Kabar dari Bukit
MENJAGA CITRA DIRI (Ams. 25:6-7)
”Jangan berlagak di hadapan raja, atau berdiri di tempat para pembesar” (Ams. 25:6a)
Tuhan Yesus mengajarkan, ketika diundang ke suatu acara, janganlah langsung duduk di tempat kehormatan. Ambillah tempat biasa, mungkin ada tamu yang lebih terhormat dan kita disuruh pindah. Malunya...! Lebih elegan, tuan rumah justru memanggil kita duduk di depan. Firman-Nya: “Sebab, siapa yang meninggikan diri, akan direndahkan dan siapa yang merendahkan diri, akan ditinggikan” (Luk. 14:7-11).
Firman Tuhan bagi kita di hari Minggu yang berbahagia ini adalah Ams. 25:6-7; pesannya mirip dengan Luk. 14 di atas: selalulah rendah hati. Memang ada perbedaan penekanan kedua nas, Luk. 14 lebih berprinsip rohani, nas Amsal ini lebih kepada aspek/etika sosial.
Kunci memenangkan situasi ini adalah mengenal diri sendiri (self awareness). Joel Osteen dalam bukunya yang terkenal Your Best Life Now menanyakan: Apakah Citra Diri Anda? Dijelaskannya, "citra diri adalah suatu perasaan jauh di dalam diri Anda tentang diri sendiri, pendapat atau penghakiman Anda tentang nilai sendiri, meluas sampai di mana Anda menganggap Anda berarti dalam kehidupan."
Citra diri memiliki dua aspek seperti dua nas tadi, yakni mengenal diri sendiri dan mengenal identitas diri, keduanya sedikit berbeda. Mengenal diri sendiri berarti sadar dan tahu kekuatan dan talenta yang dimiliki; tentunya kelemahan dan keterbatasan juga, sebab setiap manusia pasti punya kelemahan.
Joel Osteen selanjutnya menekankan, "Anda tidak akan pernah naik ke atas citra yang Anda miliki tentang diri Anda sendiri dalam pikiran Anda sendiri." Untuk itu disarankannya, pertama, jalanilah citra diri yang positif yakni percaya kita diciptakan sesuai dengan gambar Tuhan, yang memberi kehidupan hakiki. Kedua, kembangkan citra diri yang sehat. Ini berarti, Anda harus mendasarkan citra diri pada apa yang Tuhan katakan tentang Anda, daripada standar-standar palsu yang dibuat manusia.
Mengenal diri sendiri berarti mempunyai peluang untuk memaksimalkannya, agar hidup menjadi lebih baik, lebih merasa aman dan sejahtera. Langkah yang kita lakukan tentunya bisa bervariasi, seperti terimalah diri apa adanya, kenali kekuatan dan kelemahan - tetapi jangan fokus pada kelemahan melainkan kekuatan. Tidak perlu membandingkan diri dengan orang lain. Bangun hubungan yang sehat dan tulus. Latih kemampuan dengan sistematis dan mulailah dengan langkah kecil. Terakhir, bergaullah dengan orang-orang yang dapat membangun.
Mengenal identitas diri maknanya lebih dalam, berkaitan dengan kesadaran keberadaan kita di hadapan Tuhan. Status sosial kita mungkin tinggi dengan kekayaan dan jabatan, latar belakang keluarga, tetapi semua tidak berarti di hadapan Tuhan. Identitas diri yang sejati berasal dari-Nya, bukan dari prestasi atau pengakuan manusia (1 Ptr. 2:9). Utamanya, kita adalah ciptaan-Nya (Kej. 1:27), menjadi anak-anak-Nya (Yoh. 1:12), diutus Tuhan untuk misi di dunia (Kej. 12:2-3; Mat. 5:13-14; 28:19-20) yang memiliki tujuan hidup, panggilan dan pertanggungjawaban kelak di hadapan Tuhan (Gal. 6:5).
Citra diri berupa kemampuan dan status, bukanlah untuk dipertontonkan apalagi dengan kesombongan, seperti pesan nas ini. Sia-sia berpamer apalagi membandingkan diri dengan orang lain. Sebaliknya, tetaplah rendah hati, pegang jati diri, dan tidak merasa rendah diri atau minder. Kerendahan hati berarti menempatkan orang lain lebih utama, tanpa mengabaikan diri sendiri (Flp. 2:3). Mengenal diri sendiri akan menolong kita rendah hati dan menggunakan berkat-Nya untuk kebaikan; mengenal identitas diri memberi kita dasar yang kokoh untuk tidak mencari-cari kehormatan palsu. Itulah citra diri sejati.
Selamat hari Minggu dan selamat beribadah.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
Pdt. (Em.) Ir. Ramles Manampang Silalahi, D.Min.