliaan (ayat 10)

 

Nas ini merupakan lanjutan dari ayat 1-9 yang menceritakan bagaimana Allah menjadi manusia, yakni Yesus datang ke dunia guna menyelamatkan orang-orang yang berdosa. Dari ayat sebelumnya sangat jelas bahwa kedudukan manusia itu di bawah malaikat, sehingga dapat dikatakan, Allah Bapa adalah Roh yang Mahatinggi sebagai penguasa  alam semesta, kemudian ada malaikat-malaikat sebagai roh tanpa tubuh, setelah itu manusia yakni roh dengan tubuh. Oleh karena itu dikatakan bahwa ketika Yesus menjadi manusia, maka kedudukan-Nya lebih rendah dari malaikat (ayat 7). Jadi, ada dua hal yang penting dari inkarnasi tersebut: pertama, menjadi manusia jelas bahwa sasaran yang dikasihi-Nya adalah manusia; kedua, yang dicari oleh Yesus ketika menjadi manusia bukanlah kedudukan, kehormatan atau status, sebab manusia adalah roh yang paling rendah (perlu kita pahami bahwa hewan tidak memiliki roh).

 

 

 

Dengan merendahkan diri itu pula Kristus diberikan jalan untuk kemuliaan. Flp. 2:6-8 mengatakan bahwa "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan", mengosongkan dirinya, merendahkan diri-Nya menjadi sama dengan manusia, taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. Perjalanan hidup yang dialami-Nya juga bukan mudah. Hidup di keluarga miskin, lahir di kandang domba, dan dalam pelayanan-Nya hidup tanpa tempat tinggal, serta tidak mampu membayar pajak. Kematian yang harus dijalani-Nya juga penuh dengan siksaan dan penderitaan, yang berakhir dengan dipaku dan disalibkan di atas bukit gersang Golgota. Penyaliban, adalah cara manusia dihukum dengan terkutuk, sehingga dapat kita katakan, penderitaan Yesus sebagai manusia sudah lengkap dan sempurna.

 

 

 

Oleh karena itu, nas ini mengatakan bahwa Allah menyempurnakan Yesus dengan menjalani semua rencana Allah tersebut dengan taat, setia dan menyerahkan semua pada kehendak Allah. Yesus disempurnakan untuk menjadi tebusan yang lengkap dan utuh, darah-Nya pengganti korban bakaran dan korban ukupan, dan itu menjadi cara yang pertama (pionir atau perintis) bagi keselamatan kita (Ibr. 2:18). Melalui jalan itu pula akhirnya Allah meninggikan Dia, memuliakan Dia dan kini Dia menjadi pemimpin bagi kita (Flp. 2:9). Itulah kasih karunia Allah yang demikian besar, sehingga kita tidak perlu lagi direpotkan dan terutama ditakutkan dengan kematian. Jalan itu pula menjadi teladan bagi kita untuk memperoleh kemuliaan, seperti Yesus yang telah menjadi Pemimpin kita, perlu merendahkan hati dan kesediaan berkorban; bukan dengan mencari kedudukan atau status dan menyombongkan diri.

 

 

 

Kedua: Semua dari yang Satu dan menjadi saudara (ayat 11-14)

 

Yesus menjadi manusia dan sama dengan kita, berasal dari sorga, dari Allah. Ketika kita pun menerima Dia, maka kita pun diangkat menjadi anak-anak-Nya, yang berhak mendapat bagian atas segala kemuliaan dan kehormatan yang dimiliki-Nya, sepanjang kita taat setia dan berbakti kepada-Nya. Ketika kita menjadi anak-anak Allah, maka kita menjadi saudara, dan kita juga menjadi saudara dari Yesus (Mrk. 3:35). Kita dipisahkan atau dikuduskan untuk melayani Allah, diadopsi sebagai orang percaya menjadi sama yakni sebagai anak-anak Allah, sehingga dengan demikian kita menjadi saudara-saudara, dan Yesus juga memanggil kita sebagai saudara-Nya. Bagian dari ayat ini juga merupakan merupakan kutipan Mazmur yang mesianik dan juga dari kitab Yesaya.

 

 

 

Yesus menjadi manusia, menjadi darah dan daging, dan harus melewati kematian dan kemudian dibangkitkan. Ini sebagai simbol untuk mengalahkan kekuatan iblis atas kematian (Rm. 6:5-11). Yesus merasakan hidup sebagai manusia selama 33 tahun dan mengalami hal yang dengan pengalaman kita: berbagai perjuangan hidup, kesedihan dan penderitaan. Ia menjalani keseluruhan hidup manusia secara wajar, mengalami masa kecil, remaja dan bahkan menjadi dewasa ketika Ia harus hidup tanpa Yusuf ayah-Nya. Semua itu membuat-Nya dapat merasakan segala kesulitan dan pergumulan kita. Ia penuh dengan hikmat, sehingga mampu melihat kelemahan serta pergumulan yang kita alami. Hanya orang yang pernah mengalami penderitaan bisa dengan mudah berbelas kasihan kepada orang-orang yang menderita. Maka apabila kita dalam situasi penderitaan, bertanyalah pada Tuhan, bagaimana dengan penderitaan itu kita justru bisa melayani atau menolong orang lain?

 

 

 

Ketika kita menjadi anak-anak Allah dan menjadi saudara Yesus, maka kita juga secara otomatis dikuduskan. Proses pengudusan itu terjadi ketika kita sudah menerima Yesus dan mengaku Dia menjadi tebusan atas dosa-dosa kita.  Dengan semua dosa-dosa kita sudah ditebus, kita pun menjadi kudus. Hal itu makna dari firman Tuhan bahwa "karena kehendak-Nya inilah kita telah dikuduskan satu kali untuk selama-lamanya oleh persembahan tubuh Yesus Kristus" (Ibr. 10:10; 13:12). Yesus layak menjadi pemimpin keselamatan kita, layak menjadi Imam Besar kita, karena Ia menyatukan umat-Nya yang kudus, saudara-saudara-Nya, membawa banyak orang kepada kemuliaan yang menjadi bagian-Nya. Kita juga dipanggil untuk melayani Dia, tapi bukan dengan kuk perhambaan, melainkan kemerdekaan penuh untuk melakukan perbuatan baik seiring dengan kasih-Nya yang sudah kita terima. Semua itu terjadi karena kita berasal dari yang Satu yaitu Allah Bapa, dan kita semua telah menjadi warga sorgawi (Yoh. 17:21; Ef. 2:19; Flp. 3:20).

 

 

 

Ketiga: Jangan takut kepada maut (ayat 15-16)

 

Mengapa orang takut mati? Tentu ada banyak alasan untuk orang takut terhadap maut atau kematian. Sebuah buku menceritakan bahwa ada tiga alasan kuat mengapa orang takut mati. Pertama, ia takut akan orang-orang yang ditinggalkannya, khususnya mereka yang dikasihinya. Terlebih, mereka yang dikasihinya itu masih tergantung padanya. Maka wajar pertanyaannya, kalau ia mati, bagaimana mereka nantinya? Kedua, ia takut bagaimana jalan kematian yang akan dilaluinya. Tidak sedikit mereka yang mati didahului oleh sakit yang berat dan berkepanjangan. Tentu itu sangat menakutkannya, apabila ia harus mati dengan cara yang demikian. Ketiga, takut, apakah setelah mati ia akan masuk neraka karena dosa-dosanya. Dosa-dosanya tentu dapat menghantuinya, dengan pemikiran pasti dibawa saat mati.

 

 

 

Dosa dan kematian merupakan pasangan setangkup dari buah pekerjaan iblis. Memang kematian fisik tidak bisa dihindari, ditiadakan atau ditunda-tunda. Semua itu kehendak Allah. Bagi manusia semua ada awal dan semua ada akhir, seperti alam semesta ini. Namun ketika kita di dalam Kristus, kita tidak perlu terlalu mengkhawatirkan hal yang kita tinggalkan, biarlah kita serahkan pada Allah Mahabaik yang memelihara mereka. Penyesalan pun tidak ada gunanya mengapa kita (mungkin) tidak mempersiapkan kemungkinan itu terjadi lebih cepat. Demikian juga dengan jalan menuju kematian, apakah melalui sakit berkepanjangan atau hanya melalui proses sekejap saja. Biarlah bagian kita saja yang kita jalankan dengan penuh tanggung jawab, dengan berusaha hidup sehat, berolah raga, menjaga makanan, dan hidup bersyukur yang jauh dari stress. Sementara untuk kehidupan setelah kematian, kita yakin bahwa kita yang sudah di dalam Kristus maka tempat kita adalah di Firdaus bersama Dia (Luk. 23:43; Rm. 8:1).

 

 

 

Dengan demikian, mereka yang hidup dalam ketakutan dan perhambaan takut mati, biarlah kita dibebaskan melalui hidup bersama Kristus. Terimalah Dia sepenuhnya. Ketika kita menjadi milik-Nya, menjadi anak-anak rohani Abraham, dan diadopsi menjadi anak-anak-Nya, maka kita tidak perlu takut, sebab kita mengetahui bahwa kematian itu hanyalah jalan untuk menuju ke kekekalan (1Kor. 15). Kematian Kristus dan kebangkitan-Nya membuat kita bebas dari rasa takut, sebab Tuhan Yesus telah mengalahkannya (Rm. 8:11). Setiap orang pasti mati, tapi mati bukanlah akhir segalanya, melainkan sebuah pintu menuju kehidupan baru (Why. 21-22). Oleh karena itu, siapapun yang takut mati, haruslah memiliki kesempatan untuk mengetahui pengharapan kemenangan Kristus yang dibawakan-Nya. Demikian juga kita, yang sudah menang akan rasa takut, bagaimana kita bisa berbagi dengan orang lain akan kemenangan itu?

 

 

 

Keempat: Ia menjadi Imam Besar (ayat 17-18)

 

Dengan turunnya Yesus menjadi manusia dan sama dengan kita, dan kebangkitan-Nya dari kematian serta naik ke sorga, maka lengkap sudah pemahaman kita bahwa Ia adalah Pemimpin kita. Ia menjadi Penasihat Ajaib bagi kita, sebab nasihat-nasihat-Nya memang paling super ajaib dari seluruh nabi-nabi yang ada. Ia juga menjadi Allah yang Perkasa sebab demikian besar kuasanya atas penyakit, roh-roh jahat dan bahkan kematian dikalahkan-Nya melalui mukjizat yang dilakukan-Nya. Dia adalah Allah yang kekal sebab Ia akan kembali menjemput kita anak-anak yang dikasihi-Nya. Semua itu menjadikan “Yesus adalah Raja Damai” di sepanjang hidup kita (band. Yes. 9:5 - Tema Natal PGI dan KWI tahun 2013).

 

 

 

Di dalam PL, Imam Besar adalah perantara antara Allah dengan jemaat-Nya. Tugasnya adalah secara rutin mempersembahkan korban hewan sesuai dengan aturan dalam PL dan memohonkan pengampunan dosa-dosa umat. Namun melalui peristiwa di Golgota, Tuhan Yesus telah menggantikan korban persembahan itu. Ia pernah menjadi manusia sehingga mengerti serta memahami kelemahan kita dan memperlihatkan belas kasihan kepada kita. Sebagai Imam Besar dan saat ini bersemayam di sorga dan di hati kita, itu menjadi jaminan pengampunan yang diberikan. Kuasanya jauh melampaui kuasa Imam Besar orang Yahudi. Ia hanya satu kali dan membayar lunas seluruh dosa-dosa kita dengan tubuh dan kematian-Nya, dan itu adalah jalan pemulihan hubungan kita dengan Allah. Kita dibebaskan dari jerat dan kuasa dosa ketika kita berkomitmen penyerahan diri pada Tuhan Yesus, percaya sepenuhnya terhadap semua hal yang terjadi dalam hidup kita.

 

 

 

Mengetahui Yesus telah menderita dan menghadapi pencobaan yang berat, menolong kita untuk menghadapi masa yang akan datang, menyongsong tahun baru ini. Tuhan Yesus mengetahui pergumulan kita. Ia bersimpati terhadap kita yang lemah dan kesalahan yang kita lakukan. Kita harus percaya Yesus akan menolong kita melewati setiap penderitaan dan mengalahkan pencobaan. Ketika kita menghadapi ujian, datanglah kepada Yesus untuk kekuatan dan ketabahan. Dia selalu memberikan pertolongan. Doa adalah jalan untuk datang kepada Yesus. Kita dapat datang dengan penuh keyakinan, tanpa perlu mempersoalkan sikap tubuh kita dalam menghampiri-Nya, sepanjang itu di dalam nama Yesus. Sebagian orang berdoa dengan tunduk kepala, sebagian menghadap ke atas dengan tangan terangkat, sebagian orang datang dengan berlutut, dan semua itu sah untuk kita lakukan sebagai jalan menghadap. Yang utama adalah sikap hormat di atas segalanya, sebab Dia adalah Raja, dengan keyakinan penuh sebab Dia adalah Sahabat dan Penasihat kita.

 

 

 

Penutup

 

Nas di minggu terakhir tahun ini kembali meneguhkan hati kita bahwa Yesus yang telah merendahkan diri-Nya melalui penderitaan yang berat adalah jaminan bahwa Ia adalah Allah yang menjadi manusia. Ia berhasil disempurnakan oleh Allah menjadi korban tebusan bagi dosa-dosa kita, serta menjadikan kita yang percaya kepada-Nya menjadi sama dengan Dia yakni anak-anak Allah. Dengan demikian kita disebut oleh Yesus sebagai Saudara karena kita berasal dari yang Satu yakni Allah Bapa. Semua itu membuat kita tidak takut lagi terhadap maut, sebab Yesus telah mengalahkan maut dengan bangkit dari kubur dan naik ke sorga. Dengan demikian juga Yesus menjadi Imam Besar kita, menguduskan kita, dan mempersiapkan untuk melakukan kehendak-Nya demi kemuliaan Allah Bapa. Kita tidak hanya menjadi sahabat dan saudara Yesus di ucapan kita saja, tetapi juga dalam perbuatan di lingkungan kita sehari-hari, di rumah, di kantor, tempat pelayanan dan dimana pun kita dipanggil untuk ditempatkan-Nya.

 

Selamat beribadah dan selamat melayani.

 

Tuhan Yesus memberkati, amin.

 

Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.

 

 

Khotbah

  • 1
  • 2
  • 3
  • 4

Renungan

Pengunjung Online

We have 27 guests and no members online

Statistik Pengunjung

13219526
Hari Ini
Kemarin
Minggu Ini
Minggu Lalu
Bulan Ini
Bulan Lalu
Keseluruhan
1760
3559
27034
13157821
120246
129135
13219526

IP Anda: 216.73.216.107
2025-12-27 12:49

Login Form